Tanya: Sebut saja saya Budi, seorang pria di usia labil yang sedang mencari pembenaran atas dirinya sendiri yang masih terjebak di bawah bayang-bayang mantan pacar.
Jadi begini. Selama SMA saya berpacaran dengan seorang wanita yang boleh dikata “sempurna” di mata saya. Kami menjalin hubungan selama 3 tahun. Meskipun tidak mulus dan beberapa kali on-off, hubungan kami bahagia.
Masalah mulai terjadi setelah kami lulus. Karena mengejar cita-cita masing-masing dan ada berbagai hal yang tak berjalan sesuai harapan kami, kami pun putus.
Selama putus dari dia, saya beberapa kali dekat dengan wanita. Tapi, entah mengapa saya selalu kehilangan perasaan dengan orang lain saat mantan saya kembali menghubungi. Padahal, saat menghubungi saya pun saya selalu melihat nama pria lain di profil medsosnya. Bayangkan, setiap saya mulai mencoba menjalin hubungan dengan orang lain, dia selalu tiba-tiba menghubungi saya dan saya (selalu) akhirnya dicap tukang PHP oleh temen-temen dekat saya karena meninggalkan gebetan baru di tengah jalan.
Saya heran saya ini pria macam apa.
Sampai sekarang, sudah sekitar dua tahun saya putus dari mantan saya ini dan saya belum berani lagi menjalin hubungan dengan orang lain. Antara takut kejadian yang sama terulang dan malas memulai dari awal.
Mohon pencerahannya, Gus Mul dan Cik Prim.
Salam,
Budi
Jawab: Halo, Bud. Kamu terhubung dengan Karjo di sini yang mulai pekan ini menggantikan Gus Mul dan Cik Prim menjawab curhat-curhat yang masuk di Mojok. Semoga tidak mengecewakan.
Langsung aja ya. Orang-orang yang sedang mengalami masalah asmara biasanya dikaburkan pandangannya dari fakta-fakta yang memang sudah di depan mata. Dari curhatanu, ada beberapa fakta yang bisa Karjo ambil.
Pertama, dia sudah dekat dengan pria lain.
Kedua, dia masih menghubungimu.
Di sini, tidak jelas juga sih motivasi dia menghubungi itu buat apa. Sekadar menjaga tali silaturahmi? Atau masih menyimpan rasa sama kamu? Atau dia sebenarnya kurang bahagia dengan orang-orang yang dekat dengannya selama ini?
Kalau memang masih ada rasa, ya ngapain putus? Hhe hhe. Tapi, kalau yang dimaksud “menghubungi” di ceritamu tadi sekadar menyambung tali silaturahmi, harusnya sih nggak perlu sampe bikin hubungan kamu dengan wanita lain terganggu. Kalau sampai terganggu, ya, kemungkinan besar kamunya kegeeran dan sebetulnya masih menyimpan rasa, tapi kau takut mengakuinya dan kemudian menjadikan “mantan yang kembali menghubungi” sebagai kambing hitam.
Ketiga, kamu juga sempat dekat dengan wanita lain. Kalau dia sudah dekat dengan orang lain dan kamu juga sudah dekat dengan wanita lain, ya sudah toh? Itu artinya kalian sudah selesai, bukan begitu? Atau jangan-jangan kalian sebenernya sama-sama masih menyimpan rasa, tapi gengsi buat balikan? Tapi, kalian juga nggak bisa sendirian sehingga akhirnya dekat dengan orang lain untuk dijadikan tempat pelarian?
Hih, egois sekali.
Seperti yang Karjo yakini selama ini, orang-orang dengan masalah asmara seringnya sudah tahu jawaban atas masalah mereka, namun menutup mata dari jawaban tersebut. Untuk kasusmu, kamu sudah menjawabnya sendiri. Karjo kutip,
“saya belum berani lagi menjalin hubungan dengan orang lain. Antara takut kejadian yang sama terulang dan malas memulai dari awal.”
Jadi masalahnya bukan di “mantan yang menghubungi kembali”, tapi di diri kamu sendiri. Kamu belum berani menjalin hubungan dengan orang lain. Solusinya? Ya, tumbuhkan keberanian, lah. Takut kejadian yang sama terulang kembali. Kejadian yang mana?
Gagal dalam bercinta? Kalau kata lagu dangdut sih, “Percuma berlayar kalau takut gelombang.”
Malas memulai dari awal? Hadeeehhh. Ini nih mental ingin enaknya aja, tapi nggak mau berusaha. Semua hubungan dimulai dari awal, Mz. Emangnya ada hubungan yang ujug-ujug langsung bahagia hingga ajal memisahkan? Kalau ada, Karjo pesen satu. Cabenya dua aja.