MOJOK.CO – Ramainya pemberitaan soal kejadian Mako Brimob tidak luput menyisakan pertanyaan besar yang santer beredar: benarkah peristiwa ini terjadi gara-gara makanan?
Selasa (8/5) malam lalu, tragedi penyanderaan anggota polisi oleh narapidana teroris (napiter) di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, mencuri banyak perhatian. Terlebih, dari kejadian Mako Brimob ini sendiri ada korban jiwa yang jatuh, yaitu 5 anggota polisi dan 1 tahanan. Mirisnya, salah satu anggota polisi yang menjadi korban meninggal dikabarkan memiliki istri yang baru saja melahirkan.
Menyusul banyaknya pemberitaan dan laporan kronologi kejadian Mako Brimob di banyak berita, pertanyaan-pertanyaan pun muncul. Paling santer beredar, sebuah kabar berembus menyatakan bahwa kejadian ini terjadi gara-gara persoalan makanan. Benarkah?
Makanan Memang Pemicu, tapi Jelas Ada Kekesalan Lain yang Menumpuk
Dari pihak kepolisian, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen M. Iqbal menanggapi pertanyaan ini dengan membenarkan bahwa makanan memang menjadi pemicu kasus berdarah tempo hari lalu. Menurutnya, masalah ini berkembang ketika ada keluarga narapidana yang datang membawa makanan, tapi menolak untuk melalui tahap pemeriksaan.
Dilansir dari Tirto.id, pernyataan hampir serupa juga diakui oleh napiter. Pemicu awal kasus ini memang makanan, tapi ternyata—menurut mereka—permasalahannya jauh lebih kompleks. Menurut Abu Qutaibah, salah satu napiter, kejadian Mako Brimob ini merupakan puncak permasalahan yang menumpuk.
Bukan hanya makanan, para napiter juga menyebut masalah besukan sebagai salah satu alasan mereka berontak. Masih menurut Abu Qutaibah, tak jarang pula barang titipan dari kolega napiter tertahan dan tidak tersampaikan pada napiter yang dituju.
Makanan Dituduh Sebagai Penyebab, Makanan Pula yang Diminta Napiter
Yang juga menjadi sorotan dari kejadian Mako Brimob adalah penyanderaan anggota polisi bernama Bripka Iwan Sarjana oleh para napi. Masih dilansir dari Tirto.id, para polisi kala itu terpantau lihai melakukan negosiasi dengan napiter untuk melepaskan hidup-hidup Bripka Iwan Sarjana.
Sebagai gantinya, seolah mengingatkan para petugas dengan awal mula permasalahan saat itu, para napiter meminta dukungan berupa…
…makanan. Yha.
Dari kericuhan berdarah di Mako Brimob, sungguh patut untuk kita bersama-sama berduka cita atas jatuhnya korban-korban jiwa. Namun, perlu juga kita garis bawahi bahwa kasus ini ternyata memang lebih complicated daripada sekadar ‘gara-gara makanan’. Alih-alih, kericuhan Mako Brimob justru terjadi karena permasalahan dan kekesalan yang menumpuk.
Ya, karena kekesalan yang menumpuk itulah, sebuah aksi pecah sejak Selasa malam. Meletus ibarat Gunung Merapi yang erupsi, aksi para napiter ini menjadi sorotan publik selama berhari-hari, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.
Karena kekesalan yang menumpuk pula, tahanan yang ada di satu blok rutan berhasil memprovokasi tahanan di blok lain untuk sama-sama menyerang penjaga.
Karena kekesalan yang menumpuk, lagi-lagi, jatuhlah korban jiwa di tangan orang-orang yang dikuasi emosi dan amarah tak terkendali.
See? Betapa mengerikannya kekesalan dan permasalahan jika dibiarkan menumpuk begitu saja. Jangankan perkara kejadian Mako Brimob, hal-hal remeh semacam kisah pacaranmu yang sudah berlangsung 3, 5, hingga 7 tahun pun bisa selesai dalam 5 menit kalau urusannya udah soal ‘kekesalan yang menumpuk’.
Lagi pula, yang terpenting, atas semua permasalahan dan kekesalan yang menumpuk tadi, kekerasan dan pembunuhan jelas merupakan hal yang lain. Dan menyedihkan.
Sorry, but that’s seriously not cool to kill other people, dude.