MOJOK.CO – Undangan tes baca Alquran memunculkan respons yang berlainan dari kubu Jokowi dan Prabowo. Politisasi agama dibalas politisasi agama. Hm, menarik.
Munculnya undangan Dewan Ikatan Dai Aceh untuk kedua calon presiden dan calon wakil presiden untuk melakukan tes baca Alquran segera menuai pro dan kontra. Hal ini tentu menjadi gorengan yang renyah di sela-sela isu ucapan “selamat natal” dari KH. Ma’ruf Amin dan perayaan Prabowo Subianto dengan keluarganya yang non-muslim.
Sebenarnya ide tes baca Alquran merupakan hal yang sudah pernah muncul pada September 2018 silam. Ketika ramai usulan soal debat capres menggunakan bahasa Inggris, mendadak dari kubu Jokowi muncul usulan untuk tes baca Alquran sekalian.
“Terkait adanya usulan debat bahasa Inggris, kami sangat mendukung. Bahkan, sebaiknya juga debat berbahasa Arab dan tes baca Alquran perlu dilakukan,” kata Indra Hakim Hasibuan, Wasekjen PPP pada 14 September lalu.
Tuh kan? Bahkan usulan dari kubu Jokowi sendiri dulu nggak cuma sebatas tes baca Alquran segala, melainkan sampai tes bahasa Arab. Kok ya ndilalah Dewan Ikatan Dai Aceh mendadak memberi undangan betulan untuk tes baca Alquran pada Desember 2018 ini. Hm, mncrgkn skl.
Usulan dari Tim Jokowi itu pun bisa dinilai sebagai “serangan balasan” koalisi partai pemerintah terhadap serangan yang sering diterima dari kubu lawan. Ketika sebelumnya Jokowi selalu dicitrakan sebagai “musuh ulama”, ke-Islam-annya selalu dipertanyakan, bahkan dihajar habis-habisan ketika mengucap Alpatekah.
Meskipun ya harus diakui bersama dua usulan tersebut (baik debat bahasa Inggris maupun tes baca Alquran) sebenarnya sama-sama wagu dan blas nggak mashoook.
Sebagai penyelenggara negara, tidak ada korelasi langsung antara kepandaian membaca Alquran dengan kecakapan kepemimpinan. Hal yang sama dengan korelasi kefasihan berbahasa Inggris. Masalahnya, jika dalam usulan debat bahasa Inggris pihak Jokowi yang bakal diragukan, maka giliran undangan tes baca Alquran, giliran pihak Prabowo yang kali ini diragukan.
Ini seperti seseorang yang diserang lewat politisasi agama, membalas dengan cara yang sama. Yang undang dari pihak lain, yang diuntungkan pihak Jokowi. Kalau kata paribahasa Panama: lempar kentut pinjam bokong orang lain.
Situasi ini mau bagaimana pun juga cukup mempersulit kubu Prabowo sebenarnya. Sebab, meski diagung-agungkan oleh banyak ulama dan—katanya—jutaan umat muslim yang sering berdemonstrasi di Monas, Prabowo sendiri sebenarnya tidak selalu menunjukkan watak keislamannya secara publik.
Ya kan kita nggak perlu tahu kalau beliau jebul sering salat tahajud malam-malam? Itu kan urusan beliau sama Tuhannya, ngapain kita ikut campur sih?
Hal yang sebenarnya sama juga dengan Jokowi—meski ketika masih menjadi Walikota Solo, hubungan Jokowi dengan para ulama dan kiai di Solo sangat dekat. Karena kebetulan saat periode tersebut saya sendiri merupakan santri di salah satu pesantren di Solo yang sering dikunjungi Jokowi ketika dirinya masih Walikota. Tetapi Jokowi juga nggak bisa disebut pinter-pinter banget soal agama juga—meski bisa diduga kemampuannya sedikit lebih baik ketimbang Prabowo.
Oleh karena itu, wajar jika Tim Pemenangan Jokowi merasa siap kalau memang betul undangan tes baca Alquran itu mau direalisasikan. Hajelas, mereka tentu nggak akan membiarkan kesempatan emas untuk memukul lawan politiknya kali ini. Apalagi kesempatan ini datang memakai senjata milik lawan. Yang dalam paribahasa Kepulauan Faroe namanya: senjata makan tuan.
Hal ini—paling tidak—ditunjukkan dengan keterangan Tim Pemenangan Prabowo, bahwa tes semacam ini tidak cukup etis diselenggarakan secara terbuka. Yang dalam bahasa filsafat Palung Mariana namanya: nolak halus.
Uniknya, kubu Prabowo menuding bahwa petahana sudah memainkan duel-duel narasi ibadah yang sifatnya sebenarnya berada di ruang privat. Mungkin bagi Tim Prabowo, Tim Jokowi sudah kelewatan memainkan isu agama.
“Ini (tes baca Alquran) membuktikan publik lelah dengan narasa ibadah yang dimainkan oleh kubu petahana ini. Bagi kami dari awal, tidak etis seorang politisi mempertanyakan persoalan privat seperti ini di ruang publik, yang dimulai oleh pihak petahana,” ujar Faldo Maldini, politisi muda dari PAN.
Hm, sedikit mengejutkan. Ternyata selama ini yang mengomando massa dengan kekuatan berbasis agama itu diawali dari kubu Jokowi sendiri. Benar-benar sebuah informasi berharga yang penting. Soalnya, selama ini banyak publik yang mengira justru Jokowi sering diserang karena persoalan agama sebelumnya. Ternyata selama ini publik salah. Benar-benar majas ironi.
Terlepas dari penolakan dari Tim Prabowo, secara ugal-ugalan, cukup bisa dipahami jika Tim Jokowi merasa siap dengan undangan ini. Ya iya dong, sebab selain Jokowi, mereka masih punya KH. Ma’ruf Amin yang tentu tak perlu dipertanyakan lagi kemampuan baca Alquran-nya.
Di sisi lain, seharusnya hal itu juga nggak perlu ditakutkan oleh Tim Prabowo yang punya Sandiaga Uno. Seorang santri post-islamisme dengan berbagai latar belakang menakjubkan. Kalau kamu nggak percaya coba tanya sama para politisi PKS. Eh.