MOJOK.CO – Analogi pertarungan Avengers melawan Thanos ala Jokowi untuk menggambarkan perang dagang Amerika Serikat dan China itu cocok untuk milenial.
Presiden Indonesia, Joko Widodo, selama ini dikenal sebagai orang yang luwes. Terutama ketika beliau berkomunikasi di acara-acara semi-formal. Bahkan, tidak jarang, di acara yang resmi pun, Jokowi tidak kaku. Seperti ketika mengajak bos IMF untuk blusukan ke Pasar Tanah Abang bulan Februari 2018 yang lalu.
Terakhir, ketika berbicara di acara World Economic Forum, Jokowi menggunakan cara pengampaian yang out of the box. Analogi yang digunakan oleh mantan Walikota Solo tersebut membuat seisi gedung tertawa dan menyambutnya dengan baik. Sebuah cara yang cerdik untuk menyampaikan sebuah masalah pelik.
Saat itu, Jokowi tengah berbicara soal bahayanya perang dagang yang tengah dilakukan Amerika Serikat dan China. Perang dagang tersebut punya pengaruh besar terhadap perekonomian dunia. Beberapa dunia sudah merasakan dampaknya, mulai dari Turki hingga Argentina. Indonesia pun sempat merasakan dampak perang dagang tersebut ketika dolar mengamuk dan rupiah melemah.
Ketika menyampaikan isi pidatonya, Jokowi menggunakan analogi pertarungan antara Avengers melawan Thanos. Pembaca pasti sudah paham soal apa itu Avengers dan Thanos. Betul, saya merujuk kepada kalian milenial, para pemilik suara potensial di kontestasi Pilpres 2019 nanti.
Menurut kader PDIP itu, perang dagang antara Amerika Serikat dan China hanya akan mengarah kepada “infinity war” atau perang tanpa kesudahan. Akibatnya akan membuat sengsara banyak manusia jika tidak segera diredam.
“Sejak depresi ekonomi tahun 1930an, kita tidak menghadapi perang dagang sebesar saat ini. tapi yakinlah, saya dan rekan Avengers saya akan siap sedia mencegah Thanos melenyapkan separuh polupasi dunia,” ungkap Jokowo seperti dikutip dari Reuters. Sontak, analogi yang out of the box itu memancing tawa dan sambutan meriah dari peserta World Economic Forum.
Amerika sendiri diyakini sudah memicu perang dagang yang berdampak global ketika mengenakan tarif setinggi mungkin untuk barang-barang dari China. Dalih Amerika adalah untuk melindungi sumber daya. China tidak terima diperlakukan seperti itu dan sudah meniatkan diri untuk membalas. Ketegangan dua raksasa ekonomi dunia ini memicu gejolak di bumi ini.
“Thanos bukan individu. Maaf mengecewakan kalian. Thanos ada di diri kita semua. Thanos adalah keyakinan sesat bahwa agar kita berhasil, yang lain harus menyerah. Dia adalah kesalahpahaman bahwa kebangkitan yang satu berarti kehancuran pihak lain,” tegas Jokowi.
Saya rasa, analogi ini adalah sesuatu yang kita butuhkan, terutama untuk kami milenial semua. Mengapa? Saya yakin, sangat banyak milenial di luar sana yang apatis dengan situasi global karena masalah berdampak sistemik itu disampaikan dengan retorika yang jelimet dan susah dipahami.
Ketika milenial ini baru merasakan dampaknya, yang diproduksi adalah makian dan keluhan. “Negara nih kerjanya ngapain aja, sih?” kira-kira begitu. Padahal, sebetulnya, Indonesia bisa bertahan dari perang dagang yang tengah terjadi.
Milenial juga banyak terpengaruh oleh informasi sesat bahwa perang dagang antara Amerika dan China yang berdampak kepada melemahnya rupiah akan menyeret Indonesia ke krisis 1998. Narasi seperti itu banyak diproduksi tidak dengan dasar ilmiah, namun sebatas menjadi amunisi menyerang pemerintah. Atau dalam ini, lebih spesifik adalah menyerang Jokowi karena Pilpres 2019 sudah sangat dekat.
Supaya milenial tidak terseret ke dalam arus informasi yang salah, komunikator harus bisa menyampaikan bahwa “kita baik-baik saja” dengan bahasa yang ringan. Analogi yang digunakan Jokowi dengan Avengers vs Thanos ini menurut saya sangat cerdik. Analogi ringan dan mudah dipahami membuat komunikan tidak sesat pikir. Komunikasi menjadi jernih tanpa retorika yang ruwet khas politikus.
Yang terjadi kemudian adalah rasa ingin tahu yang bangkit. Ketika presiden sebuah negara berikrar bahwa ia siap melawan dampak perang dagang dua raksasa ekonomi dunia, rasa ingin tahu para milenial seharusnya terbangun. “Kok bisa, sih, Indonesia mau melawan Amerikan dan China? Seberapa kuat ekonomi kita?”
Lewat pertanyaan-pertanyaan seperti itu, kewaspadaan akan situasi global akan muncul. Keinginan untuk belajar adalah dasar untuk berkembang. Ketika Jokowi menegaskan rasa optimisnya, teman-teman Indonesia di luar sana juga sadar bahwa hegemoni Amerika dan China bisa dilawan. Bersatu, untuk kesejahteraan populasi dunia.
Kubu opisisi ingin Jokowi melawan “asing” dan “aseng”. Nah, ketika beliau menuruti tuntutan kalian dengan berikrar untuk melawan Amerika dan China, kenapa masih di-nyinyirin juga?
Gerindra menyebut Jokowi hanya meniru gaya Sandiaga Uno untuk menjaring suara milenial. Lalu kenapa kalau memang meniru? Bukankah meniru sesuatu yang baik itu bukan dosa? Apalagi ketika sang petahana ingin Indonesia tidak lagi susah diterpa dampak perang dagang Amerika dan China.
Jadi, analogi Avenfers dan Thanos untuk menggambarkan perang dagang itu adalah sesuatu yang kita butuhkan. Bukankah mampu menjelaskan masalah secara sederhana juga ciri orang cerdas?