MOJOK.CO – “Bohemian Rhapsody” adalah sebuah playlist. Sebuah kamar karaoke low budget ketika kamu bisa sing along bersama Freddie Mercury dan penonton bioskop lainnya.
Sore itu, secara spontan, empat kru Mojok memutuskan untuk menonton film biopik berjudul “Bohemian Rhapsody”. Lagu lintas generasi itu merupakan salah satu karya monumental dari Queen, grup band dari Inggris.
Film dibuka dengan tampilan 20th Century Fox Fanfare. Namun, bukan dengan perpaduan drum dan terompet yang khas itu. Untuk “Bohemian Rhapsody”, 20th Century Fox memberikan kejutan yang menyenangkan, terutama untuk fans Queen di seluruh dunia. Aksi pembuka itu diisi dengan petikan suara gitar Brian May yang “Queen banget” itu. Tahu dong dengan suara gitar Queen.
Sontak, pembukaan itu membuat kami tersenyum bahagia. Saya melihat sekilas wajah Ega Balboa yang bercahaya. Bahkan, ia sampai duduk tegak ketika mendengar suara gitar Brian May. Suara gitar itu seperti menghinoptis. Sudah hampir mirip ketika lagu “Sayang” dari Via Vallen diputar, jempol rasanya ingin digoyang. Menghinoptis.
Ekspektasi sedikit terangkat setelah menyimak pembukaan yang “Queen banget” itu. “Bohemian Rhapsody” berlanjut dengan sebuah prolog yang cantik. Sebuah potongan beberapa adegan ketika Queen, dipimpin Freddie Mercury bersiap naik panggung untuk tampil di konser Live Aid London. Sebuah konser penggalangan dana untuk melawan kelaparan di Afrika.
Live Aid London adalah salah satu konser terbesar di dunia. Line-up konser tersebut sungguh membuat iri Generasi Milenial dan bikin kangen generasi Baby Boomer, Generasi X, dan Generasi Y. U2, The Who, David Bowie, Elton Jhon, Paul McCartney, Sting, Phil Collins, dan tentu saja Queen.
Live Aid London adalah klimaks yang didaki oleh “Bohemian Rhapsody”. Fragmen-fragmen tiap adegan dijejali proses perkenalan tiap-tiap anggota Queen dan proses kreatif mereka ketika membuat lagu. Mulai dari “Killer Queen”, “Fat Bottomed Girl”, Love of My Live”, “Somebody to Love”, “Another One Bites The Dust”, “We Will Rock You”, dan yang mendapat porsi sedikit lebih banyak adalah “Bohemian Rhapsody”.
Tidak semua lagu dibuatkan peta konflik. Lagu-lagu yang dipilih adalah hits yang membawa Queen mendobrak skena musik Britania, kemudian Amerika Serikat, yang didominasi nama-nama yang sudah paten seperti Led Zeppelin.
Bahkan, jika mata kamu cukup awas memelototi tempelan-tempelan komentar dari media atau kritikus musik, salah satu serangan menyebut Queen berusaha menyerupai Led Zeppelin, dan gagal. Sangat pedas, karena saat ini kita tahu skala ledakan Queen lebih besar ketimbang Led Zeppelin. Hayo, jujur saja.
Kritik ini muncul ketika Queen merilis lagu “Bohemian Rhapsody” lewat radio. Pihak rekaman sendiri enggan merilis lagu ini karena durasinya terlalu panjang. Lagu ini punya durasi 5 menit 55 detik. Di dalam film, disederhanakan menjadi “six minutes long” demi memudahkan dan menyederhanakan dialog.
Pihak rekaman berkata bahwa, kurang-lebih, “Tidak ada radio yang mau memainkan lagu sepanjang enam menit. Apalagi lagu ini mencampurkan banyak genre. Apalagi ada unsur opera di sana. Tidak ada yang mau mendengarkan opera.” Pihak rekaman bahkan meminta Queen merilis lagu “You Are My Best Friend” saja. Lagu hits Queen lainnya.
Namun, semua personal bersikeras. “Bohemian Rhapsody” adalah identitas mereka dan mewakili citra Queen itu sendiri. Bohemian adalah orang yang hidup bebas seperti kebanyakan seniman. Kebebasan itu diterjemahkan secara keras lewat lagu ini. Selain unsur opera, ada perpaduan balada, hard rock, dan bahkan tidak punya chorus. Sesuatu yang aneh untuk masa itu.
Begitulah “Bohemian Rhapdsody” diproduksi dan digunakan sebagai judul karena mewakili identitas Queen. Namun, meski penjelasan saya cukup panjang, porsi konflik pembuatan lagu ini sangat sedikit. Universe film ini terlalu berpusat kepada Freddie Mercury. Pesonanya, kharisma, kejeniusan, keanehan, kenakalan, dan AIDS. Kita menyaksikan fragmen hidup Freddie Mercury yang begitu cepat, namun tidak melegakan. Seperti bercinta yang tak sukses mendaki klimaks.
Betul, sebagai lead singer, beliau adalah pusat dari konflik dan karier Queen. Bahkan menurut Brian May, “Bohemian Rhapsody” adalah sebuah konsep yang hidup hanya di dalam kepala Freddie Mercury. Berbeda dengan semua lagu Queen yang ditulis, didiskusikan, dan diproduksi di dalam studio secara bersama-sama. Lagu ini sifatnya sangat pribadi untuk Mercury.
Oleh sebab itu, meski memang mewakili, judul film ini dibuah saja jadi “Bohemian Freddie Mercury”. Sebagai bentuk penghormatan dan prasasti untuk warisan lagu-lagu grande Queen untuk masa depan.
Film biopik ini tidak begitu sukses karena berusaha menghindari kompleksitas konflik dan narasi dalam dialog. Namun, sebagai sebuah film musik, “Bohemian Rhapsody” sangat menghibur. Kapan lagi kita bisa sing along di dalam studio bersama penonton lainnya. Pun jika durasinya ditambah dengan jejalan penampilan live Queen, tidak akan ada yang protes.
Nikmati saja film playlist ini. Itung-itung karaoke low budget di dalam bioskop.