Aturan tentang tidak diperbolehkannya mantan napi koruptor untuk nyaleg yang tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota mulai diberlakukan.
Kamis, 26 Juli 2018 kemarin, KPU secara resmi mengembalikan berkas pendaftaran 199 mantan napi korupsi yang tetap nekat mendaftar sebagai bakal caleg DPRD di Pileg 2019 kepada masing-masing parpol yang mengusung.
Tak pelak, aturan tidak diperbolehkannya mantan napi koruptor untuk nyaleg ini langsung mendapat banyak protes dari berbagai pihak. Bahkan sudah ada beberapa mantan napi korupsi yang menggugat peraturan Komisi Pemilihan Umum ke Mahkamah Agung.
Soal peraturan KPU ini memang sudah lama menjadi pro-kontra. Ada banyak tokoh yang secara terang-terangan tidak setuju jika mantan napi korupsi dilarang ikut pileg.
Belakangan, Wakil Ketua DPR Fadli Zon ikut menjadi salah satu barisan yang ikut memprotes aturan KPU tersebut.
Politisi Partai Gerindra itu tidak setuju jika mantan napi korupsi tidak diperbolehkan untuk ikut nyaleg. Menurut Fadli, mantan napi korupsi sudah mendapatkan hukuman yang setimpal sebagai bagian dari penebusan dosa, sehingga mereka seharusnya boleh mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.
“Undang-undang tidak spesifik menyebutkan itu, semangat dari undang-undang kita mendukung (pencegahan korupsi) tapi mereka yang sudah menjalani hukum sebagai warga binaan tentunya mereka sudah menembus apa yang menjadi dosa-dosa yang merupakan keputusan pengadilan,” kata Fadli. “Saya kira ini juga harus dipertimbangkan karena banyak dari mereka yang sudah taubat atau mereka sudah menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.”
Yah, beda orang, beda pemikiran. Urusan mental memang tidak bisa dipaksakan.
Mungkin Fadli Zon tidak tahu, bahwa hal yang paling baik untuk mantan napi korupsi bukanlah diberi kesempatan menjadi wakil rakyat, melainkan diberi kesempatan untuk sadar diri dan ngaca setiap hari.
Fadli Zon juga mungkin tak paham, bahwa profesi terbaik pasca taubat bagi mantan koruptor adalah penjaga panti asuhan, guru ngaji, marbot masjid, dan pekerjaan-pekerjaan mulia lainnya, bukan malah menjadi anggota legislatif yang bisa membawanya kembali terjerumus pada lubang hitam yang sama. (A/M)