MOJOK.CO – Kubu Prabowo mulai banyak membuat pernyataan-pernyataan yang dianggap menyerang lembaga-lembaga survei.
“Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak,” begitu kata Prabowo dalam salah satu sesi debat Pilpres. Namun sayang, pada kenyataannya, pernyataan-pernyataan Prabowo justru kerap mengundang banyak musuh. Dari mulai pernyataannya tentang wartawan, sampai pernyataannya tentang tampang Boyolali.
Nah, yang paling anyar, Prabowo, melalui pernyatannya kembali memanen musuh-musuh baru. Kali ini adalah para petinggi lembaga survei.
Saat berorasi di kediamannya beberapa waktu yang lalu, Prabowo menyebut bahwa lembaga-lembaga survei yang ada saat ini adalah pembohong.
“Hai tukang bohong, tukang bohong. Rakyat tidak percaya sama kalian. Mungkin kalian harus pindah ke negara lain. Mungkin kalau bisa pindah ke Antartika. Kalian tukang bohong, kau bisa bohongin penguin di Antartika. Lembaga survei tukang bohong, rakyat Indonesia tidak mau dengar kamu lagi,” kata Prabowo.
Pernyataan Prabowo tersebut didasari oleh hasil hitung cepat beberapa lembaga survei yang rata-rata memenangkan pasangan capres Jokowi-Ma’ruf Amin. Padahal hasil hitung cepat tim internal BPN memenangkan pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga.
Hal tersebut diperparah oleh pernyataan juru bicara BPN Andre Rossiade yang secara terang-terangan menyatakan keraguannya terkait independensi lembaga survei berdasarkan biaya operasional lembaga survei.
“Pertanyaan saya, apakah mungkin Saiful Mujani mengeluarkan uang miliaran dari kantong dia sendiri? Apakah mungkin Yunarto Wijaya mengeluarkan uang dari kantong dia sendiri, Burhanuddin Muhtadi mengeluarkan uang dari kantong pribadi dia sendiri?” Ujar Andre di Media Center Prabowo-Sandi, pada Jumat, 19 April 2019 lalu.
Tak butuh waktu lama bagi para petinggi lembaga survei untuk segera bereaksi. Mereka langsung mengecam pernyataan orang-orang di kubu Prabowo tersebut.
Ketua Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Philips Vermonte mengatakan bahwa quick count dan exit poll yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei itu dilakukan dengan serius menggunakan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan.
“Quick count dan exit poll bukan abal-abal atau mengarang atau aktivitas menipu penguin-penguin. Kita adalah scientific dan diselenggarakan secara serius dan bukan main-main,” ujar Philips. “Kalau orang Persepi yang diduga tidak punya integritas itu tidak melakukan proses quick count dan exit poll menurut standar ilmiah dan memenuhi standar integritas kan bisa kelihatan. Ada formulir C1 planonya, bisa di-crosscheck, ditabrakkan dengan daerah di tempat pemungutan suara terkait.”
Menurut Philips, letak polemik utama konflik kubu Prabowo dengan lembaga-lembaga survei ini bukan terkait proses yang dilakukan oleh lembaga survei, melainkan hasil survei yang sesuai dengan kubu mereka atau tidak.
“Ketika sesuai dengan keinginannya mereka katakan ini lembaga kredibel, tidak dibayar, penuh integritas, (tapi) ketika tidak sesuai keinginannya, mereka katakan ini lembaga tidak punya integritas.”
Yah, begitulah Pemilu. Kalau dalam posisi kalah, semuanya jadi tampak seperti musuh. Termasuk para lembaga survei.
Satu-satunya lembaga survei yang masih bisa dirangkul sebagai kawan mungkin adalah Survei Famili 100 besutan mas Sonny Tulung. Etapi itu juga susah ding, soalnya Mas Sonny-nya kan caleg PKPI, jadi tetap musuh juga.
Seribu kawan memang terlalu sedikit, dan satu musuh memang terlalu banyak. Dan sialnya bagi kubu Prabowo, satu per satu kawan malah mulai kabur, sedangkan musuh satu per satu mulai mendekat.
Aduuuh, Pucing pala BPN…