MOJOK.CO – Naiknya nilai kurs dolar terhadap rupiah menjadi kesempatan beberapa pihak untuk dijadikan bahan provokasi. Pantas kah?
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah di tahun politik. Tahun di mana Presiden Jokowi akan kembali maju ke Pilpres 2019 bersama Ma’ruf Amin dan bersaing dengan Prabowo-Sandiaga. Amukan nilai tukar dolar AS yang terus merangkak naik ini memantik kritikan pedas dari oposisi terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Hasilnya, Jokowi dinilai gagal.
Ahmad Dhani menganggap hal ini justru prestasi paling nyata dari Jokowi. Sedangkan dari pihak Demokrat menyatakan bahwa hanya Jokowi yang dapat menyamai Soeharto, menjadikan nilai tukar rupiah berada dalam level ini. Tentunya, mereka menganggap keadaan tersebut tidak jauh berbeda dengan krisis moneter 1998.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, meminta kita untuk tidak membandingkan Rp14 ribu sekarang dengan Rp14 ribu pada 20 tahun yang lalu. Pasalnya, 20 tahun yang lalu, kenaikan dolar itu berangkat dari Rp2.800 naik menjadi Rp14 ribu. Sedangkan sekarang, kenaikannya dari Rp13 ribu naik menjadi Rp14 ribu. Itu menjadi hal yang berbeda.
Oleh karena itu, hal ini menyebabkan fundamental ekonomi Indonesia masih kuat di tengah fluktuasi kurs dolar AS. Faktor fundamental tersebut dinilai dari pertumbuhan ekonomi dan inflansi Indonesia. Selain itu untuk mengurangi defisit transaksi yang berjalan, pemerintah juga terus memperkuat sektor riil seperti industri pariwisata, pertambangan, dan ekspor industri. Darmin pun menilai, kebijakan ekonomi makro yang diimplementasikan pemerintah masih cukup efektif.
Namun isu kenaikan nilai tukar dolar di masyarakat tersebut justru dipolitisasi. Memudahkan kinerja Jokowi untuk dijatuhkan oleh pihak lawan. Lihat saja komentar dari beberapa pihak.
Isu yang berkembang kemudian tidak fokus pada bagaimana cara kita bersama-sama agar nilai tukar rupiah menguat. Namun isu yang berkembang adalah meminta Jokowi mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Pasalnya, Jokowi dianggap tidak sanggup menyelesaikan permasalahan tentang naiknya kurs dolar tersebut.
Salah satunya adalah komentar yang dilontarkan oleh Ketua Advokasi dan Bantuan Hukum, DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahean. Melalui akun Twitter @LawanPoLitikJW, ia meminta Jokowi segera mengumumkan pengunduran diri sebelum negara terbengkalai dikarenakan penguatan kurs dolar AS.
“Jika pemerintah sudah tak punya kebijakan lagi untuk menahan laju dolar, sebaiknya sebelum negara ini mangkrak, kami minta Jokowi umumkan pengunduran diri. Bangsa ini ada 260 juta lebih manusia, saya yakin mereka tidak mau jadi korban hanya karena pemerintah salah urus negara.”
https://twitter.com/LawanPoLitikJW/status/1037012626427895808
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR dari Fraksi Gerindra, Soepriyatno mengusulkan supaya pemerintah membuat kebijakan pengetatan. Menurutnya, jika nantinya terjadi dampak politik seperti demo besar-beraran, maka hal tersebut sudah memberikan lampu merah bagi pemerintah.
Gerindra pun menganggap melemahnya nilai tukar rupiah tersebut dapat menggerus elektabilitas Jokowi di Pilpres 2019.
Sedangkan anggota Komisi Keuangan DPR dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah ini bisa jadi “dimainkan’ oleh lawan politik Jokowi.
Tuh kan, memang saat ini nilai tukar rupiah sedang melemah. Namun hal tersebut tidak seharusnya hanya dijadikan bahan untuk menyerang lawan. Kondisi yang sedang tidak baik ini, bukan hanya merugikan kubunya Jokowi saja loh. Namun juga semua masyarakat Indonesia.
Melihat beberapa komentar yang beredar di sosial media kok seakan-akan para oposisi pemerintah ini seperti memang mengharapkan kurs dolar semakin meningkat supaya Jokowi mundur? Kan ya enggak gitu juga.
Padahal kalau dolar semakin menguat, baik kubu Jokowi maupun Prabowo, ya sama-sama kena imbasnya. Nggak cuma salah satu saja yang bakal “menang”. Ini bukan pertandingan, ya. Kita ini sama-sama warga negara Indonesia, yang makan dari tanahnya, yang minum airnya, yang punya mata uang namanya rupiah. Bukan begitu?
Memberikan kritik dan masukan tidak masalah. Namun jangan sampai itu dijadikan bahan untuk provokasi ya! (A/L)