Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kita Memang Harusnya Kecewa Sama Massa Aksi 22 Mei yang Sama Sekali Tanpa Empati

Nia Lavinia oleh Nia Lavinia
22 Mei 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sudah betul itu, kita harusnya kecewa sama massa aksi 22 Mei yang bukannya membela rakyat malah membela kepentingan elit politik haus kekuasaan.

Selama ini saya pikir orang yang bisa melakukan aksi hanya orang yang memiliki empati. Maksud saya, keputusan untuk melawan dengan melakukan aksi hanya bisa dilakukan ketika kamu benar-benar tahu, mengerti, dan merasakan langsung adanya penindasan dan ketidakadilan.

Bikin aksi tuh berat, Dilan aja nggak akan kuat dan aksi, tentu saja bukan sesuatu yang bisa secara impulsif kamu lakukan. Karena aksi, bisa dibilang cara terakhir yang bisa kamu lakukan ketika kamu sudah mengupayakan segala cara formal (seperti maju ke pengadilan) untuk melawan penindasan dan ketidakadilan itu.

Karena aksi itu melelahkan, menghabiskan banyak tenaga, memakan banyak waktu, menghabiskan banyak biaya, dan (tetap) berpotensi tidak menghasilkan apa-apa, makanya melakukan aksi itu, hanya bisa dilakukan orang yang punya empati tinggi—yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, yang mau dan bisa mengorbankan dirinya, berusah payah untuk memperjuangkan kepentingan orang-orang yang tertindas dan mengalami ketidakadilan itu.

Orang yang individualis, punya banyak privilese, dan tidak pernah merasakan penindasan (seperti saya) mana punya panggilan untuk melawan. Yang ada, seringnya kita malah mempertanyakan untuk apa sih orang-orang itu melawan?

Karena tentu saja, empati kita tidak pernah sampai, otak kita nggak akan pernah kepikiran alasan-alasan kenapa orang bisa berjuang sekuat tenaga seperti itu. Karena kita, tidak pernah berada di posisi mereka karena selama ini selalu ada di posisi yang diuntungkan.

Kita tidak pernah mengerti kenapa buruh selalu melakukan aksi, kenapa ibu-ibu kendeng sampai menyemen kaki mereka sendiri, petani kulon progo tetap memaksa tinggal di wilayah yang rawan karena pembangunan, sampai kenapa sih masih ada orang-orang yang tetap bertahan belasan tahun ikut aksi kamisan padahal jelas-jelas mereka diabaikan?

Tapi hari ini, saya melihat pemandangan aksi yang berbeda. Sebuah aksi yang membuat saya kecewa. Bagi saya, massa aksi 22 Mei ini adalah aksi yang sangat jauh dari empati. Alih-alih bertujuan untuk melawan penindasan, aksi hari ini lebih cocok jadi aksi terror yang menakutkan, mengecam, dan sarat akan kekerasan.

Bukan hanya tidak memiliki manajemen aksi. massa Aksi 22 Mei ini juga jelas melanggar aturan, memancing kerusuhan, dan tentu saja yang paling mengecewakan adalah—tidak jelas apa yang sedang mereka lawan.

Lalu, ketika sudah dianggap keterlaluan (tidak membubarkan diri setelah lewat jam 6 malam, melempari polisi dan petugas keamanan, membakar mobil, memancing keributan) dan ketika hendak diamankan oleh kepolisian mereka bermain sebagai korban. Mengutuk-ngutuki polisi bertindak brutal, dan menyerang tanpa alasan.

MON MAAP NICH, ITU ANDA SENDIRI YANG CARI PERKARA. POLISI YA KERJAANNYA MENJADI POLISI, FYI NICH Polisi kalau dianggap brutal itu bukan cuma di aksi Anda, tapi di semua aksi (yang melanggar aturan) juga melakukan hal yang sama. Anda selama ini kemana aja?? Hah??

Kalau mau aksi sih ya aksi aja, tapi harus tetap bertanggung jawab dan ikut aturan dong. Jangan sampai menguasai ruang public terlalu lama, mengganggu ketertiban, stabilitas keamanan dan mengganggu perekonomian. MON MAAP NICH IBU KOTA KAN BUKAN CUMAN MILIK ANDA.

Hadeeh, padahal lagi puasa, Anda ini bikin saya ngegas aja. *buru-buru istigfar*

Lagian, apa sih yang kalian perjuangkan itu? Penindasan macam apa yang sedang kalian lawan? Dan yang paling penting—Mon maap Anda ini siapa, yha? Hmm? Mewakili rakyat? Rakyat yang mana?

Iklan

Kalau tujuan Anda aksi gara-gara kalah pemilu lalu Anda ngamuk-ngamuk begitu, saya jadi curiga kalau Anda ini bukan sedang membela rakyat, tapi sedang membela elit politik yang pengin berkuasa dengan segala cara.

Hmm?? Apa?? Aksi ini meniru aksi reformasi??

Lho, asem. Jangan samakan aksi 22 Mei ini dengan aksi reformasi. Reformasi jelas, musuhnya adalah tiran. Lah, Anda ini melawan apa? Kecurangan yang masih belum bisa dibuktikan?

Tolong Anda jangan terlalu polos. Ketika Anda berantem. Elit tuh pada ketawa tauuk.

Lha wong bagi elit politik, kalah dari pertarungan kekuasaan bisa dengan mudah mereka selesaikan dengan melakukan konsensi-konsensi supaya kepentingan mereka tetap bisa terakomodasi kok.

Sadar nggak sih kalau segala keributan ini, nggak ada untungnya buat kita. Yang ada, kita malah jadi korban dari akumulasi proses-proses sebelumnya yang melibatkan ketakutan dan ancaman.

Narasi bahwa “Jika Jokowi menang tidak ada lagi yang menyembah tuhan” dan “Jika Prabowo menang rezim otoriter dan militerisme akan hidup kembali” jadi terdengar masuk akal dihembuskan supaya kita berpikir bahwa siapa pun yang menang, Negara tidak akan baik-baik saja. Dan kekerasan akan dibolehkan karena kita sedang berusaha menegakan keadilan, dan mencegah kehancuran negara.

Keadilan ndasmu. Membela elit mati-matian seperti ini itu emangnya jenis perlawanan macam apa?

Makanya saya kok selalu sepakat sama apa yang dikatakan gerakan golput waktu itu, “siapa pun yang menang, rakyat tetap kalah”.

Sudahlah, mari kita hentikan ribut-ributnya. Elit nggak perlu dibela. Politik itu cair dan mereka akan bisa saling mengisi sendiri-sendiri.

Daripada ribut-ribut, lebih baik simpan energi yang kita punya untuk dialihkan kepada hal-hal lain yang lebih penting. Lagipula, membela elit politik itu nggak ada gunanya. Toh selama ini kita tetap menjalani hidup bergantung pada diri sendiri. Bukan pada mereka.

Terlalu lama terjebak pada ketidakpuasan atas hasil pilpres nggak akan bawa perubahan apa-apa. Ada banyak hal penting yang lebih baik kita urusi. Hal-hal yang bersinggungan dengan kehidupan kita sendiri. Konflik agraria, sengketa tanah, pencemaran lingkungan, terorisme, pelanggaran HAM, kekerasan seksual, dan banyak hal lainnya. Lebih baik kita kawal isu-isu ini.

Melawan dengan menekan pemerintah dan para elit bekerja adalah salah satu cara terbaik untuk menunjukan ketidakpuasan. Jangan bikin elit nyaman dengan kita yang berantem nggak jelas lalu melupakan tugas-tugas penting yang harus diselesaikan. Lagian, aksi tanpa empati yang kalian lakukan itu, juga aslinya nggak ada gunanya. Cuman bikin suara kalian keras tapi buat apa kalau nggak mengetuk nurani siapa-siapa.

Terakhir diperbarui pada 22 Mei 2019 oleh

Tags: aksi 22 Meielit politikpeople power
Nia Lavinia

Nia Lavinia

Mahasiswa S2 Kajian Terorisme, Universitas Indonesia.

Artikel Terkait

Prabowo Amien Rais dilaporkan MOJOK.CO
Kilas

Prabowo, Amien Rais, Titiek Soeharto Dilaporkan ke Polisi, Diduga Dalang Kerusuhan 22 Mei

31 Mei 2019
Ulin Yusron dan Mustofa Nahra MOJOK.CO
Pojokan

Merayakan Penangkapan Mustofa Nahra, Karena Selanjutnya Ulin Yusron

26 Mei 2019
Terpujilah Wiranto, Bapak Hemat Kuota Internet
Esai

Terpujilah Wiranto, Bapak Hemat Kuota Internet

26 Mei 2019
anies baswedan dan aksi 22 mei MOJOK.CO
Pojokan

Anies Baswedan “Absen” di Aksi 22 Mei Karena Sibuk Curhat Kepada Air Itu Perlu Dimaklumi

25 Mei 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
Drama sepasang pekerja kabupaten (menikah sesama karyawan Indomaret): jarang ketemu karena beda shift, tak sempat bikin momongan MOJOK.CO

Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang

17 Desember 2025
Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan MOJOK

Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

21 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025

Video Terbaru

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.