MOJOK.CO – Pertanyaan Jokowi untuk Prabowo pada debat capres tahap kedua soal unicorn merupakan pola yang mirip dengan debat capres 2014 silam.
Soal yang dilempar mengenai topik unicorn pada debat capres 2019 tahap kedua menjelaskan bahwa Jokowi, dan Prabowo, dan seluruh penggemarnya tidak banyak berubah sejak debat capres 2014.
Jokowi tetap demen menjebak Prabowo—dan pendukungnya tetap menjadikan kebingungan Prabowo sebagai bahan olok-olok. Lalu Prabowo tetap setuju dengan Jokowi perkara ini. Sungguh nostalgik debat capres semalaman.
Menariknya, saat kata “unicorn” muncul dan Pak Prabowo bertanya balik, “Yang Bapak maksud unicorn? Maksudnya yang online-online itu, iya kan?” dalam waktu sekejap saja, karakter My Little Poni favorit anak saya ramai muncul di linimasa medsos.
Kayaknya Jokowi (atau tim-nya) tahu betul bahwa terma “unicorn” bukan sesuatu yang akrab untuk Prabowo.
Jangan kata soal bahwa yunikorn yang dimaksud itu berkaitan dengan Revolusi Industri 4.0. Yunikorn yang adalah kuda bertanduk sebagai karakter kartun saja belum tentu beliau paham. Kuda-kuda yang biasa diinstal Prabowo kan bukan tipe kuda bercula satu.
Maka seharusnya ketika melihat reaksi Prabowo yang terbata-bata menjawab Jokowi soal yunikorn itu, kita: 1) tidak perlu heran ketika Prabowo terpaksa meminta penjelasan Jokowi tentang unicorn yang online-online itu; dan 2) berharap Jokowi tidak perlu menjebak lawan debatnya itu dengan kata “unicorn”.
Tetapi—yah—Jokowi tentu saja berhak melakukannya karena kebingungan Prabowo akan berpotensi munculnya meme dan Jokowi akan dianggap pintar. Pintar tentang yunikorn. “Ih, tidak tahu yunikorn tapi mau maju capres. Macam mana pula Pak Prab ini?” Begitu kata netizen Projo nengolok-olok Pak Prabowo.
Padahal mereka yang mengolok-olok itu juga tidak tahu (atau baru mendengar) soal unicorn ini. Tetapi namanya juga aktivis medsos. Asal bisa bikin saingan malu, kita akan hantam kromo, hajar sana bantai sini, menertawakan ketidaktahuan lawan dengan kekeh yang panjang dan kencang sembari menutup ketidaktahuan sendiri.
Setelahnya, kita segera ke gugel. Mengetik kata kunci: apa itu unicorn indonesia 4.0?
Omong-omong soal nostalgik tadi, yang begini ini juga dilakukan Jokowi dan terjadi pada kita pada debat capres tahun 2014 silam. Lupa ya?
Kala itu Jokowi dengan nakal menjebak Prabowo dengan TPID. Ya. TPID. Tanpa penjelasan lain tentang apa TPID yang dia maksudkan, apa kepanjangan dari akronim itu. Prabowo kelimpungan.
Mengakui bahwa dirinya tidak tahu apa itu TPID? Sebuah kejujuran yang membuat Prabowo disantap meme secara seketika.
Padahal ya bisa jadi yang bikin meme juga nggak tahu apa-apa soal TPID, tapi toh mereka bukan capres jadi akan dianggap sah-sah saja jika tidak tahu asal tetap bisa mengolok-olok. Beuuuh.
Sumbangsih kebingungan Prabowo soal TPID pada meningkatnya elektabilitas Jokowi (yang kemudian keluar sebagai pemenang Pemilu) lima tahun silam barangkali tidak besar, tapi tetap ada. Terutama bagi yang merasa bahwa capres harus tahu juga soal cara pandang kaum milenial.
Anehnya, timses Prabowo tidak memikirkan itu (atau lupa?) sehingga lupa memberi tahu capres nomor urut dua ini soal unicorn.
Padahal kalau mau jujur, soal yunikorn yang kini ramai jadi meme itu, jelang debat kedua justru sedang asyik-asyiknya dibahas menyusul kasus Achmad Zaky si CEO Bukalapak. Harusnya bisa jadi petunjuk untuk timses bahwa peluang kata itu muncul dalam debat capres sangatlah besar.
Kok bisa-bisanya Timses Prabowo dan Prabowo sendiri abai akan topik ini?
Hm, menurut saya ada tiga kemungkinan yang terjadi.
Pertama, timses Prabowo yang sekarang bukan timses Prabowo yang dulu. Karena yang dulu tidak berhasil membawa kemenangan, mereka kemungkinan dipecat. Cari lagi yang lebih bagus. Bisa jadi karena itu kasus TPID pada debat capres 2014 tidak terekam, dan karenanya tidak diantisipasi untuk debat capres 2019.
Kedua, Timses Prabowo mungkin menganggap kalau Jokowi tidak mungkin memakai pola lama dalam debat capres kali ini.
Pola lama ini maksudnya menyusun jebakan dengan pertanyaan yang tidak terlampau jernih. Dan saya sungguh heran bahwa moderator debat tidak melakukan apa-apa.
Idealnya, moderator sebagai pengendali jalannya debat memperjelas maksud penanya atau sebuah pertanyaan, agar yang ditanya bisa menjawab dengan baik sehingga penonton (yang saya yakini juga hanya mengetahui unicorn sebagai kuda bertanduk) bisa terbantu.
Atau jangan-jangan moderator debat kita semalam itu juga memikirkan unicorn dalam kerangka My Little Poni?
Ketiga, kubu Prabowo memang memutuskan untuk tidak mau terlibat apapun dalam urusan yang berhubungan dengan kuda. Tahun 2014, kuda, dan Prabowo adalah memori yang buruk.
Masih ingat nggak?
Kala itu foto Prabowo bersama kuda kesayangannya disandingkan dengan foto mesra antara SBY bersama Ibu Ani dan foto Jokowi bersama Ibu Iriana. Pengalaman traumatik yang jadi senjata andalan para lawan politiknya.
Poinnya saat itu: udah deh, ngurus kuda aja nggak usah ngurus negara dan rumah tangga.
Jahat emang.
Sekarang kampanye model naik kuda sudah dibuang jauh-jauh Tim Prabowo, nggak lagi dipakai. Mungkin dianggap nggak efektif. Ya iya dong, bilang harga kebutuhan hidup mahal tapi kampanye pakai kuda miliaran kan jelas kontraproduktif?
Keputusan yang tepat sepertinya.
Sayangnya, ketika kubu Prabowo sudah turun dari kuda dan meninggalkan model kampanye naik kuda, Jokowi malah baru naik kuda; kuda unicorn, untuk nyerang Prabowo. Mammamia.
Akibat dari tiga situasi di atas sudah jelas. Ingatan kita tentang debat capres kali ini bukan tentang soal-soal penting seperti masalah penguasaan lahan, konflik sosial yang menyertai pembangunan infrastruktur, dan lain-lain, melainkan soal kegagapan Prabowo tentang unicorn.
Begitulah.
Alih-alih menjadikan debat sebagai ajang menganalisa kemampuan capres, kita malah menontonnya untuk melihat calon mana yang layak di-meme-kan.
Seorang teman saya malah menonton keseluruhan debat dengan protes: kenapa bedak Pak Prabowo terlalu putih? Atau kenapa Jokowi sering mecucu saat mendengar pertanyaan? Astaga.
Hmmm… Ternyata begitu. Tidak banyak yang berubah dari debat-debat Pilpres kita. Kalau Jokowi memakai “unclear question” untuk menjebak, Prabowo memakai strategi yang sama juga: menyetujui pendapat-pendapat Jokowi. Dari 2014 dan 2019 ya begitu-begitu aja.
Apakah itu berarti bahwa pemenang Pilpres akan sama? Belum tentu.
Strategi bisa saja sama, hasil tidak harus sama.
Kemarin, waktu Valentine’s Day, teman saya mengulang strategi menembak gebetannya dari pola setahun silam. Hasilnya beda. Setahun lalu dia ditolak mentah-mentah oleh gebetannya.
Tahun ini? Ditolak plus kena gampar sama pacar gebetannya itu. Beda kan?
Bisa jadi, hal yang sama terjadi juga dengan Pilpres 2019 kali ini.