Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kok Kita Harus Ikutan Budaya Beberes KFC? Buat Apa?

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
18 Januari 2019
A A
ilustrasi Kontroversi Cara Makan Nasi KFC dan Nasi McD: Digigit kayak Onigiri atau Digelar kayak di Warteg? mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kenapa harus ada budaya beberes KFC? Kenapa kita yang dianggap sebagai tamu malah harus beres-beres sampah bekas makanan, padahal tamu sering dianggap sebagai raja?

Dalam beberapa hari terakhir, topik legendaris soal “kamu cebong atau kampret” sempat tertutup dengan sebuah isu baru yang muncul dari restoran makanan siap saji, KFC.  Pasalnya, lewat akun-akun media sosial resminya, KFC mengampanyekan budaya beberes kepada para customer, yaitu seruan untuk membuang sisa-sisa makanan ke tempat sampah atau menumpuk piring yang digunakan di atas nampan yang disediakan.

Bukan cuma di Facebook, seruan budaya beberes KFC juga digaungkan di Twitter dan Instagram dengan tujuan menjaring lebih banyak pelanggan untuk melakukan hal serupa. Tapi, tapi, tapiiii…

…kenapa, sih, KFC??? Kenapa harus ada budaya beberes KFC??? Kenapa kita yang dianggap sebagai tamu malah harus beres-beres sampah bekas makanan, padahal tamu sering dianggap sebagai raja???

Hey, hey, tenang dulu. Jangan anggap saya malas. Yah gimana, saya ini memang malas, kok, tanpa perlu repot-repot kamu anggap begitu. Gimana nggak malas, lah wong saya makan di KFC itu juga karena saya menghindari jatah cuci piring di rumah, kok!

Apa? Budaya beberes KFC nggak meminta kita untuk nyuci piring?

Ya nggak papalah, pokoknya saya tetap malas! Udah enak kita duduk-duduk sambil makan kulit ayam dan kentang goreng, masa iya harus beres-beres dulu sebelum pulang? Sebagai tambahan nih, ya, bin alias tempat sampah di KFC sendiri sering kali tersembunyi letaknya, Saudara-saudara. Masa iya kita harus muter-muter nyariin dulu padahal perut udah kekenyangan? Nyari pacar baru aja susah, lah ini kok disuruh nyari bin!

 “Tapi kan konsepnya fast-food memang gitu! Kita harus bisa self-service di KFC, kayak di luar negeri!”

Duh, kenapa harus dibanding-bandingin sama luar negeri melulu? Kalau memang tolok ukur di luar negeri adalah A, apakah kita juga harus berada di titik A? Lah wong sushi Jepang yang kalau di luar negeri langsung dimakan aja belum tentu bisa diterima di Indonesia—dibilang mengandung minyak babi lah, makanan mentah dan nggak sehat lah, sampai perkara rasa yang tidak cocok dengan lidah lokal. Terus, kenapa sekarang, waktu ada budaya beberes KFC, malah kitanya yang harus ngikutin hanya karena sistem ini juga diterapkan di luar negeri???

Lagian, nih, ya, apa sih yang ada di kepala KFC? Setelah mengurangi penggunaan sedotan plastik pada menu-menu minumannya, kini mau ada gerakan mengurangi kerjaan pelayannya, gitu???

Eh, apa katamu? Para pelayan masih punya banyak pekerjaan walaupun kita sudah mengikuti budaya beberes KFC dan semestinya hal ini tidak ada masalah bagi kita???

Duh, sini saya kasih tahu. Kemalasan saya—dan 324.283 orang lainnya—bukan berarti bahwa saya adalah orang yang kelewat perhitungan. Saya tu cuma nggak mau ikut campur sama urusan orang, ngerti nggak???

Bayangin, deh, mbak-mbak dan mas-mas KFC itu sesungguhnya telah berniat bekerja dari rumah, bersemangat merapikan piring-piring kotor pengunjung, dan membuang sampah ke bin KFC yang letaknya kadang di tanah antah-berantah. Nah, kalau tiba-tiba kita datang, makan, lalu mengambil porsi kerjanya, apa iya mereka nggak merasa bingung??? Meski terkesan manis dan romantis, hal ini tetap membuat sebagian orang merasa rikuh sendiri, Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Apalagi—nih saya kasih tahu saja—beberapa pengunjung memang memilih untuk tidak melakukan budaya beberes KFC karena…

…malu.

Iklan

Iya, iya, sebagian dari kami ini pemalu stadium 4, Saudara-saudara. Bayangkan—kami harus berdiri di tengah kerumunan orang, mencari-cari bin (kalau nggak ketemu, kami harus bertanya kepada mbak-mbak atau mas-masnya—duh, malu!), membuang sampah-sampah kehidupan, lalu pulang. Kesemua langkah ini kami lakukan sambil menerima tatapan orang. Tentu saja hal ini membutuhkan kekuatan mental yang tidak remeh, Saudara-saudara! Padahal, salah satu alasan kami datang ke tempat ini adalah karena minimnya interaksi yang diperlukan, alias cuma pada saat memesan makanan saja ke mbak-mbaknya!!!!11!!!1!!

Jadi, yah, dengan alasan-alasan yang bergejolak di atas, saya memang masih belum menemukan alasan kuat kenapa kita harus—dan wajib—ikutan budaya beberes KFC. Maksud saya, KFC sendiri toh masih berbentuk tenda dengan terpal biasa, mbok ya nggak usah nggaya dengan konsep fast-food ala luar negeri!

Apa? Kok bingung begitu? Ini lagi ngomongin KFC yang pakai terpal di ujung jalan situ, kan? Klaten Fried Chicken?

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: budaya beberes KFCfast foodsedotan plastikself-servicetumpuk di tengah
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

mcdonalds rusia mojok.co
Luar Negeri

Vkusno & Tochka Mulai Debut sebagai ‘McDonald’s Rusia’

14 Juni 2022
Pojokan

Sedotan SJW: Ajakan Peduli Lingkungan Sambil Jualan Sedotan Stainless Ala KFC

13 Juli 2019
sedotan plastik
Pojokan

Nggak Usah Ganti Sedotan Stainleess, Pilih Kasih sama Sedotan Plastik itu sia-sia

10 Januari 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.