MOJOK.CO – Beristirahatlah dalam damai Bunda Lia Eden. Terus berkarya Mas Aldi Taher. Kekonyolan kalian justru menjadi wujud termurni dari hati.
Hampir saja kita melupakan namanya. Hampir tak ada media besar yang meliput kepergiannya untuk selamanya. Padahal, jika saya renungkan dengan pikiran yang tenang, Bunda Lia Eden itu orang baik. Sama seperti Aldi Taher yang dirundung dan diledek akhir-akhir ini.
Jumat, 9 April 2021, Bunda Lia Eden tutup usia. Akun Instagram Kabar Sejuk menyiarkan kabar duka itu pada Minggu, 11 April 2021. Ada jeda satu hari di mana kita semua luput mendengar kabar duka ini. Sebuah kenyataan yang sebetulnya sangat menyedihkan.
Terlepas dari segala kontroversi dan catatan dua kali masuk penjara di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, nama Lia Eden tak seharusnya dilupakan. Tahukah kamu, konon, dilupakan dan tidak dianggap adalah penderitaan yang teramat perih. Ketika eksistensimu sudah dianggap “lesap” dari dunia.
Mengingat Bunda Lia Eden seperti sebuah usaha untuk berkaca kepada diri sendiri. Berapa dari kita yang dulu meledek, mengutuk, dan menghakimi Lia Eden sebagai “perempuan sesat”? Padahal, banyak dari kita yang tidak sepenuhnya bersih dari dosa dan kesalahan.
Jari telunjuk meluncur lincah. Seperti menjadi ujung tombak yang menusuk dan menghilangkan keberadaan sesama. Persetan dengan kepercayaan Lia Eden. Mau beliau menyembah kaleng kerupuk atau tugu selamat datang, satu hal yang pasti, Bunda Lia Eden tak pernah menyakiti sesama.
Persis seperti Aldi Taher. Usahanya untuk mencari perhatian umat media sosial tak lain dan tidak bukan hanya sebatas mengembalikan exposure atas namanaya yang dulu laris mewarnai layar kaca.
Orang bilang dia caper. Dari caranya mengaji, noraknya nyanyian dan tarian. Semuanya cuma sebatas usaha untuk bilang kamu semua bahwa, “Hei, aku masih ada dan aku butuh kalian.” Pada titik ini, Aldi Taher menjadi “badut”, membuatmu tertawa. Padahal, jangan-jangan, di dalam hatinya, Aldi Taher menangis menahan malu.
Semakin hari, empati manusia semakin menipis. Ruang untuk tenggang rasa dan menghormati sesama semakin sempit. Digantikan ego digital yang dipamerkan setiap hari. Ibarat kata ada dua laki-laki yang tengah mengadu penis siapa yang paling besar. Padahal, sabung penis itu tidak ada manfaatnya buat orang lain.
Ketika dua orang laki-laki ini ditegur bahwa sabung penis mereka tiada berguna, yang terjadi adalah usaha mempertahankan ego. Makian, doxing, dan lain sebagainya, muncul begitu saja. Tidak ada manfaatnya.
“Aldi Taher itu goblok!”
“Dia cuma caper.”
“Hei, Aldi Taher lagi mau endorse iklan aja. Entar kamu kena gocek kayak biasanya.”
Semuanya berputar di ke-Aku-an. Tidak ada yang berusaha memahami orang lain. Tidak ada yang mencoba memahami isi hati sesama.
Begitu juga yang terjadi ke Bunda Lia Eden. Kita semua bersalin muka menjadi orang paling beragama dan beriman kepada Tuhan. Kita ramai-ramai “mengarak” nama Lia Eden dan mengejeknya sebagai orang gila ketika Bunda Lia Eden hendak memarkir UFO di Monas. Masih ingat, bukan?
Saat itu, UFO-nya nggak jadi mendarat di Indonesia. Orang bilang karena birokrasi di Indonesia terlalu berbelit. Ledekan yang terdengar lucu, tetapi berbahaya. Kenapa berbahaya?
Karena beberapa tahun kemudian, ada seorang pejabat yang bilang virus corona nggak mungkin masuk Indonesia karena birokrasinya ribet banget. Kita semua heran, tetapi Bunda Lia Eden sudah “melihat” kegoblokan ini sejak lama.
Jangan-jangan, pesan UFO akan mendarat memang sebuah sindiran untuk Bapak dan Ibu petinggi Indonesia. Namun, kita mata kita semua tertutup dandanan dan branding Bunda Lia Eden. Kita menghakimi berdasarkan tampilan saja, bukan kejernihan isi hati.
Jangan-jangan, kepercayaan Bunda Lia Eden adalah satire tingkat tinggi. Sebuah sindirian untuk orang-orang sok suci. Berani melempar batu paling pertama ketika menemukan “pendosa”, padahal dirinya sendiri berkalang dosa laknat. Apa sebutan untuk sifat seperti ini? Munafik?
Bunda Lia Eden dan Aldi Taher, meskipun konyol sekali, tak pernah membuat susah sesama. Akun Twitter @madam_azza menggambarkannya dengan apik:
“Beda sama koruptor. Makan duit rakyat. Ketangkap haha hehe. Difoto senyum manis. Di sel istimewa. Keluar tetap kaya raya. Telek.”
Kamu tahu kata telek itu bermakna apa? Kata telek sama maknanya dengan kata ’tahi’ atau ‘korotan’. Begitulah koruptor dan para munafik berbalut mantel keagamaan. Telek.
Beristirahatlah dalam damai Bunda Lia Eden. Terus berkarya Mas Aldi Taher. Kekonyolan kalian justru menjadi wujud termurni dari hati. Bukan tindak menyakiti orang lain. Tidak merugikan, tapi malah membuat kami bahagia. Besar berkah kalian di surga kelak. Amin.
BACA JUGA Kalau Saya Menyembah Pohon, Anda Mau Apa? Dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.