MOJOK.CO – Sementara e-KTP berlaku seumur hidup, SIM tetap wajib perpanjang setiap lima tahun. Mana kalau telat bukan didenda, tapi bikin baru.
Sebagai generasi rebahan, urusan administratif memang terasa memuakkan. Meskipun bisa diurus secara online, setidaknya beberapa persyaratan benar-benar tidak bisa dilakukan sambil tiduran. Contohnya adalah urusan perpanjang SIM, yang walau dilakukan lima tahun sekali seringnya tetap menyita waktu dan perhatian. Kalau dibilang pemalas ya gimana lagi, memang.
Saya yakin bukan cuma saya yang bakalan skeptis sama urusan SIM. Sementara e-KTP sudah bisa diberlakukan seumur hidup tanpa perlu memperbaruinya dalam jangka waktu tertentu, SIM seolah menolak untuk menggunakan aturan yang sama.
Urusan perpanjang SIM sebenarnya pernah ramai bertahun-tahun lalu ketika dijadikan sebuah janji politik dari suatu partai. Orang-orang yang agak sentimen menilai nggak ada urgensinya membuat SIM berlaku seumur hidup alias katanya nggak ngaru-ngaruh banget ke kehidupan sosial. Lagian, urusan perpanjang SIM itu diatur undang-undang.
Iya, iya. Banyak yang bilang kalau perpanjang SIM itu keperluannya buat check and recheck kemampuan berkendara seseorang. Ya siapa tahu suatu saat orang yang punya SIM punya penyakit penglihatan dan pendengaran, maka mereka bisa dikatakan tidak layak lagi berkendara. Tapi Mylov, sayangnya ini semua hanya dibuktikan melalui pengecekan kesehatan aja. Bukan pengetesan kemampuan berkendara.
Masalahnya gini, kalau seseorang itu dianggap tidak lagi layak berkendara karena urusan fisik, mereka yang nggak sehat secara psikis gimana? Saya rasa pengecekan kesehatan bukan satu-satunya indikator yang bisa menentukan seseorang itu masih layak berkendara atau tidak. Kalau misalnya ada orang yang habis amnesia, secara fisik kelihatan baik tapi secara kemampuan berkendara diragukan trus gimana dong?
Kalau pihak kepolisian memang benar-benar bertujuan check and recheck kemampuan berkendara pemegang SIM setiap lima tahun sekali, maka prosedurnya bakal lebih kompleks. Jadi ribetnya dibikin los, nggak setengah-setengah. Bukan sekadar periksa, bayar, dan jadi.
Sebenarnya kemauan khalayak ini masuk akal kok. Mau kaum rebahan atau kaum yang rajinnya kayak Marie Kondo sekalipun kalau ada cara yang simpel, cepat, dan efektif dalam pengukuran kompetensi mengemudi ya gas aja.
Lagian kenapa sih kalau telat perpanjang sedikit aja, bukan kena denda lagi nih, tapi bikin yang baru? Manusia kan tempat salah dan lupa, SIM juga nggak ada alarmnya. Jadi wajar dong kalau telat. Gini aja deh, pinjam buku di perpustakaan kalau telat pengembalian aja denda, nggak suruh mengganti buku baru. Telat bayar pajak kendaraan juga kena hitungan denda, nggak disuruh bikin STNK baru. Kenapa SIM punya aturan yang paling beda ya?
Kalau dinalar dan mau berbaik sangka, hukuman bikin baru bagi yang telat perpanjang SIM memang berlaku layaknya pecut biar orang-orang nggak malas untuk mengurusnya tepat waktu. Benar juga kan, pecutnya adalah keribetan duniawi karena harus mengulangsemua fase mendaftar SIM, cek kesehatan, sampai tes kompetensi mengemudi. Antrinya kadang nggak ketulungan, ngurusnya harus seharian.
Asli, saya ngebayanginnya langsung nyut-nyutan. Brb ngecek dompet dantanggal kedaluwarsa SIM nih.
Beberapa orang yang terlanjur telat perpanjang SIM terkadang memilih nggak usah diperpanjang sekalian dan mengurusnya kapan-kapan. Kayak bapak saya yang SIM C-nya udah telat 3 tahun dan beliau sering memilih mengendarai mobil kalau takut ditilang. Soalnya mau telat satu hari, atau telat tiga tahun konsekuensinya tetap sama: bikin SIM baru. Mamam.
Maka sebagai warga negara yang baik walau hobi protes, hanya dua yang bisa saya lakukan. Pertama, melakukan upaya preventif dengan mengirim pesan terjadwal untuk saya di masa depan sebagai pengingat kedaluwarsa SIM. Kedua, mempertanyakan soal kenapa SIM nggak berlaku seumur hidup dan kalau telat perpanjang langsung denda.
BACA JUGA Perang Mozilla vs Chrome dan Browser Bagus Lain yang Tak Pernah Dianggap atau artikel lainnya di POJOKAN.