MOJOK.CO – Ributnya ojol di outlet Mie Gacoan Kotabaru, Jogja, jadi trending. Ya wajar, ini tempat emang udah kayak mau konser dangdut: antre banget.
“Gila ya, ramai banget. Ojol semua lagi yang antre,” komentar istri saya ketika kami melewati daerah Seturan, Jogja, dan melihat salah satu outlet Mie Gacoan di sana penuh dengan pasukan ijo-ijo bercampur dengan pasukan oranye.
“Ramai apaan sih?” tanya saya.
“Mie Gacoan,” kata istri saya.
“Kita pernah ke sana?” tanya saya lagi.
“Pernah,” kata istri saya.
“Antre banyak juga?”
“Iya, tapi nggak sebanyak kayak sekarang-sekarang ini.”
Saya coba mengingat-ingat lagi rasa dari Mie Gacoan yang dibilangin istri saya. Sial, rasanya benar-benar hilang tak membekas. Bahkan ketimbang rasa Mie Gacoan yang ada di kepala, saya justru lebih ingat dengan mie ayam Wonogiri.
“Berarti nggak seenak itu buatku, rasanya,” kesimpulan saya.
“Kok gitu, Yah?” tanya istri.
“Soalnya rasanya sama sekali nggak berkesan buatku, Ma,” kata saya.
“Bisa jadi itu bukan selera Ayah, bisa jadi nggak berkesan rasa Mie Gacoan-nya karena antrennya jauh lebih berkesan,” kata istri saya.
(((Antreannya jauh lebih berkesan)))
Hah? Gimana-gimana?
***
Dua hari setelah kami ngobrol di dalam mobil itu, malam tadi (Sabtu, 13 November), tiba-tiba kami dapat kabar dari tetangga kalau salah satu outlet Mie Gacoan di daerah Kotabaru, Jogja, ribut. Maklum, banyak tetangga rumah saya yang memang driver ojol (mau dari Shopee Food, Grab, sampai Gojek).
Informasi yang datang ke saya, pada mulanya ada kesalahan pesanan saat melayani pesanan online dari pihak karyawan Gacoan, nah kebetulan driver ojol yang udah kelewat lama antre merasa kesal karena harus menunggu pesanan disiapin lagi.
Misuh-misuh lah si driver ini sambil menendang salah satu kursi di sana. Pihak karyawan yang melihat itu pun tak terima pula, ikut terpancing, akhirnya ribut-ribut terjadi. Karena pihak driver jauh lebih banyak jumlahnya, outlet Mie Gacoan di Kotabaru ini pun akhirnya digeruduk dan dikepung ojol. Video dan foto pengepungan itu pun membanjiri timeline Twitter.
Poinnya simpel: baik karyawan Mie Gacoan dan driver ojol merasa kesal karena pesanan bejibun banyaknya tapi tenaga mereka terbatas.
Dalam tensi yang begitu tinggi, wajar kalau friksi sekecil apapun akan bisa memicu keributan besar. Seperti korek gas yang bocor dan tiba-tiba ada percikan api kecil. BAM!
Balik ke lagi pertanyaan basic: Apa yang terjadi sebenarnya dengan Mie Gacoan?
Kalau boleh jujur, Mie Gacoan ini bukan satu-satunya mi ayam paling enak di Jogja. Masih ada mi ayam Pak Tupon di Bantul, dan mi ayam Bu Tumini di Giwangan (btw, dua-duanya sudah almarhum) tapi sajian di warungnya masih mantap punya.
Tapi mau bagaimana lagi, tawaran Mie Gacoan ini memang sulit ditandingi oleh mi ayam-mi ayam berbasis home industry. Sudah murah banget (satu porsi bisa kamu tebus dengan harga di bawah Rp10 ribu), outletnya tersebar di banyak titik, rasanya bagi banyak orang enak (yang bilang nggak enak juga siapa), dan tempatnya ala-ala resto di mal.
Semakin nggak masuk akal lagi, harga yang murah itu bisa kena potongan gila-gilaan, terutama kalau kamu pesennya via Shopee Food yang selain kena diskon, masih bisa kena bebas ongkir.
Gabungan antara rasa yang enak, murah, dan nge-hits inilah yang bikin Mie Gacoan jadi laris manis. Meski kalau kamu adalah tipe pelanggan seperti saya, yang cuma mau makan mi ayam aja harus antre kayak lagi nonton konsernya Via Vallen, hayaaa saya sih mending mlipir.
Sejauh yang saya tahu, Gacoan di beberapa titik di Jogja ramainya ngidap-idapi. Bahkan sampai pada titik nggilani. Masih mending kalau ramainya cuma pada satu-dua momentum saja, lah ini ramai terus kayak nggak ada jedanya.
Yang di lokasi bisa kesal karena pesanannya lama banget datangnya (seperti pengalaman terakhir saya ke sana), driver ojol lebih kesal lagi karena mereka masih harus nganterin pesanan. Kalau melihat skema ini, bisnis ini tentu tidak sehat sama sekali kalau dibiarkan berlama-lama.
Dari karyawan pihak Mie Gacoan pasti pusing tujuh keliling meng-handle pesanan, distributor (dalam hal ini driver ojol yang antre) yang akhirnya tidak bisa disambut dengan baik karena karyawan sibuk dengan pesanan, plus pelanggan yang ada di lokasi terganggu dengan ramainya situasi.
Ini kombinasi maut yang seharusnya jadi evaluasi untuk manajemen Gacoan sendiri. Emangnya manajemen Mie Gacoan ini nggak pernah main game Diner Dash apa yak? Kok tidak dipikirkan dari jauh-jauh hari sih kalau ribut begini bakal kejadian.
Bukain kasir sampai tiga loket kek, tambah karyawan lagi, atau kalau pesanan sedang penuh-penuhnya, aplikasi pembelian yang online mohon ditutup dulu untuk menormalkan situasi.
Ini langkah-langkah penting, karena keramaian mereka sudah selama setahun ini sudah jadi bahan rasan-rasan orang Jogja lho—nggak tahu ya untuk kota-kota yang lain. Tetangga saya yang driver ojol saja mengaku paling malas kalau dapat pesanan ke sana.
Bukan karena sentimen apa-apa, antre yang terjadi untuk driver ojol bisa sampai lebih dari 60 menit. Dan mereka pun cuma mendapat kompensasi di bawah Rp10 ribu.
Masalahnya, rata-rata mereka juga terdesak oleh keadaan, harus kejar capaian peforma dalam sehari. Dalam keadaan seperti itu, ojol yang mau antre sebenarnya juga dalam keadaan kejepit.
Apa yang terjadi di Mie Gacoan ini seolah gabungan antara pegawai ber-UMR rendah di Jogja dengan driver ojol yang terdesak pada keadaan tanpa punya serikat buruh yang jelas. Masing-masing kubu punya kepentingan masing-masing. Dan ironisnya, keduanya jadi ribut dalam upaya membantu keuangan pemilik perusahaan masing-masing.
Kabar terakhir yang saya tahu, kedua pihak (baik ojol maupun karyawan Gacoan) berdamai dan tidak akan membawa masalah ini ke pihak hukum, meski ada informasi 6 pegawai dari Mi Gacoan dinonaktifkan dan terancam dipecat.
Duh, duh, buat Anda, siapapun manajemen Mie Gacoan, plis, semoga informasi ini tidak benar.
Ya Anda kan juga tahu, 6 karyawan Anda itu sudah berusaha sekuat tenaga memenuhi pesanan yang gila-gilaan lho. Mbok jangan asal main das-des kayak gitu. Kasihan itu pegawai, mereka terpancing emosi juga karena memenuhi standar pekerjaan di perusahaan Anda yang kelewat batas (lah nyatanya sampai ribut gitu).
Ketimbang semena-mena menuntut mereka bekerja sampai pada ambang batas yang bisa bikin orang emosi, mending bikin manajemen yang masuk akal saja lah biar ini jadi kasus pertama dan terakhir untuk Mie Gacoan. Semoga.
Yah, kali aja, kalau manajemen ini dibenerin (antrenya jadi normal), orang-orang kayak saya jadi mau balik lagi makan mie ayam di tempat situ.
BACA JUGA Borok Gacoan Dibongkar: Sungguh Suara Ojol, Suara Tuhan dan tulisan ESAI lainnya.