Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Menguak Pentingnya Sambat yang Dianggap Nggak Penting-Penting Amat

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
26 Maret 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kata siapa sambat cuma kegiatan nggak berguna dan bermanfaat? Nih, nih, baca dulu manfaat-manfaat sambat yang sesungguhnya, Cintaku!

Waktu SMP, seorang teman pernah bertanya pada saya, “Kok kamu kelihatannya selalu santai, sih? Belum ngerjain PR, tapi nggak kelihatan panik. Padahal, kami yang juga belum ngerjain, langsung sambat semua karena PR-nya susah dan nggak berkeperi-PR-an!”

Saya cuma terkekeh. Dalam hati, saya berpikir: lah buat apa sambat (‘mengeluh’ dalam bahasa Jawa) kalau bisa nggak sambat? Ah, pokoknya pikiran saya saat itu kaku kayak rambut habis di-rebonding.

Seiring berjalannya kehidupan, emosi saya mulai berkembang. Saya mulai berantem sama teman, saya mulai membenci pelajaran Kimia, saya mulai merasa kesal karena dikalahkan orang lain menjadi pengurus OSIS hanya karena saya bukan anak populer di SMA, saya mulai patah hati—pokoknya asam garam kehidupan kian bertambah hingga saya memutuskan duduk dan bertemu seorang kawan, lantas…

…curhat seharian sambil ngomel dan menangis!!!

Pertama, patut saya banggakan bahwa akhirnya saya memutuskan curhat. Sebagai orang yang tadinya cuek dan bodo amat, perlu kesumpekan tingkat tinggi hingga akhirnya kami memilih opsi bercerita pada orang lain.

Kedua, dalam proses curhat ini, tentu saya banyak sekali sambat alias mengeluh, merutuki orang-orang yang saya anggap jahat, dan ngata-ngatain situasi yang merugikan saya. Teman curhat saya kebanyakan diam dan mengangguk-angguk, seolah memahami kebencian yang menggelora di diri saya.

Sejak hari itu, pandangan saya terhadap aktivitas sambat langsung berubah. Maksud saya…

…enak juga ya ternyata ngeluh ini dan ngeluh itu??? Masalah kita memang nggak lantas selesai, tapi lega saja rasanya mengeluarkan emosi yang kian mendidih di kepala~

Di zaman milenial sekarang, hidup semakin keras, mylov. Meleng dikit aja, hidupmu bisa jadi tak lagi sama seperti tiga menit yang lalu. Pada prinsip inilah saya percaya bahwa pandangan “it’s okay not to be okay” sama artinya dengan “nggak apa-apa sambat sepuasnya biar lega”.

Kemajuan zaman dan kebebasan berekspresi di media sosial juga memegang peran penting bagi aktivitas mengeluh menurut saya. Cobalah tengok itu akun-akun semacam Nanti Kita Sambat tentang Hari Ini—ajaib banget, bukan? Orang mau sambat aja difasilitasi. Yah, meski saya sebenarnya lebih berharap ada akun Nanti Kita Ketemu dan Jadian Hari Ini untuk memfasilitasi para jomblo.

Kebiasaan orang-orang mengeluh terang-terangan di media sosial—tidak lagi terbatas pada curhat seperti yang saya lakukan sebelumnya—mendorong saya untuk mencari tahu: kenapa, sih, orang akhirnya memilih sambat? Apakah sambat selamanya bakal dicap sebagai tindakan negatif dan harus dijauhi segera?

Heeeey, tunggu dulu, Ferguso. Nyatanya, ada kok kebaikan-kebaikan sambat yang bisa kamu ambil. Iya, iya—kamu nggak salah baca: sambat itu masih ada “baik-baiknya”, jelas sekali berbeda dengan mantan kekasihmu yang jahatnya nggak ketulungan.

1. Kamu jadi nggak perlu memendam perasaanmu sendiri

Dengan mengeluh sana-sini, setidaknya kamu telah melakukan kebaikan pada psikismu: melepaskan beban yang kamu tanggung sendirian.

Iklan

Sebelum mengeluh, mungkin kamu merasa seperti orang yang paling menderita sedunia. Tapi, setelah kamu selesei mengeluh, pastilah kamu akan merasa seperti…

…ya tetap menjadi orang yang paling menderita sedunia, lah!!! Emangnya masalahmu langsung selesai setelah dikeluarkan dalam bentu curhat 3 jam??? Hadeeeeeh~

2. Kamu bisa mengeluarkan pendapat dan mendapatkan saran dari pendengar

Mengeluh, apa pun bentuknya, bisa menjadi ajang yang tepat untukmu bersuara dan berpendapat—seolah-olah kamu adalah mas-mas mahasiswa yang mimpin demo di depan gedung DPR. Nggak cuma itu, beberapa orang mungkin bakal mendengar atau membaca sambatan-mu dan mencoba memberi saran.

Cuma, ya, pesan saya, kalau kamu dikasih saran sama orang terkait sambatan-mu, kamu harus menghargainya dengan baik. Yaaah, gimana ya, mereka itu udah repot-repot menyediakan waktu cuma untuk mendengar keluhanmu yang nggak bermutu. Kalau mereka punya pilihan, sih, mending having fun daripada disiram sambatan-mu yang nggak selesai-selesai itu!

3. Kamu jadi ketemu teman senasib

Sambatan soal cinta, kerjaan, sekolah, ataupun keluarga yang  kamu unggah di media sosial adalah gerbang utama kemungkinan kamu akan membuat seseorang membacanya sambil berkata, “Wah, gila. Ini sih aku banget! Relate af, nih!”

Pada poin ini, kamu tidak akan merasa sendirian dihajar kehidupan karena ternyata ada orang lain yang juga merasakan hal yang sama, bahkan kadang dengan permasalahan yang jauh lebih kompleks. Saking senangnya punya partner sambat yang senasib, kamu pun kian semangat mengeluh lagi dan lagi, sampai-sampai kayaknya kalau sambat-mu dijadiin buku, tebalnya bakal ngalahin buku Harry Potter yang kelima. Yakin saya!

4. Kamu jadi lebih kritis—sedikit!

Kenapa saya tulis “sedikit”? Ya nggak apa-apa, soalnya kalau saya tulis “kritis banget”, nanti dikira muji-muji kalian. Dih, ogah~

Jadi, pada dasarnya mengeluh alias bersambat ini akan memicu bagian otakmu untuk berpikir “kok bisa gini, ya?”, “gimana caranya menghadapi ini, ya?”, atau “langkah apa yang harus diambil agar nggak merasa seperti ini, ya?”. Nah, bagian inilah yang tidak diketahui orang banyak; mereka hanya menilai bersambat adalah kegiatan yang negatif dan tidak membawa kebaikan apa pun.

Padahal, ya, di balik sambatan yang paripurna, terdapat otak yang bekerja keras, Pak, Bu!

Yaaah, tapi memang harus diakui, sih, kerja otak yang keras ini malah ujung-ujungnya stuck di pertanyaan pertama (“kok bisa gini, ya?”) dan malah membuat kita berpikir berlebihan alias overthinking, sehingga kita mendadak jadi jauh lebih sedih dan pengin sambat lagi dan lagi! Hadeeeeh~

5. Kamu menjadi manusia yang normal

Sudahlah, hentikan dulu ke-teoritis-anmu itu. Keyakinanmu bahwa semua manusia perlu optimis dan berpikiran positif memang menarik dan impresif, tapi mana ada, sih, hidup yang mulus-mulus saja??? Mana ada, sih, hidup yang bahkan tak membuatmu mengeluh barang sekali saja???

Tentu tidak ada yang demikian, Ferguso.

Bersyukur itu penting, tapi saya rasa, mengeluh sesekali juga bukan masalah besar. Bahagia memang menyenangkan, tapi menepi sambil menangis dan sambat pun menjadi hakmu untuk dilakukan.

Ingat, kamu itu manusia, bukan manekin toko baju!

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: bersambatcurhatmanfaat mengeluhNanti Kita Sambat Tentang Hari Inisambat
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

 Pengalaman Saya Curhat ke Nomor Layanan Berhenti Merokok. MOJOK.CO
Liputan

Pengalaman Saya Curhat ke Nomor Layanan Berhenti Merokok

24 Juni 2023
perempuan pekerja startup
Podium

Susahnya Jadi Perempuan Pekerja Startup: Rentan Stres dan Masa Depan Abu-abu

7 Februari 2023
Pak Sarjono, bapaknya warga sarkem, jadi tempat curhat PSK dan istri lelaki hidung belang.
Jogja Bawah Tanah

Sarjono, Bapak Warga Sarkem yang Jadi Tempat Curhat PSK dan Istri Lelaki Hidung Belang

27 September 2022
adi Tempat Curhat itu Berat:Kisah Relawan yang Kerjanya Mendengarkan
Liputan

Jadi Tempat Curhat Itu Berat: Kisah Relawan yang Kerjanya Mendengarkan

16 Maret 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
UGM MBG Mojok.co

Gadjah Mada Intellectual Club Kritisi Program MBG yang Menyedot Anggaran Pendidikan

28 November 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.