MOJOK.CO – Selain adu program dan adu pandangan, Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 ini bukan hanya jadi panggung bagi Jokowi dan Prabowo semata.
Pesta demokrasi pada 2019 nanti merupakan pertandingan beberapa politisi yang punya kemampuan atau citra yang hampir setara, baik itu di kubu Jokowi maupun di kubu Prabowo. Baik secara kemampuan sebagai pelontar serangan acak adul, sebagai influencer yang punya citra terpercaya sehingga omongannya diikuti, sampai pendatang baru yang masih kinyis-kinyis.
Mojok Institute bekerja sama dengan Gardamaya membuat 6 daftar nama para politisi di belakang Jokowi dan Prabowo dengan ciri khas yang bisa saling dibandingkan.
Dari yang pertama, kita bisa melihat bagaimana lambe akrobatnya Ali Mochtar Ngabalin dengan Ferdinand Hutahean.
Kedua politisi ini tak hanya mengundang decak kagum karena sering bikin orang tersedak waktu mendengar komentar-komentarnya, melainkan juga memancing gelak tawa yang tiada banding. Lontaran komentar dari kedua politisi ini memang sering bikin kita suka gemas-gemas sendiri.
Untuk itulah kami memberi kedua politisi ini gelar sebagai cocot kencono alias bibir kencana bagi kubu yang mereka bela masing-masing. Ibarat Asian Games 2019 ada cabang olahraga silat lidah, kedua tokoh ini sudah jelas akan dijagokan untuk bergumul memperebutkan medali emas.
Bagaimana tidak? Ngabalin pernah dengan sembrono menyebut Amien Rais omongannya kayak comberan. Padahal saat itu posisi Ngabalin adalah Staf Kepresidenan yang harusnya menjaga citra institusinya, eh malah mengucapkan penghinaan di ruang publik ke lawan politik. Jika Jokowi adalah bapaknya Ngabalin, bisa-bisa disentuh pipinya ini anak karena suka ngawur kalau pilih diksi.
Pembelaan-pembelaannya pada kinerja pemerintah yang sebelum ada Ngabalin sifatnya defensif, belakangan malah jadi ofensif dan lebih galak ketimbang yang ngritik. Bahkan kalau diingat ke belakang lagi, Ngabalin pernah mau “mendesak” Tuhan untuk mendukung capres yang dibelanya pada masa lalu. Gaya ceplas-ceplos yang sebenarnya malah lebih sering mengundang tawa dari kedua kubu yang mau berpikir ketimbang sebagai serangan bermutu.
Gaya ceplas-ceplos ini ada juga di kubu Prabowo. Siapa dia? Yak, pliswelkom, the only one Rio Ferdinand Hutahean yang tak kalah ajaib. Hagimana nggak ajaib? Dari mengritik soal penggunaan stuntman Jokowi dalam pembukaan Asian Games 2018 sampai yang terbaru mengenai komentarnya soal operasi plastik Ratna Sarumpaet:
“Karena yang saya pahami orang operasi plastik untuk mempercantik diri. Tapi kok Ratna tidak jadi cantik? Tetap saja seperti semula? Inilah yang harus diusut,” kata Ferdinand saat itu.
Ebuset, ini gaya satire yang kelewat tinggi, sampai bikin banyak orang sulit paham atau gimana sih maksudnya, Bang? Sebentar, sebentar, ini sebenarnya Bang Ferdinand mau bela Ratna atau mau mengejek sih? Benar-benar double mind blowing.
Selain dua nama cocot kencono itu, ada juga Budiman Sudjatmiko dan Fahri Hamzah yang sama-sama alumnus aktivis 1998. Di mana keduanya turut serta dalam gerakan reformasi untuk menurunkan Presiden Soeharto saat itu. Namun ketika keduanya jadi politisi, sisa-sisa idelisme ketika masih jadi aktivis seperti sudah berkembang jadi lebih adem, lembut, terus mendadak tidak tampak lagi karena termakan usia dan pengalaman enak.
Di antara itu ada juga Adian Napitupulu dan Fadli Zon yang merupakan petugas partai garis keras. Adian adalah sosok yang akan membela PDIP sampai titik darah penghabisan, layaknya Fadli Zon yang tak ragu untuk melakukan apapun untuk Gerindra dan Prabowo.
Di panggung ormas keagamaan, ada Nusron Wahid yang merupakan mantan ketua GP Anshor di kubu Jokowi, lalu ada Dahnil Anzar yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah di kubu Prabowo. Entah disengaja atau tidak dari kedua kubu, tapi guyon-guyonan NU-Muhammadiyah ala novel Kambing dan Hujan bisa jadi akan kembali tampak pada pilpres kali ini.
Di sisi lain, meski ada banyak para politisi senior, di kedua kubu juga muncul newcomer alias pendatang baru. Ada Tsamara Amany yang masih kinyis-kinyis di kubu Jokowi yang sadis dan nyelekit kalau udah ngomentari kubu lawan. Sedangkan Hanum Rais, putri Amien Rais, muncul di kubu Prabowo dengan pendekatan penuh daya pikat melankolis penuh drama di depan kamera.
Terakhir ada Denny Siregar sang penggiat media sosial di Facebook yang merupakan influencer di kubu Jokowi. Lah gimana tidak berpengaruh? Denny ini sekali update status di Facebook dikomentari ratusan orang, disukai ribuan orang, dan dibagikan ribuan orang. Ini setara dengan Rocky Gerung di kubu Prabowo, meski platfom media sosialnya berbeda dengan Denny Siregar.
Jika Denny demen sama Facebook, Rocky Gerung punya massa di Twitter dan Youtube (dari aplotan ILC semalem). Keduanya adalah seleb medsos di masing-masing kubu yang kekuatannya tidak boleh diremehkan.
Terakhir, ya tentu saja KH. Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno. Keduanya adalah…
…janji politisi setipis ATM yang sudah dapat cap halal untuk dikonsumsi.