MOJOK.CO – Merayakan sistem zonasi sekolah dengan peribahasa-peribahasa yang nggak relevan, kenapa nggak?
Sistem zonasi sekolah untuk menentukan tempat pendidikan tingkat lanjut bagi para siswa kini sedang jadi perbincangan. Lewat aturan ini, mereka diharapkan bakal masuk ke sekolah dalam jarak prioritas alias dekat dengan tempat tinggalnya.
Tapi—hellaaawwww—apakah Permendikbud Nomor 51/2018 soal penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2019/2020 ini bisa diterima dengan mulus-mulus saja oleh semua orang??? Tunggu dulu~
Sistem zonasi sekolah ini diam-diam menimbulkan banyak patah hati dalam hal akademis. Soalnya, zonasi sekolah ini nantinya bakal “mengikis” predikat sekolah favorit. Yah, mau sefavorit apa pun sekolah itu, kalau letaknya berjarak tiga jam dari rumah, sih, kayaknya mending di-bhaaaay aja~
Menanggapi fenomena sistem zonasi sekolah yang harus dihadapi dedek-dedek gemes ini, Mojok Institute Cabang Pendidikan pun akhirnya turun tangan. Melihat kegelisahan siswa yang tetap dituntut untuk bersikap profesional sebagai peserta didik, kami akhirnya merilis…
*JENG JENG JENG*
…daftar peribahasa yang tidak lagi relevan dengan sistem zonasi sekolah!!!!!11!!11!!!
1. Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China
Ungkapan yang satu ini sungguh populer—menggambarkan betapa upaya belajar semestinya terus berlangsung di mana saja, ke mana saja, tanpa dikekang jarak.
Saya ulangi lagi: di mana saja, tanpa terkekang jarak.
Hahaha. Hahaha. Hahaha.
Monmaap, nih, tapi gimana caranya, ya, mau menuntut ilmu tanpa dibatasi jarak kalau untuk daftar sekolah aja udah kepentok sistem zonasi sekolah??? Hmmm???
2. Dunia Tak Selebar Daun Kelor
Daun kelor, di dunia nyata, berukuran kecil. Ia merupakan daun majemuk di mana dalam satu tangkainya terdapat lebih dari satu helai daun. Kalau dibandingkan sama buku tulis Sinar Dunia, ya jelas nggak ada apa-apanya.
Itu sebabnya, peribahasa “Dunia tak selebar daun kelor” ini berarti “dunia itu tidak sempit”. Padahal, duh please, deh, kalau dunia itu nggak sempit, kenapa pilihan sekolah kini malah kain mengecil karena adanya sistem zonasi sekolah, coba???
3. Gajah di Pelupuk Mata Tak Tampak, Semut di Seberang Lautan Tampak
Peribahasa yang satu ini dipakai untuk menjelaskan bahwa kesalahan diri sendiri sering kali tidak disadari, tapi kesalahan orang lain malah lebih enak buat di-juld-in. Pasalnya, peribahasa ini kurang lebih mengisahkan tentang apa yang sesungguhnya ada di hadapan kita sering kali malah tidak diperhatikan, padahal kita segitu keponya akan hal-hal yang jauh dari diri sendiri.
Ya, ya, ya, alasan kenapa peribahasa ini tidak relevan dengan zonasi sekolah adalah karena—hellllaaaaw, nggak mungkin, lah, sekarang kita bisa secuek itu sekolah yang ada di dekat kita. Suka atau nggak suka, sekolah-sekolah itulah yang kelak jadi sekolah kita, mylov~
4. Jauh di Mata, Dekat di Hati
Ungkapan yang satu ini mungkin terdengar romantis, khususnya buat para pejuang LDR. Walaupun tidak bertemu secara langsung dengan seseorang atau sesuatu, hati kita bakal tetap merasa dekat.
Tapi—tunggu dulu. Apakah makna peribahasa ini bakal sama saja bagi para siswa di Indonesia? Hmmm?
Nyatanya, makna ini sungguhlah makna yang ra mashoook bagi sistem zonasi sekolah. Ya gimana lagi—sekolah dekat rumah mah nggak mungkin jauh di mata. Jalan kaki aja sampe—atau minimal naik ojek online bayarnya empat ribu.
5. Di Atas Langit Masih Ada Langit
Peribahasa yang satu ini sebenarnya cocok digunakan sebagai pengingat agar hati lebih lapang dan tidak bersombong diri. Versinya banyak, salah satunya: “Di atas langit, masih ada Hotman Paris”. Tapi, pada dasarnya, maknanya sama: Di atas orang kaya/sukses/pintar, ada orang yang lebih kaya/sukses/pintar.
Tapi, yaaah, berkat zonasi sekolah, peribahasa ini jadi nggak sesederhana itu lagi. Maknanya pun bukan sekadar “di atas orang pintar, masih ada orang yang lebih pintar lagi” sekarang. Alih-alih makna tersebut, bagi para siswa “korban” zonasi sekolah, kayaknya lebih cocok kalau peribahasa ini dimaknai dengan…
…”di atas orang pintar, masih ada orang yang rumahnya lebih deket sama sekolah inceran.”
Yaaah, namanya juga hidup, Dik~