MOJOK.CO – Di tengah Israel yang banyak dari kamu benci, justru Islam, Yahudi ortodok, dan Kristen duduk bersama dalam balutan rompi oranye United Hatzalah.
Kamu sudah kenal dengan yang namanya United Hatzalah? Saya berani bertaruh kalau nama itu masih sangat asing di telinga kalian. Mungkin pengecualian bagi mereka yang mengikuti Nas Daily di Facebook.
Kamis (07/11) ketika Indonesia sedang gadung oleh pemberitaan Maria Ozawa dan kasus pemerkosaan mahasiswa salah satu universitas negeri di Yogyakarta, Nas Daily mengunggah sebuah video yang begitu “luhur”. Nas mengangkat sebuah masalah pelik di Israel, dan menurut saya, sangat dekat dengan masalah di Indonesia.
Masalah yang diangkat adalah susahnya mobil ambulans menembus kemacetan ketika merespons panggilan darurat. Jelas, jika terlambat, yang terjadi kemudian adalah telatnya melakukan pertolongan pertama. Ini bisa sangat fatal, apalagi jika panggilan darurat tersebut dikarenakan ada seseorang yang kena serangan jantung atau kecelakaan.
Nas Daily menggunakan sebuah gambaran yang sungguh tepat sasaran. Digambarkan ada sebuah keluarga yang sedang hiking di sebuah daerah terpencil. Salah satu anggota keluarga itu berusaha memanggil ambulans. Untuk mencapai keluarga yang tengah panik itu, ambulans harus bisa menerobos jalanan yang sempit, lagi macet. Ketika ambulans sampai di tempat, semuanya sudah terlambat.
Inilah masalah yang coba dicari solusinya. Di beberapa negara dengan banyaknya jalanan sempit dan kemacetan yang gila, misalnya di Jakarta, ambulans sangat sulit bermanuver. Ambulans tidak bisa bergerak secepat mungkin untuk menyelamatkan nyawa.
Prihatin dengan situasi tersebut, Eli Beer, membuat sebuah terobosan. Ia membangun sebuah usaha bernama United Hatzalah.
Alih-alih menambah jumlah mobil ambulans, Eli menggunakan motor untuk menerobos kemacetan. Motor, jelas lebih fleksibel ketika bermanuver di jalanan yang sempit. Apalagi ketika ada yang sein kiri, tapi malah belok kanan. Mobil sulit mengantisipasi kelakuan manusia dunia ketiga seperti ini. Motor lebih sat set.
Eli menyebutnya sebagai “ambucycle”. Motor ini dipersenjatai dengan suplai alat-alat kesehatan. Orang yang mengendarai juga dibekali dengan pelatihan dasar-dasar penanganan keadaan darurat selama berbulan-bulan sampai lumayan jago. Tujuan ambucycle adalah melakukan pertolongan pertama, mencegah kejadian fatal, dan menunggu ambulans mobil datang.
United Hatzalah tidak punya “pekerja kantoran” resmi. Semua yang terlibat adalah sukarelawan. Mereka adalah orang-orang biasa, seperti aku dan kamu. Mereka adalah guru, insinyur, dan mahasiswa.
Panggilan darurat yang masuk langsung diteruskan ke sukarelawan terdekat. Jadi, orang-orang biasa ini langsung menjelma menjadi penyelamat nyawa. Eli menyebutnya mirip Uber, namun semuanya gratis. Saat ini, sudah ada 4.000 sukarelawan di beberapa negara.
Nah, di sini menariknya. Sukarelawan United Hatzalah berasal dari beragam latar belakang, terutama agama. Maklum, ini penting untuk ditegaskan karena perbedaan soal agama tengah menjadi perdebatan yang panas yang cenderung tidak sehat. Di kantor United Hatzalah, Islam, bisa duduk berdampingan dengan Yahudi ortodok dan Kristen.
Israel, selama ini, dianggap sebagai musuh banyak pihak, terutama dengan latar belakang sentimen agama dan ras. Kalau menyebut nama “Israel”, yang terbayang adalah “Palestina” dan kekerasan selama bertahun-tahun. Namun, tentunya kamu tahu kalau tidak semua orang di Israel itu suka dengan kekerasan. Bahkan banyak di sana yang mengutuk kebijakan negaranya yang “suka menindas” itu.
Orang-orang inilah, mereka yang Islam, Yahudi ortodok, dan Kristen, bisa mengesampingkan perbedaan dan duduk bersebelahan. Mereka bersatu dalam sebuah bingkai yang sama, yaitu menyelamatkan nyawa manusia.
Saya jadi teringat kata mendiang Gus Dur bahwa, “Tidak penting apa agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.”
Saya rasa, jika kalimat sakti ini diendapkan dan dipegang sebagai sebuah amalan, dunia ini sudah selesai dengan “peperangan”. Indonesia sedang “sakit” karena politik yang menyeret agama dan kepercayaan di dalamnya. Mereka yang tidak segolongan atau satu agama, dipandang sebagai orang yang perlu “dihijrahkan”. Kalau tidak mau, langsung mendapat status musuh.
Di tengah sebuah negara yang dibenci, mereka, pemeluk Islam, Yahudi ortodok, dan Kristen bisa bersatu. Akal sehat, berkah istimewa dari Tuhan, dimanfaatkan secara paripurna. Yang didahulukan bukan “Apa agamamu?”, tetapi “Ada yang bisa aku bantu, kawan?”
United Hatzalah, di tengah Israel yang banyak dari kamu benci, justru mengajarkan cara bersikap, cara menjadi manusia seutuhnya. Islam, Yahudi ortodok, dan Kristen duduk bersama, saling membantu untuk menyelamatkan nyawa. Nikmat Tuhan mana lagi yang mau kamu dustakan?