Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Memahami Komentar Fadli Zon yang Beyond Progresif dalam Lima Menit

Randi Reimena oleh Randi Reimena
1 Maret 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Setelah paham dengan cara berpikirnya, saya pastikan Anda tidak akan terkejut lagi kalau-kalau membaca komentar Fadli Zon di kemudian hari.

“Apa Fadli Zon ini tidak paham pengertian kampanye hitam?” tanya seorang teman dengan nada sedikit mencemooh di status Facebook-nya. Post itu ia bagikan bersama sebuah link berita berisi komentar Fadli Zon mengenai tiga emak-emak simpatisan PEPES (Persatuan Emak-emak Pendukung Prabowo Sandi), yang ditangkap karena melakukan kampanye hitam.

Teman saya hanyalah salah satu dari sekian netizen yang saban hari nyinyirin Bang Fadli. Sepertinya mereka-mereka ini belum kenal betul dengan Bang Fadli beserta segala kecanggihannya. Atau mungkin, mereka kebanyakan baca artikel-artikel Mojok tentang Bang Fadli—yang tentu saja bias Mojok—sehingga pemahamannya akan visi Bang Fadli terbawa-bawa bias Mojok? Entahlah.

Dalam mengomentari penangkapan emak-emak tersebut, Pak Mahfud MD boleh ngomong kalau kampanye hitam itu artinya tuduhan tanpa dasar, tanpa data, alias mengada-ngada. Pakar Hukum Tata Negara dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut juga boleh ngomong kalau kampanye hitam melanggar undang-undang, berbeda dengan kampanye negatif yang sah-sah saja selama data yang digunakan sahih.

Tapi seperti kata pepatah: lain ikan lain lubuknya, lain padang lain belalang. Lain Pak Mahfud, lain pula Bang Fadli.

Menurut komentar Fadli Zon, penangkapan tiga emak-emak simpatisan PEPES itu keliru. Apa yang dilakukan emak-emak tersebut—dengan berkampanye dari pintu ke pintu dan menyebutkan bahwa kalau Jokowi terpilih, azan akan dilarang dan pernikahan sejenis dibolehkan di Indonesia—tak dianggapnya sebagaimana kampanye hitam sebagaimana diberitakan.

Menurut Bang Fadli, kampanye emak-emak tersebut masih di dalam ranah pendapat pribadi yang memang menjadi polemik. “Kan memang ada juga yang mendukung LBGT. Ada, nggak? Kan ada. Yang mendukung suara azan dikecilin, ada nggak? Kan ada juga. Itu tinggal diklarifikasi saja.”

Dengan kata lain, Bang Fadli menilai apa yang dikampanyekan emak-emak tersebut adalah benar adanya, tidak mengada-ngada—tinggal diklarifikasi saja. Ia hanya perlu diperjelas dengan sekian data, maka teranglah semuanya.

Bagi yang mendaku waras, seperti teman saya itu, pernyataan Bang Fadli pasti tampak aneh. Soalnya, kalau mau diklarifikasi pun, dalam hal dukung-mendukung LBGT misalnya, datanya nggak akan ketemu. Mana ada, sih, parpol yang terang-terangan mengaku memperjuangkan hak-hak LBGT? Yang ada itu cuma parpol yang diam-diam berharap meraup suara kaum minoritas tanpa perlu menanggung risiko dicap macam-macam!

Kalau begitu, apakah Bang Fadli ini tidak bisa membedakan antara kampanye hitam dengan kampanye negatif? Apakah ia tidak bisa membedakan antara mengecilkan suara azan dan melarang suara azan? Atau jangan-jangan, Bang Fadli ini agak… nganu? O, tentu tidak. FYI, Bang Fadli ini bukan orang sembarangan.

Nggak percaya? Sini, saya kasih pencerahan.

Sebagai orang yang telah berziarah ke makam Karl Marx, Bang Fadli sepertinya melihat betapa konsep-konsep, pengertian-pengertian, serta berbagai definisi yang hari ini telah baku tidak lagi memadai bagi dirinya yang kelewat visioner. Seperti kata Karl Marx dalam film yang mungkin ditonton Bang Fadli, “Tidak ada yang tetap, segalanya bergerak.”

Contohnya, dalam soal definisi “mengecilkan” tadi. Pemahaman umum boleh mengatakan kalau mengecilkan itu artinya tidak sama dengan melarang. Namun, bagi Bang Fadli, pengertian semacam itu tidak memadai lagi. Sebaliknya, definisi ini harus diruntuhkan. Di atas reruntuhan pengertian usang itu, Bang Fadli membangun pengertian baru: anjuran mengecilkan volume azan sama artinya dengan melarang azan (dalam volume yang keras). Titik.

Sekarang mari perhatikan komentarnya baru-baru ini mengenai gagasan Bang Sandi menjadikan Bali sebagai kawasan “wisata halal”.

Iklan

“Jangan egois,” komentar Fadli Zon saat menanggapi beberapa pihak yang menolak usulan Bang Sandi tersebut.  “Kalau kita yakin dengan ke-Bhineka Tunggal Ika-an, dengan pluralisme, harusnya tidak begitu, dong. Kalau ada aspirasi ‘wisata halal’, harusnya diterima kalau kita memang mengakui Bhineka Tunggal Ika.”

Maksudnya begini. Pengertian Bhineka Tunggal Ika yang selama ini dipahami orang ramai sebagai “berbeda tapi tetap satu” itu, juga sudah tidak memadai lagi. Terlebih, pengertian tersebut sudah tidak memadai untuk menampung gagasan Bang Sandi. Pengertian yang telah mapan tersebut harus dilampaui.

Maka, berdasarkan komentar Fadli Zon tadi, pluralisme bukanlah sekadar tersedianya sarana ibadah serta terjaminnya kebebasan beribadah atau makanan halal bagi wisatawan muslim. Pluralisme itu berarti bahwa Bali harus menerima istilah-istilah yang identik dengan agama mayoritas di Indonesia sebagai branding pariwisatanya, seperti “wisata halal”.

Itu dalam kasus Bali. Apabila diluaskan, kalau suatu saat ada aspirasi “NKRI Bersyariah”, warga negara Indonesia lainnya harus terima kalau memang mengakui Bhineka Tunggal Ika. Pokoknya, mereka tidak boleh egois. Begitulah makna sejati pluralisme di masa depan.

Setelah semakin paham dengan cara berpikir Bang Fadli, saya pastikan Anda tidak akan terkejut lagi kalau-kalau membaca komentar-komentarnya yang tiap sebentar muncul di beranda Facebook. Dalam soal historiografi, misalnya, Bang Fadli berjanji akan menulis ulang sejarah Indonesia apabila  Pak Prabowo menang pilpres.

Dalam hal ini, Pak Yamin boleh berandai-andai dan mengatakan bahwa bangsa Indonesia telah ada sejak zaman Majapahit, lengkap dengan bendera nasionalnya, sementara visi Fadli Zon ternyata jauh melampaui itu.

Menurut Bang Fadli, bangsa Indonesia telah ada semenjak 40.000 tahun yang lalu, bahkan sebelum jaman nabi-nabi.

Kuat dugaan saya, Bang Fadli lewat proyek pelurusan sejarahnya, dapat memperlihatkan kalau pelanggaran HAM di Papua hari ini adalah kelanjutan dari penyingkiran sistematis yang dilakukan orang Austronesia terhadap orang Melanesia di kepulauan Nusantara yang telah dimulai sejak 3000 SM.

Jika pada masa-masa tersebut orang Melanesia yang menghuni kepulauan Nusantara bagian tengah tersingkir secara perlahan ke bagian barat akibat perebutan sumber produksi pangan, maka kejadian serupa hari ini disebabkan oleh perebutan tambang dan lahan perkebunan.

Lebih dari itu, proyek tersebut adalah lonceng kematian bagi narasi-narasi rasis dalam dunia politik tanah air, seperti “pribumi dan nonpribumi”. Kemudian, Bang Fadli akan mengajak elite-elite politik kita untuk menimbang-nimbang relevansi nasionalisme di tengah dunia yang semakin terglobalisasi ini. Dari situ, Bang Fadli akan merancang suatu tipe masyarakat multinasional yang memadai bagi keragaman yang semakin besar.

Wow. Wow. Wow.

Jadi, Saudara-saudara, berhentilah nyinyir ke Bang Fadli kalau tidak mengerti apa maksud sebenarnya dari pernyataan-pernyataannya. Bang Fadli ini lahir terlalu cepat. Pemikirannya belum akan dimengerti oleh orang-orang zaman sekarang.

Lihat saja: 300 atau 400 tahun ke depan, twit-twitnya bakal dikaji secara serius. Komentar Fadli Zon Yang Terhormat bakal dibahas di berbagai jurnal ilmiah. Korpus pemikirannya dibedah di kampus-kampus.

Bang Budiman Sudjatmiko mestinya malu sama Bang Fadli. Saat Bang Budiman di mana-mana mengibarkan dirinya sebagai sosok progresif, Bang Fadli malah dapat dikatakan sudah beyond-progresif!

Terakhir diperbarui pada 1 Maret 2019 oleh

Tags: Emak-emakkampanye hitamkomentar fadli zonLGBTPEPEStwitter
Randi Reimena

Randi Reimena

Artikel Terkait

emak-emak, jogja memanggil.MOJOK.CO
Aktual

Aksi Jogja Memanggil: Saat Emak-Emak Sudah Turun ke Jalan, Tandanya Negara Sedang Tak Baik-baik Saja

20 Februari 2025
Cerita Emak-Emak Joki Game Online AQW, 24 Jam menatap Komputer Demi Menghidupi 2 Anak Seorang Diri.MOJOK.CO
Sosok

Cerita Emak-Emak Joki Game Online AQW, 24 Jam menatap Komputer Demi Menghidupi 2 Anak Seorang Diri

13 Agustus 2024
Dubes RI untuk Vatikan: Gereja Katolik Tidak Akan Mengakui Perkawinan Sejenis MOJOK.CO
Aktual

Dubes RI untuk Vatikan: Gereja Katolik Tidak Akan Mengakui Perkawinan Sejenis

21 Desember 2023
The 1975 mojok.co
Hiburan

Luapan Kekecewaan Fans The 1975: ‘Please Jangan Aneh-aneh, Orang tuh Nggak Segampang Itu Ketemu Kamu’

4 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.