MOJOK.CO – Trailer film Joker berhasil membangun kengerian tentang seorang manusia yang jatuh ke dalam fase depresi terdalam. Sebuah horor akan penolakan keberadaan manusia. Film yang patut dinanti.
Kejahatan terbesar manusia adalah menolak keberadaan orang lain. Ketika ditolak, dibuang, dipermalukan, dan dibantai di depan banyak orang, kamu akan merasakan horor terbesar itu. Ketika keberadaanmu sama dengan tidak ada, ditertawakan, dianggap sepele.
Trailer kedua dan pamungkas dari film Joker dibuka dengan sebuah penolakan itu. Arthur Fleck, nama asli dari musuh paling pribadi dari Batman itu hanya berusaha menghibur seorang anak kecil di dalam sebuah bus. Seperti makna dari clown, ‘badut’ yang sejatinya menghibur di tengah sebuah pesta, Arthur Fleck berusaha menularkan kelucuan dari dalam dirinya kepada orang lain.
Tapi ia ditolak. Keberadaannya dianggap menggangu oleh ibu dari si anak itu. Ironi di balik nama Joker dimulai dari sini, dari penolakan.
Trailer film Joker lalu bergulir ke sebuah adegan di mana terapis dari Arthur Fleck yang mengabarkan kabar buruk. Si terapis menyampaikan kalau pertemuan mereka malam itu akan menjadi pertemuan terakhir. Arthur mendengarkan kalimat si terapis dengan saksama.
Seperti sedang mendesis, Arthur menjawab, “You just asking the same question every week. ‘How’s your job, are you having a negative thoughts?’ All I have a negative thought.”
Arthur memfokuskan dirinya kepada kabar buruk dari si terapis. Ia seperti mengimani keberadaan kabar buruk itu. Sebuah respons yang sukses membuat si terapis tertegun, lalu diam dalam keprihatinan.
Percakapan antara Arthur dan si terapis dibalut oleh adegan lain ketika seorang badut di-bully oleh society. Bagaimana papan yang ia bawa untuk “mengamen” direbut. Bagaimana kepalanya dihantam oleh papannya sendiri di sebuah gang. Sebuah latar tempat favorit untuk adegan pem-bully-an di film-film Hollywood.
Horor penolakan kepada keberadaan seseorang itu seperti mengantam saya. Sukses membuat saya membangun narasi film Joker di dalam kepala; seorang psychopath in the making. Bagaimana manusia dihadapkan kepada banyak masalah, membentuk fase depresi secara perlahan. Seperti api itu panas dan es itu dingin, fase depresi itu adalah sebuah kepastian.
Setelah keberadaannya ditolak, Arthur masuk babak dipermalukan. Arthur adalah seorang artis stand-up comedy yang gagal. Di sebuah acara televisi yang diasuh oleh Murray Franklin (Robert De Niro), Arthur dipermalukan secara nasional.
Untuk membangun efek malu yang begitu dahsyat, trailer film Joker menampilkan scene Arthur yang sedang berada di rumah sakit. Dia sedang menunggui ibunya yang tengah sakit dan butuh bantuan alat sebagai penopang hidupnya. Arthur menemukan dirinya dipermalukan ketika berada dalam fase kesedihan yang mendalam.
Bagaimana rasanya ketika kamu sudah ditolak oleh society, lalu dipermalukan di depan ribuan orang secara langsung? Rasanya seperti pukulan ke ulu hati yang begitu telak, menohok. Membuatmu bertanya-tanya, “Apakah keberadaanku memang dibutuhkan?” Arthur pun mempertanyakan eksistensi dirinya sendiri di dalam trailer.
Fase depresi yang memuncak, disempurnakan oleh “pembantaian karakter”. Di dalam trailer, Arthur bertemu secara langsung oleh Thomas Wayne. Betul, dia ayah dari Bruce Wayne alias Batman. Yang di tahun-tahun mendatang, Joker menjadi musuh pribadi, dan mungkin paling menyulitkan, bagi Batman.
Thomas Wayne, orang paling kaya di Gotham, tokoh yang digunakan untuk membangun dikotomi kaya dan miskin. Bagaimana yang kaya lebih berkuasa ketimbang kamu yang miskin. Trailer film Joker menggambarkan pembantaian karakter ini dengan sebuah pukulan telak dari Thomas Wayne ke wajah Arthur.
Ketika depresi itu memuncak, Arthur berusaha melesapkan keberadaannya dalam balutan riasan wajah, mengecat rambutnya menjadi warna hijau, dan berusaha tersenyum lebar. Ia bertranformasi dari badut yang bersahabat, menjadi The Clown. Badut yang memuja kekacauan sebagai bentuk kondisi jiwanya.
Joaquin Phoenix, sebagai pemeran Joker, mendalami betul karakter yang dia garap. Salah satu signature dari sosok Joker adalah tawanya yang mengintimidasi. Demi menemukan cara tertawa paling mengerikan, Joaquin melakukan sebuah riset.
Joaquin menghabiskan banyak waktu untuk menonton video orang-orang yang menderita pathological laughter atau gangguan syaraf yang membuat seseorang tertawa secara tidak terkontrol.
Cara tertawa yang ikonik ini menyempurnakan film Joker ala Joaquin yang sudah bertranformasi dengan riasan wajah dan rambut berwarna hijau itu. Dan sukses betul, tawa itu begitu mengganggu, sekaligus dengan mudah menjelaskan isi kepala dari orang yang sedang depresi.
Kekacauan yang dicintai oleh Joker digambarkan dengan penggambaran kerusuhan di dalam kereta bawah tanah dan di depan Wayne Hall yang sedang menayangkan (atau mementaskan) Modern Times, film Charlie Chaplin. Sebuah penggambaran ironi akan roda modernitas yang dipacu oleh orang kaya dan menekan orang terbuang di New York era 80an. Sebuah vendetta sedang diorkrestrai oleh Joker.
Film Joker adalah film stand alone atau terpisah dari film-film DC lainnya. Todd Phillips sebagai sutradara ingin membangun cerita orisinal dari Joker, meskipun tidak menggunakan bangunan cerita di dalam komiknya. Film “superhero” atau bisa juga kamu sebut sebagai anti-hero ini akan tayang pada 4 Oktober 2019 di Amerika Serikat. Belum ada jadwal tayang yang pasti untuk layar Indonesia.
Melihat kusamnya performa film-film DC sebelumnya, Joker sudah terlihat akan menonjol. Mungkin bisa berdiri berdampingin dengan dua seri Batman garapan Nolan yang monumental. Cameron Bailey, Direktur Artistik Toronto Film Festival memuji habis-habisan film ini. Saking bagusnya, Joker diprediksi bisa menang Oscar.
Jika itu terjadi, Oscar ini akan menjadi yang pertama bagi Joaquin Pheonix yang sudah beberapa kali masuk nominasi. So, silakan nikmati horor yang berhasil dibangun dari sebuah trailer. Horor tentang kehidupan manusia.
Send in the clown…
BACA JUGA Menghitung Kekayaan Bruce Wayne atau artikel Yamadipati Seno lainnya.