MOJOK.COÂ – Hampir semua orang tua berharap anaknya bisa kerja kantoran, termasuk jadi PNS. Hawanya kerja kantoran selalu necis dan banyak duit apa?!
Almarhumah eyang saya pernah menceritakan seorang tetangga yang anaknya sudah ‘mentas’ semua begitu kelar kuliah.
“Cucunya Oma (tetangga sebelah) sudah mentas semua. Seneng banget ya pasti keluarganya.”
“Memangnya kerja apa mereka, Yanguti?”
“Kerja kantoran koh, berangkat pagi pulangnya sore. Angger kerja pakai baju dines. Rapi banget, dandan ayu pisan.”
Eyang saya yang begitu kesengsem dengan cucu tetangga memang sama sekali nggak memengaruhi saya, tapi memengaruhi ibu saya. Ibu saya jadi punya cita-cita bisa ngantor tapi tidak seratus persen terlaksana.
Sebagai anak yang lahir dari keluarga wiraswasta, saya jadi sasaran cita-cita ibu yang belum selesai. Ibu saya berharap banget setelah lulus kuliah saya jadi pegawai, utamanya kerja di bank.
Selain karena pegang duit tiap hari, kerja di bank bisa memaksa saya perlahan untuk jadi cewek feminin, pakai rok, dan dandan. Minimal mempercantik diri dengan foundation sama lipstick. Kalau sudah berkeluarga, kerja di bank katanya bisa sambil ngurus anak.
Saya nggak tahu apa salah ibu saya sampai dikasih anak cewek yang malesan, nggak dandan, cuek, dan jauh dari imaji mbak-mbak teller bank. Maafkan aku, Ma.
Tapi ibu saya, seperti ibu-ibu lainnya berharap anaknya bisa ngantor. Katanya, kerja kantoran itu menyenangkan, punya gaji tetap, dan tetap bisa mengurus anak. Berangkat kerja selalu dituntut rapi, sehingga bisa bikin saya perbaikan penampilan gitu.
Baiklah, akhirnya saya memang ngantor, sayangnya di kantor media. Kantor yang ketika kalian kaosan dan pakai sandal jepit juga dimaafkan. Kantor yang menerima kalian berangkat belum mandi dan boker. Boro-boro dandan.
Ini saya yakin banget kalau sengaja ke berangkat ke kantor Mojok pakai foundation, lipstick gonjreng, blush on, lengkap dengan eyeliner dan eyeshadow sambil diiringi tanjidor, saya bakal dikasih duit. Dikira onndel-ondel ngamen.
Stigma kerja kantoran dari boomer memang sudah harusnya diubah. Kerja kantoran mengalami begitu banyak metamorfosis belakangan ini. Tadinya orang kantoran memang terlihat keren. Bawa tas jinjing, pakai kemeja berdasi dan sepatu pantofel. Padahal nggak gitu-gitu amat deskripsinya. Mari kita cek anggapan boomer vs kenyataannya saat ini.
Menurut boomer kerja kantoran itu bikin tenang karena penghasilannya tetap.
Betul, memang penghasilannya tetap. Tapi kalau gaji pokoknya masih sebelas dua belas sama UMR ya tetap nggak tenang. Boro-boro nabung, memenuhi kebutuhan sehari-hari aja ada yang terpaksa utang teman. Untungnya kantor Mojok nggak begini.
Menurut boomer kerja kantoran itu pakai seragam.
Betul, sebagian kantor mengharuskan pakai seragam. Tapi perusahaan swasta dont give a fuck dengan hal ini. Seragam adalah produk kolonial dan mengekang kebebasan!!1!1! Lagi pula kalau pun ada seragam di hari tertentu, sebutannya berubah jadi dresscode biar agak edgy.
Menurut boomer kerja kantoran itu jenjang karirnya bagus.
Betul, kalau kantornya adalah perusahaan yang mapan. Lain soal kalau karyawannya kerja di perusahaan yang naik turun, putar balik, dan tanpa untung. Bakar uang hanya untuk rugi di kemudian hari. Aduh, apa nggak terancam kena efisiensi karyawan tuh?
Menurut boomer kerja kantoran itu lebih baik dari yang kerja serabutan.
Hey! Zaman sekarang nggak ada yang namanya kerja serabutan, sebutannya sudah jadi freelancer biar agak keren. Dan, yang namanya freelancer kalau orangnya tekun dan ulet sudah pasti lebih kaya daripada mereka yang ngantor setiap hari.
Jadi, kawanku sekalian. Janganlah rendah diri kalau kalian nggak kerja kantoran. Urip ki pancen sawang-sinawang. Yang penting kalian usaha sehingga punya argumen dan uang, biar bapak ibu di rumah percaya kalian sudah benar-benar berpenghasilan.
BACA JUGA Masa Terbaik Saat Kuliah Jatuh Kepada Semester 4 dan 5 atau artikel AJENG RIZKA lainnya.