MOJOK.CO – Sampai sekarang, citra nggak ngapa-ngapain yang disandang Wakil Presiden Ma’ruf Amin masih terus terjaga dan belum juga luntur.
Mari kita sepakati bahwa banyak masyarakat yang mempersepsikan Kiai Ma’ruf Amin sebagai sosok wakil presiden yang tidak terlalu aktif, sosok yang oleh banyak orang dianggap nggak ngapa-ngapain. Saking kuatnya persepsi ini, sampai muncul guyonan dan meme-meme yang isinya menunjukkan ketidakngapa-ngapainnya seorang Ma’ruf Amin. Dari plesetan image thumbnail Youtube tentang video 2 jam nggak ngapa-ngapain yang tokohnya kemudian diganti wajah Ma’rif Amin dan kata 2 jam diganti dengan 5 tahun, lalu kalimat curhat “Pengin dapat cowok yang nggak banyak tingkah kayak Pak Ma’ruf Amin”, sampai istilah guyonan tongkrongan “Diem-diem aja kek wakil presiden.”
Di penelusuran Google, kalau kita menuliskan kata kunci “Ma’ruf Amin”, maka akan muncul beberapa rekomendasi kata kunci lanjutan di mana salah duanya adalah “Ma’ruf Amin ngapain” dan “Ma’ruf Amin kerjanya apa”.
Hal tersebut tentu tidak lahir dari ruang hampa. Sebagai wakil presiden, Ma’ruf Amin memang tak terlalu banyak tersorot pemberitaan. Namanya bahkan boleh dibilang kalah telak dalam porsi pemberitaan di media bila dibandingkan dengan sosok-sosok pejabat di bawahnya seperti Luhut Panjaitan, Mahfud MD, Anies Baswedan, atau Ganjar Pranowo, misalnya.
Kalau mau mencari hasil pencarian berita Ma’ruf Amin di internet, maka jumlahnya pastilah kalah jauh dibandingkan dengan Jokowi dan beberapa pejabat penting lainnya.
Ma’ruf Amin seperti melanjutkan “pencapaian” yang dulu pernah diraih oleh Budiono saat masih menjadi wakil presiden mendampingi SBY, yakni sama-sama dipersepsikan tidak banyak bekerja.
Apakah ini salah? Tergantung. Kita tentu tak tahu bahwa di balik kesan dan persepsi tidak banyak bekerja atau nggak ngapa-ngapain ini, bisa jadi Ma’ruf Amin justru melakukan kerja-kerja yang sangat sibuk. Kerja-kerja nyata namun senyap dan tidak banyak ter-publish di media. Kerja-kerja koordinatif di mana ia tak perlu harus tampil ke muka umum. Saking seringnya ia bekerja, sampai-sampai ia jarang punya kesempatan untuk konferensi pers dan memberikan pernyataan sehingga exposure pemberitaannya sangat sedikit. sekali lagi, kita tak pernah tahu.
Jika penilaiannya hanya sebatas kerja, maka tidak tampak bekerja adalah bukan kesalahan. Yang penting kan kerja, bukan tampak kerja. Namun jika tampak bekerja ikut dinilai, utamanya sebagai faktor dalam memperkuat kepercayaan publik, maka tidak tampak bekerja adalah sesuatu yang salah.
Nah, di masa pandemi seperti sekarang ini, ketika para pejabat dituntut keaktifannya oleh masyarakat dalam usaha mengatasi penyebaran Covid-19, kesan tidak ngapa-ngapain tentu menjadi hal yang buruk. Dalam kondisi seperti ini, citra nggak ngapa-ngapain harus dibuang jauh. Bagaimanapun, pejabat yang tampak ngapa-ngapain tentu jauh lebih bagus ketimbang pejabat yang tidak tampak ngapa-ngapain.
Hal inilah yang seharusnya mulai diperhatikan oleh seorang Ma’ruf Amin, atau minimal, oleh staf-stafnya Ma’ruf Amin. Perlu adanya gebrakan agar seorang Ma’ruf Amin tampak sibuk oleh pekerjaan. Hal tersebut tentu bisa dimulai dengan mengurus media sosial Ma’ruf Amin dengan baik.
Sori-sori aja, nih. Sebagai seorang pejabat, akun media sosial Ma’ruf Amin ini sangat-sangat buruk dari segi impresi dan engagement. Hal ini harus menjadi evaluasi yang penting.
Mari kita blejeti. Akun Twitter resmi Ma’ruf Amin, yakni @Kiyai_MarufAmin “hanya” di-follow 80 ribu orang. Bayangkan, 80 ribu orang. Mon maap nih, akun Twitter saya aja followernya 94 ribu. Masih lebih banyak saya. Padahal jabatan struktural yang pernah saya emban mentok hanya sebagai sekretaris Karang Taruna Kuncup Mekar di kampung saya. Itu pun sudah bertahun-tahun yang lalu.
Kalau dibandingkan dengan Jokowi malah jauh banget. Akun Jokowi difollow oleh 15 juta orang/akun. Atau kalau mau dibandingkan dengan akun Mahfud MD pun, yang notabene jabatannya di bawah wakil presiden, itu pun masih kalah. Akun Mahfud MD difollow oleh setidaknya 3,7 juta. Itu sekitar 40 kali lipatnya jumlah follower Ma’ruf Amin.
Dari segi engagement pun jauh. Bulan Juli ini, misalnya, twit Ma’ruf Amin yang paling banyak mendapatkan engagement adalah twit tentang kontribusi ekonomi dan keuangan syariah dalam perekonomian nasional yang di-post pada 4 Juli 2021. Itu pun yang ngretweet cuma 35 orang.
Bayangkan, twit paling ramai dari akun wakil presiden sebuah negara dengan penduduk 270 juta hanya diretweet oleh 35 orang.
Ini tentu hal yang harus diperbaiki. Twitter adalah media sosial tempat isu-isu strategis tentang sosial dan politik diperbincangkan. Ia bisa menjadi media yang pas untuk meningkatkan pemberitaan.
Masalah kurangnya engagement di Twitter ini setali tiga uang dengan yang terjadi di akun Ma’ruf Amin di Facebook. Follower akun Ma’ruf Amin di Facebook hanya 53 ribu. Sangat-sangat njomplang bila dibandingkan dengan akun Jokowi yang punya follower sampai 10 juta.
Yang berinteraksi di akun Facebook Ma’ruf Amin pun sangat memprihatinkan. Mentok ya cuma puluhan. Begitu pula yang membagikan ulang postingan-postingan Ma’ruf Amin. Padahal aktivitas atau isu-isu yang diunggah skalanya nasional dan menyangkut hajat orang banyak, lho.
Pun begitu pula di Instagram. Follower Pak Wapres kita itu hanya 359 ribu, masih kalah jauh dengan follower Pak Presiden yang mencapai 40 juta. Engagement-nya pun nggak bagus-bagus amat. Nggak beda jauh dengan influencer-influencer lokal yang suka post foto pizza atau makanan lain yang ada keju melernya itu.
Rasanya sudah saatnya akun-akun media sosial Ma’ruf Amin dirawat dan dikelola dengan lebih serius oleh tim komunikasi digital wakil presiden agar impresi dan engagement-nya jauh lebih tinggi. Ya gimana caranya, lah. Hal tersebut bakal berpengaruh terhadap porsi pemberitaan di media sebab banyak jurnalis atau pewarta digital yang kini kerap menulis artikel dan berita berdasarkan pernyataan tokoh-tokoh publik di media sosial.
Sungguh, untuk seorang wakil presiden, akun media sosial Ma’ruf Amin harus jauh lebih besar dari yang sekarang.
Tentu saja ini saran yang serius dan tulus dari saya. Jujur, walau saya mungkin tertawa tipis-tipis, namun dari lubuk hati terdalam, saya agak trenyuh saat mendengar guyonan-guyonan tentang ketidakngapa-ngapainnya Ma’ruf Amin.
BACA JUGA Sulitnya Menjadi Pak Ma’ruf Amin, apalagi kalau Sedang Ngomongin K-pop dan artikel AGUS MULYADI lainnya.