MOJOK.CO – Keberadaan sel mewah koruptor menjadi indikasi hukum Indonesia yang sakit. Sebuah peringatan bagi Jokowi dan kelak untuk Prabowo kalau menang Pilpres 2019.
Mengapa pemberitaan soal sel mewah koruptor sangat cepat redup dan tenggelam? Ketika Najwa Shihab melakukan sidak ke penjara dan menemukan berbagai kejanggalan, gairah dunia sosial seperti hanya terasa sesaat. Paling mentok tiga hari, pemberitaan suasana sel yang janggal itu bakal hilang.
Tenggelam kembali oleh pemberitaan soal capres dan cawapres, soal ulama mana yang mendukung siapa, soal tempe yang setipis atm, soal penunjukkan ketua tim sukses. Pemberitaan soal sel koruptor yang janggal dan mewah seperti kentut ketika kebelet boker. Baunya sementara saja. Atau seperti panu ketika musim hujan, yang hilang ketika cuaca tidak lagi lembab.
Padahal, ketika pemberitaan soal lapas mewah koruptor ini terus-menerus muncul, artinya hukum di Indonesia tidak sehat. Sakit. Anggapan hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas menemukan pembenarannya. Yang lebih bajingan adalah, “tumpul ke atas” itu bukan menyasar ke orang-orang yang betul punya kuasa, namun mereka sekadar punya duit banyak. Uang hasil menilap duit kamu-kamu semua itu menjadi panglima.
Saya rasa ini kerja penting yang harus dibereskan oleh Jokowi ketika masih menjabat presiden. Keberadaan sel mewah bisa dijadikan alat untuk menyerang Jokowi menjelang Pilpres 2019 nanti.
“Ini juga bukan kasus pertama. Jelas oposisi akan memanfaatkan kasus-kasus di lapas untuk mendiskreditkan pemerintahan Jokowi. Kemarin sudah ada isu PNS korupsi, ditambah ini juga. Kalau tidak segera diklarifikasi, citra Jokowi dan PDIP akan dianggap abai pada korupsi,” kata Peneliti Populi Centre Rafif Pamenang Imawan kepada Tirto, Senin (17/9).
Eits, ini bukan hanya peringatan untuk Jokowi saja. Kelak, jika, dan hanya jika, Prabowo mengalahkan Jokowi dan menjadi Presiden Indonesia, soal sel mewah koruptor juga harus dibereskan. Prabowo punya latar belakang militer. Takutnya, serangan terhadap beliau terkait penegakan hukum akan lebih deras ketimbang serangan kepada Jokowi.
Tanggal 18 September, Tirto merilis dua artikel terkait keberadaan sel mewah para koruptor. Setelah pemberitaan tema ini sempat memanas pada tanggal 13 September, lima hari kemudian Tirto mengingatkan kita. Selain soal copras-capres, pemberitaan soal lapas mewah ini juga harus terus digaungkan.
kamu harus ingat-ingat betul rona dan ekspresi 41 anggota DPRD Malang yang dikerangkeng KPK. Ketika wartawan mengabadikan wajah-wajah bajingan mereka, para koruptor ini berpose seru dan cantik. Ada yang berpose mengacungkan jempol, berpose peace dua jari tangan, ada yang dadah-dadah bahagia ke arah kamera wartawan.
Mereka paham bahwa di dalam sel nanti, yang mereka temui bukan “pertobatan”, melainkan “persahabatan”. Ini bukan sekadar sinis atau suudzon. Keberadaan sel mewah Setya Novanto itu membuat kalimat saya punya dasar. Beberapa koruptor mungkin akan betul-betul menyesali perbuatannya. Namun, saya yakin, beberapa merasa biasa saja.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan oleh Jokowi, Prabowo, dan kader-kader partai lainnya, yaitu penyampaian isi kepala kepada netizen. Misalnya, saya kasih contoh respons kader PDI-P, Junimart Girsang menanggapai kinerja Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly ketika disorot karena sel mewah koruptor yang lestari.
“Sel mewah dan tidak mewah itu kan relatif. Kalau menurut Ombudsman mewah, ya mungkin bagi yang lain tidak mewah. Kalau menurut teman-teman pers mewah, mungkin yang lain bilang tidak mewah. Itu kan relatif.” Itulah kata Junimart Girsang perihal keberadaan sel mewah koruptor yang masih lestari di bawah pengawasan Yasonna Laoly.
Jadi, menurut logika Junimart Girsang, sel mewah seperti milik Setya Novanto itu tidak mewah? Apakah yang seperti itu bisa dikatakan “relatif”?
Hasil sidak yang dipimpin anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menemukan sel Novanto luasnya hingga dua kali lipat ketimbang sel narapidana lain. Toiletnya menggunakan kakus duduk, bukan jongkok. Novanto juga bebas keluar masuk karena tidak ada gembok di tempatnya ditahan. Di dalamnya terdapan meja kerja dan kursi untuk kerja terlihat sangat nyaman dengan sandaran punggung yang aerodinamis. Kerja dari dalam lapas, pak Novanto? Kerja apa kalau boleh tau? Siapa yang kirim meja dan kursi fancy itu?
Tanyakan kepada Junimart Girsang, sel Setya Novanto itu mewah atau tidak atau relatif biasa-biasa saja? Kalian nilai sendiri kualitas politikus Indonesia dari jawaban-jawaban mereka ketika terdesak.
Ini warning serius bagi Jokowi (dan nanti Prabowo kalau menang Pilpres 2019). Nuansa pembiaran memberi gambaran bahwa kinerja hukum Indonesia yang tidak merata dan jujur.
Jangan sampai, suatu ketika kena tilang, lalu saya membatin, “Lupa ganti spion yang pecah saja kena denda, gimana koruptor yang bisa dapat sel luas, meja dan kursi kerja fancy, dan kasur empuk itu? Yang seperti ini adil?” Yah, memang, yang namanya adil memang bukan berarti sama rata.