MOJOK.CO – Kepercayaan masyarakat terhadap pejabat pemerintah di masa pandemi semakin turun. Di media sosial, makin banyak netizen yang mengolok-olok pernyataan pejabat-pejabat pemerintah.
Negeri ini tentu saja tak kekurangan orang lulusan komunikasi, namun entah kenapa, di masa pandemi yang menyebalkan seperti sekarang ini, negeri ini seolah punya masalah yang amat besar dalam urusan komunikasi.
Lebih menyebalkan lagi karena ternyata masalah tersebut banyak timbul oleh pejabat atau lembaga pemerintah yang seharusnya justru fasih dan piawai berkomunikasi.
Tak terhitung blunder terkait penanganan pandemi Covid-19 yang keluar dari mulut atau corong pejabat dan lembaga pemerintah. Parade kecerobohan, ketidakkompakan, miskomunikasi, sampai denial, menjadi hidangan buruknya komunikasi yang dipamerkan oleh pemerintah.
Momen saat Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi membantah laporan Koalisi Warga LaporCovid19 yang menyebut bahwa rumah sakit kolaps akibat lonjakan pasien Covid-19 benar-benar menjadi puncak buruknya pola komunikasi pemerintah.
“Kolaps tidak, tapi overcapacity itu iya. Karena jumlah pasien yang sangat banyak dan dalam waktu bersamaan,” begitu kata Nadia kepada Tempo.
Pernyataan Nadia terkait penggunaan term overcapacity untuk menyangkal kondisi kolaps seperti yang dilaporkan oleh kolektif LaporCovid19 dianggap sebagai puncak denial pemerintah terhadap kondisi pandemi yang semakin memburuk.
Dua hari sebelumnya, pernyataan yang terkesan denial juga keluar dari mulut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Darurat Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan. Kepada Jokowi, Luhut melaporkan bahwa situasi terkini pandemi Covid-19 masih terkendali.
“Saya pikir semua masih terkendali dan tidak ada yang perlu kita menjadi ribut, panik sana-sini menurut saya,” terang Luhut. “Saya bisa sampaikan pada Anda, sama jawaban saya pada Presiden tadi malam, semua masih terkendali, Pak Presiden.”
Pada akhirnya, para pejabat pemerintah yang terkesan bermain-main dengan istilah (dimulai dari pernyataan Jokowi tentang mudik dan pulang kampung, serta pemilihan istilah PSBB, PPKM, dan sebagainya itu) tersebut memang membuat kepercayaan publik kepada pemerintah semakin terjun bebas.
Di media sosial, utamanya Twitter, tampak jelas makin banyak netizen yang mengolok-olok pernyataan-pernyataan para pejabat pemerintah utamanya dalam hal penanganan Pandemi Covid-19.
Dalam kondisi seperti inilah, kehadiran sosok-sosok seperti Dokter Faheem Younus menjadi semacam oase.
Dokter spesialis penyakit menular di University of Maryland Upper Chesapeake Health (UM UCH) Maryland ini kini menjadi dokter seleb di Indonesia karena kesediaannya menuliskan banyak informasi penting tentang penanganan Covid-19 menggunakan bahasa Indonesia.
Ia menjadi semacam media daring baru karena informasi-informasi yang ia berikan amat padat, jelas, dan informatif.
Dengan twit berbahasa Indonesia yang entah siapa yang membantu menerjemahkannya itu, Dokter Faheem Younus memberikan banyak sekali peringatan tentang apa yang perlu dilakukan dan apa saja yang tidak perlu dilakukan oleh masyarakat terkait Covid-19.
Kiat COVID:
Menginfeksi Anda melalui kenop pintu, makanan, ponsel, mayat, bahan makanan, atau permukaan lain bukanlah strategi virus ini
Seorang manusia akan memberimu COVID
Pakai masker, cuci tangan, hindari berkumpul di dalam ruangan dan vaksinasi
— Faheem Younus, MD (@FaheemYounus) July 3, 2021
Ia, misalnya, menyuruh masyarakat agar tak perlu membeli suplemen dengan embel-embel “peningkat kekebalan” dan lebih menyarankan agar masyarakat menggunakan uangnya untuk membeli masker, sebab hal tersebut jauh lebih berguna.
Dokter Faheem Younus juga memberikan tips tentang apa saja yang perlu dilakukan oleh orang yang terdiagnosis Covid-19.
Banyak sekali informasi berharga yang disebarkan oleh Dokter Faheem Younus kepada publik Indonesia terkait Covid-19, tentang risiko penularan, tentang obat-obatan di masa pandemi, tentang ketidakefektifan disinfektan, tentang vaksin, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hal yang membuatnya kini amat disukai oleh publik Indonesia.
Apresiasi dari berbagai pihak pun langsung berdatangan untuk Dokter Faheem Younus. Ia dianggap sangat membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi yang tepat terkait penanganan Covid-19.
Hal tersebut tak jauh berbeda dengan momen saat Ariel Noah panen pujian karena penjelasannya tentang vaksin yang dianggap sederhana dan mudah dipahami.
Dalam salah satu wawancara bersama komedian Sule, Ariel menjelaskan dengan amat bagus tentang mekanisme vaksin.
“Jadi sebenarnya yang dicari itu begitu kena Corona badan jadi lebih siap, jadi si virus itu nggak berkembang biak kalau virusnya nggak berkembang biak, Insya Allah nggak nularin lagi ke orang lain,” terang Ariel.
“Jadi ini kita sebenarnya melindungi orang-orang yang nggak bisa divaksin, orang-orang TBC, yang punya masalah imunitas, kan mereka nggak bisa divaksin nah begitu kena Corona pasti langsung sakit. Nah kita tu vaksin selain untuk melindungi diri sendiri, juga untuk melindungi mereka juga.”
When Ariel speaks, you simply listen. pic.twitter.com/qP4Zjajv2i
— Bryan Barcelona (@barcelonabryan) February 23, 2021
Penjelasan Ariel yang saat itu terpilih menjadi salah satu dari sepuluh orang Bandung yang mendapatkan vaksinasi perdana buatan Sinovac langsung dipuji oleh netizen.
Hadirnya sosok-sosok seperti Dokter Faheem Younus, Ariel Noah, dan juga tokoh-tokoh publik lainnya yang dianggap lebih mampu mengkomunikasikan dengan baik tentang kondisi atau informasi apa pun terkait penanganan pandemi Covid-19 ketimbang para pejabat pemerintah ini tentu seharusnya menjadi perhatian tersendiri.
Betapa kepercayaan orang-orang ternyata lebih bisa diberikan kepada sosok-sosok seperti Dokter Faheem Younus ataupun Ariel Noah, sosok yang sebenarnya tak punya “tanggung jawab” terhadap nasib masyarakat Indonesia.
Ini harus menjadi pelajaran penting bagi para pemimpin dan pejabat pemerintah untuk mulai memperbaiki komunikasi mereka terhadap masyarakat.
Jangan bikin kepercayaan masyarakat semakin turun. Introspeksi dan berbenah. Mulailah dengan mengakui kesalahan, jangan lagi denial, dan susunlah draf permintaan maaf.
BACA JUGA Apa Orang-orang Harus Nunggu dr. Faheem Younus Ngetwit Dulu Baru Paham Kesehatan? dan artikel AGUS MULYADI lainnya.