MOJOK.CO – Halo, Mbak Ika Natassa. Jangan pernah lelah ngebanding kehidupan dan kebahagiaan orang, ya. Saya tahu Mbak cuma terlalu bijak buat netizen.
Dear, Mbak Ika Natassa….
Saya ingin mengirim energi semangat buat Mbak Ika Natassa yang “s”-nya ada dua. Semangat terus, Mbak. Jangan pedulikan netizen kakehan cangkem yang cuma bisa nyinyir. Ha mbok yakin, mereka itu nggak punya level kebijaksanaan seperti panjenengan.
Saya kok nggak menemukan sesuatu yang aneh dari twit panjenengan yang sedang diserang banyak orang. Padahal Mbak cuma menulis begini:
pernah gak ketemu org2 yg pernah bersentuhan dgnmu di masa lalu: tukang parkir sekolah, kakak2 warung, tukang fotokopi, hidupmu sekarang udh beda dgn saat dulu kau ‘kenal’ mereka, sementara mereka masih menjalani hidup yg sama setelah belasan thn.
sungguh pengingat utk bersyukur.
Seharusnya, sih, aman saja. Lha wong orang ngasih nasihat kok malah dianggap membanding-bandingkan nasib seseorang. Apalagi katanya Mbak Ika Natassa dituduh meledek kehidupan orang lain yang pas-pasan dan serbakekurangan. Padahal kan Mbak Ika Natassa sedang mengajari kita tentang makna bersyukur. Kamu tahu, salah satu cara paling mudah untuk ngajari bocah tentang informasi baru adalah dengan perbandingan? Nah, Mbak Ika, dengan sangat cerdik memasukan perbandingan supaya mudah dipahami otak cetek kita.
Perbandingan yang dipakai Mbak Ika pun sangat jelas, dari orang-orang proletariat: tukang parkir, kakak-kakak warung, dan tukang fotokopi. Bisa jadi penjelasan Mbak Ika jadi kepyur ketika menggunakan perbandingan yang tidak sebanding. Untuk menemukan pola pikir seperti ini, kamu perlu banyak belajar. Kalau bisa profesinya interdisipliner sekalian. Jadi pegawai bank sekaligus penulis, misalnya. Kamu yang daftar CPNS aja nggak lulus nggak bakal relate dengan tingginya kebijaksanaan Mbak Ika.
Ada yang nyinyir kalau siapa tahu tukang warung, kakak parkir, dan tukang fotokopi itu jauh lebih bahagia daripada kehidupan Mbak Ika Natassa. Plis deh, Mbak Ika itu salah satu penulis paling laris di Indonesia. Best seller. Novel-novelnya yang judulnya sulit dibaca itu sudah dibikinkan film. Apakah tukang warung dan kakak parkir itu udah nulis buku dan difilmkan?
Tidak ada yang meragukan kualitas buku Divortiare, Twivortiare, Critical Eleven, dan The Architecture of Love. Empat judul ini kalau dijejerkan sudah bisa menandingi Tetralogi Buru karya Pak Pram. Kebahagiaan mana yang kamu dustakan dari terbitnya buku-buku luar biasa tersebut.
Lalu ada yang nyinyir: “Stop mengukur kaki kita dengan sepatu orang lain!”
Lho, Mbak Ika Natassa nggak pernah menyarankan kita minjem sepatu orang buat ngukur kaki kita sendiri, kok. Apalagi nyuruh kamu ghosob sepatu temen. Mbak Ika cuma ngajarin kita ini cara bersyukur. Nggak kurang, nggak lebih. Orang ngasih nasihat kehidupan kok malah dinyinyirin.
Lagian kok ya mau-maunya kakak parkir dan tukang warung itu menjalani kehidupan yang sama selama bertahun-tahun. Orang kok nggak berkembang. Nah, hal-hal kayak gini itu nggak kelihatan dari twit-nya Mbak Ika Natassa. Perlu kebijaksanaan untuk menemukan yang tersirat dari tersurat. Kalau kata Slank: “Lo harus grak!” Gitu aja kok nggak paham.
Jadi klir sudah, ya. Mbak Ika Natassa itu cuma ngebandingin kehidupan orang lain sebagai alat ukur kebahagiaan kita sendiri. Memang susah menjadi orang bijaksana seperti Mbak Ika Natassa. Ngetwit bagus-bagus dikira sedang merendahkan profesi atau kehidupan orang lain.
Saya dukung Mbak Ika Natassa jadi duta kakak parkir dan tukang warung. Siapa tahu kehidupan mereka menjadi terangkat dan lebih bahagia seperti Mbak Ika Natassa.
BACA JUGA Orang Kaya yang Ketakutan dengan Hartanya Sendiri atau tulisan YAMADIPATI SENO lainnya.