Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Malam Jumat

Kuntilanak Siang Hari yang Sempet-sempetnya Nyamar Jadi Anak Magang

Redaksi oleh Redaksi
9 Mei 2019
A A
Kuntilanak Siang Hari yang Sempet-sempetnya Nyamar Jadi Anak Magang

perhatikan baik-baik

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Niat hati menyambut anak-anak magang, kami malah disambut balik oleh kuntilanak siang hari yang misterius di gedung apotek.

Sebagai apoteker di sebuah apotek di Bandung, aku harus memahami betul bahwa pekerjaanku bukan hanya berkaitan dengan obat, tapi juga dengan penerimaan anak-anak magang PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker). Kalau diibaratkan dengan anak-anak D3, program ini mungkin serupa PKL.

Saat itu, aku ingat, masih bulan Desember 2018. Pihak apoteker ingin memberi beberapa informasi terkait PKPA kepada mahasiswa yang diterima di sana. Maka, kami memanggil empat orang mahasiswa yang masing-masing akan melakukan PKPA pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April.

Acara pemberian informasi ini dipandu langsung oleh Kang Bernard, seorang apoteker senior. Dengan penuh percaya diri, Kang Bernard mengajak seluruh anak PKPA untuk menginformasikan ketentuan yang berlaku dan keadaan apotek kami.

Oh iya,acara hari itu berlangsung siang hari. Masih terik, aku ingat betul. Tapi, ternyata sesuatu terjadi meskipun matahari sedang panas-panasnya.

Setelah menjelaskan ketentuan panjang lebar di ruang tunggu klinik, Kang Bernard kembali bergabung dengan kami di ruangan apoteker. Aku melihat garis wajahnya lesu, lalu berkata, “Gimana, Kang, anak-anaknya? Mereka aktif?”

“Iya,” sahut Kang Bernard setelah menenggak air putih, “Mereka lumayan aktif dan saya rasa nanti kita bakal cocok sama mereka. Sopan-sopan juga. Semuanya dari Farmasi Unpad.”

“Wah, almamater saya, Kang,” jawabku otomatis. Kang Bernard cuma terkekeh saja.

“Tapi,” lanjutnya, “ada satu orang yang pendiam banget. Cewek, nggak pakai kerudung.”

Aku mengerutkan dahiku. Sebagai salah satu orang yang menyortir pendaftaran anak PKPA, seingatku dalam empat bulan ke depan, mahasiswa perempuannya berkerudung semua.

“Yang mana, Kang? Yang cewek kalau nggak salah cuma dua, kok. Dan dua-duanya pakai kerudung.”

“Ada, kok, tadi. Pakai baju merah, rambutnya panjang. Duduk di baris kedua. Mereka kan cuma berempat, jadi saya ingat.”

Aku agak terdiam mendengar jawaban Kang Bernard. Tadi aku memang tidak menyambut anak-anak magang satu per satu, jadi agak susah bagiku untuk memahami cerita Kang Bernard.

“Ah, tapi seingat saya semuanya pakai kerudung,” sambungku, sambil berjalan menuju meja tempat kami menyimpan dokumen permintaan magang dari para mahasiswa. “Itu kuntilanak siang hari, kali?” sambungku, asal.

Iklan

Kang Bernard menggelengkan kepalanya tak percaya, “Ya ampun, Lin, kamu masih nggak percaya sama saya? Ya udah, yuk sini keluar. Tadi saya suruh anak-anak itu keliling apotek.”

Apotek kami cukup luas, jadi kami tidak langsung bertemu dengan rombongan anak-anak magang. Agar lebih meyakinkan saya, Kang Bernard bertanya pada asisten apoteker kami di depan.

“Ci, tadi kamu lihat rombongan anak PKPA, kan?”

“Iya, Pak.”

“Ada yang pakai baju merah, kan?”

Cici, si asisten tadi, langsung terdiam. Dahinya berkerut. “Nggak ada, Pak, seingat saya. Tiga orang, kan?”

Pertanyaan Cici membuatku dan Kang Bernard berpandangan. Loh, kok tiga orang? Harusnya kan empat!

Karena tidak mendapat jawaban memuaskan dari Cici, Kang Bernard mulai bertanya pada SPG obat tenggorokan yang hendak pulang. Setiap siang, ia memang mengunjungi apotek kami.

“Put, tadi kamu lihat rombongan anak PKPA, kan? Yang tadi masuk bareng saya? Ada anak yang pakai baju merah, kan?” tanya Kang Bernard.

Putri, si SPG tadi, menatap kami dengan mata sedikit melotot. Lalu katanya, “Ja-jadi tadi yang lihat bukan saya aja, ya?”

“Maksudnya gimana, Put?” tanyaku, keheranan.

“Tadi memang ada yang pakai baju merah, Bu. Rambutnya panjang sekali. Tapi…”

“Tapi apa, Put?” kejar Kang Bernard.

Putri belum sempat menjawab waktu tiba-tiba hapeku bergetar. Sebuah pesan pendek masuk. Aku membacanya dengan segera.

“Selamat siang, Bu Lina. Saya Amelia, mahasiswa PKPA yang akan magang di apotek. Mohon maaf, Bu, hari ini saya berhalangan hadir dan baru sempat mengabari sekarang. Apakah saya bisa datang besok, Bu? Terima kasih sebelumnya.”

Aku melongo membaca pesan ini. Kang Bernard bertanya ada apa, dan aku hanya bisa menunjukkan layar hapeku yang masih menyala. Putri memandangi kami agak ngeri dan berkata, “Bu, Pak, dulu tempat ini bekas rumah kosong yang sudah lama nggak dipakai. Katanya angker—”

“Ah, jangan nakut-nakutin kamu, Put!” seru Kang Bernard, mungkin teringat joke-ku soal “kuntilanak siang hari”.

“Ih, nggak, Pak. Saya lagi cerita beneran!”

“Emangnya ada apa, Put?” tanya saya, penasaran.

Putri gantian memandangku, lantas melanjutkan kisahnya, “Saya nggak tahu kapan mulainya, tapi banyak yang bilang tempat ini ada… kuntilanaknya. Nggak cuma malam, kuntilanak siang hari juga katanya sering kelihatan, Bu.”

“Ya ngapain juga kuntilanak siang hari, Put? Nggak kepanasan?” celetuk Kang Bernard agak sewot. Sejurus kemudian, ia segera masuk ke dalam dan mencari anak-anak magang. Aku mengikutinya. Agaknya, ia ingin membuktikan bahwa gadis berbaju merah itu benar-benar ada.

Tapi, mau Kang Bernard muter-muter sampai satu juta kali sekalipun, kurasa dia tak akan menemukan apa pun. Kami akhirnya mendatangi anak-anak PKPA (yang benar cuma bertiga!) dan bertanya: apakah ada perempuan berbaju merah di antara mereka?

“Nggak ada, Kang, kan kami cuma bertiga dari pagi.”

Kang Bernard tidak menjawab. Wajahnya pucat seharian. (A/K)

Terakhir diperbarui pada 20 Juni 2019 oleh

Tags: Anak Magangapotekkuntilanak siang hariPKPA
Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

Lika-Liku Dunia Apoteker: Sekolahnya Mahal, Gajinya Lumayan, tapi Sering Ketemu Pelanggan yang Ajaib apotek
Liputan

Lika-Liku Dunia Apoteker: Sekolahnya Mahal, Gajinya Lumayan, tapi Sering Ketemu Pelanggan yang Ajaib

9 Mei 2024
tukang parkir liar di jogja dan jawa tengah.MOJOK.CO
Catatan

Nekatnya Pengusaha “Kecil” di Jogja dan Jateng yang Tolak Tukang Parkir Liar, Rela Menggaji Mereka Asal Pelanggan Nyaman

26 April 2024
apotek brebes tolak tukang parkir ilegal.MOJOK.CO
Ragam

Pemilik Apotek di Jawa Tengah Nekat 8 Tahun Tolak Tawaran Tukang Parkir Liar Sampai Didatangi Ormas, Demi Pelanggan

16 April 2024
Kimia Farma Malioboro Apotek Tertua Jogja Sejak Zaman Belanda
Kilas

Apotek Kimia Farma Malioboro, Apotek Tertua Jogja Bekas Toko Obat Belanda

26 September 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.