MOJOK.CO – Ada dua sebab kenapa orang gila tak bisa sakit. Sebab pertama imunitas tubuh mereka kuat. Kedua, ya karena mereka nggak tahu sedang sakit.
Ketika kita sedang jalan-jalan, tak jarang kita menemukan orang gila dan hidup menggelandang. Kluntang-kluntung dari satu ruko tutup ke ruko tutup lain. Mengenakan pakaian seadanya (bahkan kadang ada juga yang tak berpakaian), rambut gimbal tak pernah keramas, dan bau tubuh yang menyengat karena nggak pernah mandi.
Meski begitu, sering muncul pertanyaan nakal di benak kita. Mereka, orang-orang gila yang diabaikan di pinggir jalan itu apa tidak merasakan sakit ya? Mereka kan hidup di jalanan. Kadang kehujanan, kepanasan, kalau tidur tak beralaskan apa pun.
Jika kita yang berada dalam keadaan seperti itu bisa saja kita bakal langsung masuk angin, demam, atau bahkan menderita sakit parah. Anehnya, orang gila yang menggelandang seperti itu seperti sehat walafiat, padahal segala macam di sekitarnya tak higienis.
Ada dua sebab kenapa orang gila tak bisa atau tak merasakan sakit. Alasan pertama adalah, karena tubuh mereka sudah terbiasa dengan keadaan “berbahaya” di sekitarnya. Artinya, imunitas mereka sudah terbangun begitu dahsyat sehingga tak masalah ketika harus makan makanan basi atau hidup berdampingan dengan berbagai jenis bakteri atau virus yang bisa membunuh manusia normal.
Kekebalan tubuh ini tentu tak datang secara instan, melainkan terjadi secara berkala. Awalnya bisa jadi orang gila ini merasakan sakit. Akan tetapi karena diabaikan, sampai tubuh akhirnya mampu mengatasi sakit ini secara mandiri tanpa dibantu obat-obatan, akhirnya tubuh orang gila jadi lebih kuat menghadapi segala macam penyakit di sekitarnya.
Untuk memperkuat dugaan ini, kita bisa membaca laporan dari National Geographic yang pernah ditulis Judith Newman pada Mei 2006 dengan judul “Epidemi Modern Bernama Alergi”. Sebuah laporan yang menunjukkan bahwa pola hidup manusia yang “kotor” ternyata punya dampak yang cukup baik.
Dalam laporan tersebut, Newman berlandaskan pada fakta bahwa angka alergi masyarakat dunia selalu didominasi oleh mereka yang tinggal di negara-negara maju. Hal ini berkaitan dengan sikap higienis warga negaranya yang “terlalu” menjaga kebersihan.
Sebaliknya, angka alergi sangat rendah dialami pada masyarakat di negara berkembang atau—bahkan—mereka yang tinggal di negara-negara miskin. Karena, yaaah—kamu tahu—mereka tidak terlalu higienis hidupnya. Jadi sering berinteraksi dengan bakteri dan virus berbahaya.
Masyarakat yang terlalu higienis, mengakibatkan tubuh mereka “tak dilatih” dengan ancaman bakteri atau virus dari luar. Pada akhirnya, sistem imunitas mereka tak bisa mengenali mana ancaman dan mana yang tidak.
Reaksi-reaksi alergi seperti asma atau gatal-gatal muncul karena tubuh tak pernah “dikenalkan” dengan zat asing yang masuk ke dalam tubuh sebelum-sebelumnya.
Misalnya, ada orang yang alergi kacang. Ketika makan kacang, tubuh orang itu akan muncul bentol-bentol.
Hal ini sangat dimungkinkan karena imunitas orang tersebut mengenali kacang merupakan zat yang membawa bakteri atau virus berbahaya. Akhirnya tubuh bereaksi secara berlebihan dan malah menyakiti diri sendiri. Sejalan dengan kredo terkenal yang pernah dituturkan Frederich Nietzhche, “what does not kill me, makes me stronger.”
Hal semacam inilah yang dialami oleh orang gila yang kelihatan selalu bugar saat menggelandang di pinggir jalan.
Meski begitu, alasan berikutnya kenapa orang gila “tampak” tidak bisa sakit adalah karena mereka tidak sadar bahwa sedang sakit. Bisa saja tubuh orang gila tersebut sedang menderita penyakit dahsyat yang pelan-pelan membunuh, tapi karena nggak sadar ya dibawa santai kayak di pantai aja.
Hanya saja, karena keadaan sakit atau tidaknya manusia berkaitan dengan bagaimana cara otak merepons keadaan tubuh, maka bisa dibilang tubuhnya terasa baik-baik saja. Sampai ketika mereka menyadari bahwa penyakit sudah terlalu parah, akhirnya jadi berita yang lumrah ketika ada gelandangan yang tiba-tiba meninggal di pinggir jalan karena penyakit yang dideritanya.