MOJOK.CO – Yang dilakukan oleh Darius Sinathrya dengan memandangi istrinya saat tidur bukanlah hal yang lebay, justru itu bentuk syukur yang amat luar biasa.
Unggahan foto Instagram Darius Sinathrya saat memandangi istrinya tidur mendadak menjadi bahan pembicaraan yang hangat di media sosial. Postingan Instagram tersebut bahkan langsung diangkut oleh banyak orang di platform lain seperti Twitter, Facebook, Tiktok, sampai Helo.
Ya gimana nggak ramai, Darius memajang foto dirinya saat memandangi Donna Agnesia dengan caption romantis yang sangat berpotensi bikin cewek-cewek klepek-klepek dan berharap bisa punya pasangan seperti Darius. Lha jangankan cewek-cewek, saya yang cowok aja agak merinding baca caption Darius.
Nih, silakan baca sendiri.
View this post on Instagram
Di media sosial, banyak perempuan yang memuji keromantisan seorang Darius Sinathrya. Betapa Darius, terlepas dari sosoknya yang cakep dan tajir, merupakan lelaki yang menjadi idaman banyak perempuan, setidaknya dari sikapnya dalam memperlakukan Donna sebagai pasangan seperti yang tergambar pada unggahan-unggahan Instagramnya.
Di sisi lain, tak sedikit juga yang salty dengan unggahan Darius. Ada yang bilang lebay lah, ada yang bilang pencitraan lah, dan aneka jenis ke-salty-an lainnya.
Pada kenyataannya, sebagai sesama suami (walau statusnya masih bau kencur), saya sedikit banyak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Darius saat memandangi istrinya saat tidur itu. Dan perasaan itu tampaknya memang hanya bisa dipahami oleh sesama lelaki yang sudah beristri juga.
Saya ingat dulu sewaktu belum menikah, seorang kawan saya sesama blogger bernama Ale pernah bercerita kepada saya tentang perasaaannya yang amat bahagia saat bisa menatap istrinya tertidur nyenyak di sampingnya.
“Sumpah, Gus, ini bukannya gue sok ya, tapi entar lo bakal ngerasain apa yang gue rasain. Tengah malem trus lihat istri tidur bahkan sambil sesekali mengusap ilernya itu rasanya luar biasa banget. Lo bakal merasa ada semacam anugrah yang gedhe banget.”
Tentu saja saat itu saya merasa bahwa kawan saya Ale itu lebay. Namun kelak, saat saya sudah menikah, apa yang ia rasakan, dan mungkin juga Darius Sinathrya rasakan itu benar-benar bisa saya rasakan juga.
Saya kerap masih terjaga pada dini hari, sebab walau tampang saya tidak seperti Darius, namun jadwal tidur saya persis seperti Darius. Dini hari, saya kerap menonton netflix di ponsel, di kamar, persis di sebelah istri saya yang sudah tidur terlelap.
Dalam momen-momen itulah, saya kerap mencuri pandang ke arah istri saya. Saya lalu menatap wajahnya lekat-lekat. Dia sedang berada dalam penampilan terburuknya: rambut awut-awutan, bibir tanpa gincu, pipi dan hidung berminyak, dan tentu saja tanpa senyum yang biasanya ia umbar. Dan ia tetap menjadi perempuan yang mempesona.
Sembari menatap wajahnya yang masih tetap dalam penampilan terburuknya itu, saya terbayang betapa banyak keberuntungan yang sudah saya peroleh.
Saya pernah berada di fase yang saking putus asanya dalam urusan asmara, dengan segala kebobrokan hidup yang saya punya, saya sampai yakin bahwa kelak saya tak akan laku menikah. Kalaupun menikah, itu pasti ketika saya berusia lima puluh tahun, itu pun karena menikah dengan perempuan yang sebenarnya tak cinta dengan saya namun terpaksa mau menikah karena sama-sama putus asanya.
Pada kenyataannya, waktu membawa saya untuk mengarungi hidup yang lebih menggembirakan.
Saya menikah di usia 28 tahun, dengan perempuan yang saya sangat meyakininya bahwa ia sosok yang luar biasa. Ia mencintai saya (setidaknya begitulah pengakuannya) dan dengan sukarela (bahkan cenderung memaksa) mau menikah dengan saya.
Kami menikah dua tahun lalu, dan kami sudah mengontrak rumah sendiri. Rumah yang agak luas dan sudah kami lunasi biaya sewanya sampai dua tahun ke depan. Kami punya kehidupan yang amat menyenangkan. Ia suka membikinkan saya sambal dan ikan pindang yang rasanya amat menyelerakan. Ia sering memeluk saya dengan pelukan yang pas dan presisi. Hal yang membuat saya merasa amat dicintai.
Maka, sembari menatap wajahnya lekat-lekat saat tidur itu, terbayang betapa banyak pengorbanand yang sudah ia lakukan untuk saya. Pengorbanan bodoh yang ia lakukan untuk bisa terus bertahan dengan saya hingga kami akhirnya bisa menikah. Hal yang kemudian membuat saya benar-benar seperti seorang lucky bastard, lelaki yang ketiban ndaru. Betapa beruntungnya saya, dan betapa apesnya dirinya.
Itulah yang membuat saya yakin, apa yang ditulis oleh Darius Sinathrya bukan sekadar sebuah ke-lebay-an semata. Sebagai sesama suami, saya amat yakin, bahwa ia pastilah tengah melihat refleksi keberuntungan dirinya pada wajah istrinya yang sedang tertidur lelap itu.
Kita, para suami, pastilah tak pernah menyangka, bahwa setelah melalui penantian dan juga perjalanan asmara yang tentu saja kompleks dan pasti tidak sederhana, ternyata perempuan di hadapan kitalah yang akhirnya menjadi pendamping kita. Dan perenungan itu, memang kerap muncul di saat malam yang senyap, sembari menatap lekat-lekat, wajah perempuan yang sedang tertidur pulas di depan kita itu.
Dalam hidup ini, ada banyak cara untuk mensyukuri hidup, dan saya pikir, salah satu cara terbaik adalah dengan menatap wajah istri kita saat tidur, sembari merenungi, betapa kita yang amat kacau ini, ternyata mendapatkan pasangan yang amat luar biasa.
BACA JUGA Menobatkan Donna Agnesia dan Darius Sinathrya sebagai Pasangan Jempolan Paling Bikin Iri dan tulisan AGUS MULYADI lainnya.