MOJOK.CO – Fadli Zon membela aksi Ratna Sarumpaet yang mengkritik penghentian pencarian korban KM Sinar Bangun. Katanya, kenapa hal ini tak bisa dilakukan, padahal orang-orang aja udah sampai ke bulan?!
Beredarnya kisah perdebatan antara Ratna Sarumpaet dan Luhut Binsar Pandjaitan menjadi berita hangat sejak kemarin. Meski suara Ratna ditanggapi dengan sumbang oleh berbagai pihak, tak sedikit pula yang maju membela Ibu Ratna.
Salah satu tokoh ternama yang dengan lantang menyebut Ratna sebagai wanita “luar biasa hebat dan pemberani” adalah sahabat kita semua, Fadli Zon.
Menanggapi laporan bahwa jenazah dan bangkai kapal tenggelam hingga kedalaman 450 meter, Fadli Zon bersuara, “Orang kan udah nyampe ke bulan, masa (evakuasi ke Danau Toba) saja nggak bisa?”
Baginya, kalau Indonesia nggak bisa, ya minta bantuanlah sama negara lain!
Ya,mungkin bagi Fadli Zon, pencapaian manusia ke bulan semestinya diikuti dengan keberhasilan manusia-manusia lain dalam segala aspek kehidupan, termasuk mengangkut jenazah yang tenggelam hingga 450 meter dalamnya.
Hal ini sebenarnya telah didiskusikan oleh tim SAR terkait. Bahkan, rencana untuk mendatangkan Remotely Operated Vehicle (ROV) yang lebih canggih pun telah dirancang. Namun, tindakan ini terpaksa dihentikan karena adanya kendala berupa lamanya pengiriman dan perakitan.
Namun, pernyataan Fadli Zon tadi memang cukup makjleb. Ketika orang-orang sudah berhasil melaksanakan ekspedisi ke bulan, kok kita malah nggak bisa evakuasi korban di Danau Toba, sih??? Kenapa???
Padahal nih, ya, Pak Fadli, ada beberapa hal yang telah berlangsung sejak lama yang jauuuuh lebih remeh daripada evakuasi korban di kedalaman 450 meter, tapi tetap tidak menemukan titik temunya sekalipun ekspedisi ke bulan dan luar angkasa telah dilakukan berkali-kali. Apa saja?
Pertama, dapat balasan chat dari gebetan.
Percayalah, Pak Fadli, ini sulit—apalagi kalau gebetan kita orang yang sama sekali tidak peka. Jangankan dibalas, dibaca aja sudah alhamdulillah.
Rasanya, kesulitan ini pun sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu, bahkan setelah beberapa misi astronomi ke bulan dilakukan oleh ahli-ahli antariksa di luar negeri. Padahal, ya, secara teori, semua mudah: kita sudah mengirimkan pesan manis untuk si dia, kita mengenal dia sebagai teman baik, kita pakai emoji senyum, dan kita tidak salah kirim chat.
Tetap saja, teori tak berjalan semulus kulitnya vlogger kecantikan, Pak.
Kedua, masuk UGM. Atau UI. Atau ITB—atau universitas impian mana saja, lah!
Seseorang bisa saja mengikuti tes SBMPTN, SNMPTN, hingga seleksi ujian mandiri UGM demi mendapatkan kursi sebagai mahasiswa di sana. Bukan cuma sekali, beberapa orang bahkan rela melakukannya dua hingga tiga kali.
Tapi, pada titik tertentu, wajar saja jika ia menyadari batas kemampuan dirinya. Siapa tahu, suatu hari ia melihat iklan universitas lain yang ternyata lebih cocok untuknya. Dengan terpaksa, UGM pun menjadi mimpi semata.
Teorinya pun lengkap: si siswa telah belajar keras, mengikuti tes tepat waktu, dan wangi. Tapi ternyata, yang namanya takdir itu bisa saja terjadi: ia tidak masuk UGM meskipun (lagi-lagi) roket NASA yang lain diluncurkan ke luar angkasa.
Ketiga, menang pemilu presiden.
Ya, hal ini merupakan kesulitan besar bagi beberapa calon yang maju dalam gelaran pemilihan presiden di periode manapun. Di balik terpilihnya SBY di tahun 2004 dan 2009, ada pasangan-pasangan yang tumbang dan kalah pemilu. Hal yang sama terjadi saat Pilpres 2014 berlangsung dan memenangkan Jokowi-JK.
Yah, nggak mungkin, kan, kita malah bilang, “Orang-orang udah pada ke bulan, kok dia malah kalah pemilu presiden gitu, sih?!”