Di kepala saya, kalau lagi mikirin beli mobil apa, yang muncul pertama dan kedua adalah Avanza dan Xenia. Jadi, beberapa tahun yang lalu, saya, bersama keluarga plesiran ke Bali. Awalnya kami ingin naik kereta ekonomi dari Yogyakarta menuju Surabaya. Setelah itu, kami melajutkan perjalanan naik bus. Perjalanan kami mengusung tema backpacker. Plesir suka-suka, pokoknya sampai Bali.
Namun, ketika orang tahu rencana kami, model perjalanan langsung berubah. Ada rasa nggak tega melepas kami plesiran dengan cara seperti itu. Yah, namanya juga anak-anak muda, penginnya bebas. Akhirnya, orang tua pada ikut. Awalnya pengin naik kereta, akhirnya bawa Xenia.
Acara dadakan kami berubah jadi family trip. Nggak lagi backpacker-an suka-suka. Awalnya pengin random, plesiran kami jadi semacam piknik sekolah. Kunjungan ke tempat wisata jadi terkonsep. Misalnya, begitu sampai ke Bali, pasti ke Tanah Lot dulu, baru ke selatan menuju Kuta dan sekitarnya.
Bukan soal plesiran yang ingin saya ceritakan di sini. Saya ingin bercerita soal salah satu obrolan di dalam mobil dalam perjalanan ke Bali.
Saya dan keluarga bukan gerombolan yang tahu betul soal mobil. Xenia yang kami kendarai juga dibeli karena alasan yang sederhana, yaitu karena itu mobil keluarga, irit bahan bakar, dan muat banyak. Nah, sepanjang perjalanan, kami membandingkan mana yang lebih enak, Xenia atau Avanza.
Iseng, saya bertanya ke beberapa teman lewat pesan pendek. Kalau ditanya mobil merek apa yang paling cocok untuk keluarga, dua teratas yang muncul memang Xenia dan Avanza. Ada juga yang menjawab Innova sebagai alternatif. Bahkan ada yang menegaskan kalau Innova itu lebih bagus ketimbang duo Xenia dan Avanza.
Kebetulan, duo Xenia dan Avanza adalah dua MPV paling laris beberapa tahun yang lalu. Nah, kalau untuk 2021 sendiri ragamnya sudah makin banyak (ingat, ini tulisan dari seorang yang nggak paham dunia permobilan). Misalnya, ada Mitsubishi Xpander, Toyota Calya, Honda Mobilio, Wuling Confero, sampai Toyota Alpahard sebagai MPV premium.
Dulu, seingat saya, Xenia dan Avanza tidak banyak berbeda. Soal harga, misalnya, keduanya dibanderol di harga Rp170 juta kurang dikit. Mesinnya sama-sama 1329 cc, kapasitas tujuh penumpang, sama-sama punya panjang kendaraan 4190 mm, tingginya 1695 mm, ground clearence sama-sama 200 mm, hingga kapasitas bahan bakar sebesar 46 liter.
Buat mereka yang nggak paham dunia mobil, kalau melihat kedua mobil ini melintas, keduanya sama saja. Berbeda ketika teman-teman saya yang tahu dunia mobil. Mereka bisa membedakan Xenia dan Avanza dari bentuk lampu. Bagi saya itu luar biasa. Bagi mereka, itu biasa saja.
Untuk sekarang, Xenia dan Avanza terlihat sangat berbeda. Misalnya, tipe R Sporty Xenia pakai bumper ornamen warna hitam. Sudah lengkap dengan Daytime Running Lights (DRL) di dekat lampu kabut. Nah, DRL ini nggak ada di Avanza. Bumper belakang Xenia tipe R Sporty sama kayak bemper depan. Beda sama Avanza Veloz yang pakai grille yang lebih besar.
Terus soal interior. Beda paling kelihatan ada di kursi baris kedua. Baris kedua Avanza dan Xenia bisa dipakai untuk tiga penumpang. Keduanya udah punya tiga sabuk pengaman di baris kedua.
Nah, bedanya, penumpang baris kedua Xenia yang duduk di tengah pasti merasa kurang nyaman karena nggak ada sandaran kepala. Beda sama Avanza yang punya tiga sandaran kepala di baris kedua. Jadi, meski agak sempit kalau dipakai duduk orang-orang gemuk, setidaknya masih bisa nyandarin kepala.
Apakah perbedaannya cuma di dua aspek itu saja? Tentu saja tidak. Lantaran ditulis oleh orang yang nggak paham dunia mobil, yaitu saya sendiri, ya cuma dua aspek itu saja yang saya tahu.
Sama seperti saya bertanya ke beberapa orang di keluarga yang nggak ngerti mobil. Beda Xenia dan Avanza nggak banyak meski keduanya sudah mengalami perkembangan.
Obrolan di dalam Xenia beberapa tahun yang itu terulang kembali belum lama ini. Perdebatan mau beli mobil apa mentok di dua mereka: Xenia dan Avanza.
Saya lalu berpikir, betapa duo Xenia dan Avanza ini memang berhasil soal branding. Pertimbangan keluarga yang nggak ngerti mobil terbatas di tiga hal yang sempat saya sebut di atas, yaitu mobil keluarga, irit bahan bakar, dan muat banyak.
Keluarga yang nggak ngerti soal mobil ini nggak pernah mempertimbangkan soal kemudahan servis, ketersediaan dan kemudahan mendapatkan onderdil, fitus keselamatan, fitur hiburan, permesinan, dan lain sebagainya.
Mungkin, pada titik tertentu, nama Xenia dan Avanza punya peluang menjadi sejajar dengan ungkapan “Honda”, “Indomie”, atau “Pepsodent”.
Maksudnya, bagi orang tua, kalau merujuk motor, apapun itu, pasti menyebutnya “Honda”. Kalau mie instan, meski lagi makan Mie Sedap, nyebutnya “Indomie”. Begitu juga dengan “Pepsodent”, padahal lagi pakai Sensodyne.
Kekuatan branding Xenia dan Avanza memang oke. Sampai-sampai, di kepala orang yang nggak ngerti mobil, dua merek tersebut yang otomatis muncul.
BACA JUGA Toyota Avanza Adalah Mobil yang Tidak Akan Pernah Saya Beli dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.