MOJOK.CO – Nikmatnya menunggangi Yamaha Aerox, skuter matik paling canggih saat ini. Bukan advertorial yha.
Jika kamu lahir di pengujung ‘80-an hingga awal ’90-an dan tumbuh besar menjadi ABG di era keruntuhan Soeharto, kamu termasuk generasi yang paling beruntung dan fleksibel. Generasi ini mendapat anugerah pernah menikmati kemewahan generasi ‘90-an sekaligus nimbrung di kecepatan generasi 2000-an. Salah satu kenikmatan itu adalah menyaksikan dan mencoba perkembangan otomotif pada tikungan perubahan yang drastis dan signifikan.
Generasi ini tidak hanya menikmati akhir kejayaan Yamaha RX King dan Honda GL Pro yang jika dikendarai serasa jadi jagoan dan raja jalanan, tapi juga mulai mencoba bagaimana wagunya perpindahan generasi bebek persneling 4 tak ke skuter matik.
Generasi ini sempat belajar menjadi keren dengan naik motor kopling, meskipun era itu kemudian segera berakhir, dan ia menjadi generasi awal yang mencicipi manis serta anehnya buah teknologi bernama matik saat pertama kali muncul.
Setelah mencoba beberapa kali skuter matik kelas 125 cc seperti Yamaha Mio dan Honda Beat atau Vario, jelang akhir tahun kemarin saya beruntung bisa ganti kendaraan lagi. Kali ini dengan bajet paling rendah: 0 rupiah saja.
Hal ini terjadi karena diilhami kemurahan hati program OKE OCE di Jakarta. Sebab di Jogja nggak ada dan mungkin tidak akan pernah ada pilgub, akhirnya saya terpaksa ikut pilgub Jakarta lewat telapati.
Saya mencicipi nikmatnya kemenangan pribumi melalui program pengadaan motor Yamaha Aerox dengan harga 0 rupiah melalui tangan baik ibu mertua saya. Ibu mertua yang beli, saya yang kebagian memakainya. Berkah menantu yang rajin berdoa.
Mengendarai Yamaha Aerox 155 dengan kecepatan penuh di jalan Ringroad di tengah malam yang sepi membuat impian masa ABG saya menjadi pembalap profesional terkabul sesaat. Ngebut bebas dengan kendaraan matik terbaru yang nyaris sempurna. Saya belum pernah merasakan kekuatan matik sedahsyat ini sebelumnya.
Dengan teknologi SOHC 155 cc, Variable Valve Actuation (VVA) membuat Yamaha Aerox melaju kencang dengan tenaga sangat besar. Mesin ini mampu mengeluarkan tenaga maksimal 14,8 hp dengan putaran mesin 8.000 rpm.
Mengintip beberapa review yang saya baca di internet (sebagai bahan untuk tulisan ini), kegembiraan saya ternyata banyak mendapat pembenaran. Sebagaian besar review menyebut Aerox adalah motor sport paling canggih di kelas 150-an cc. Saya mencari referensi review negatif, tapi susah sekali mendapatkannya.
Yamaha Aerox sudah dilengkapi fitur-fitur berteknologi canggih nan modern seperti sistem penguncian keyless untuk tipe tertentu sehingga kita tidak memerlukan anak kunci untuk menghidupkan motor ini. Ia juga menggunakan fitur Stop-Start System (S3) yang berfungsi menekan penggunaan bahan bakar saat motor terhenti.
Memang, jika membandingkan motor di kisaran harga yang sama, semisal Honda PCX atau Yamaha Nmax, Yamaha Aerox menawarkan beberapa kelebihan yang tidak dimiliki dua nama tersebut.
PCX dan Nmax, menurut saya, adalah kendaraan yang terlalu banyak maunya. Ia dilahirkan dari rahim produksi matik, tapi mengadopsi model dudukan kaki ke-harley-harley-an. Ingin terlihat jadi moge dengan kesan lakik banget.
Model dudukan kaki ini mungkin nyaman untuk perjalanan jarak jauh, tapi ban mereka teramat kecil dan jauh tertinggal dari Aerox, membuat pengendara sedikit waswas saat menikung, apalagi menanjak dan turun di kelokan tajam. Terlebih jika hujan dan dalam keadaan hati gundah gelana tersebab usaha balen yang tak terpenuhi.
Proporsi ban Nmax dan PCX, yang berbodi gembrot, mengesankan mereka laksana manusia montok di tubuh atas dan belakang, tapi kakinya pendek dan dan kecil. Mirip cewek-cewek seksi yang sesekali muncul di film kartun Hanna-Barbera, gampang limbung kalau terkejut.
Dengan ukuran ban depan 110/80 dan belakang 140/70, Yamaha Aerox tentu lebih aman dan nyaman meluncur ngebut dalam keadaan hati penuh duka lara maupun sukacita.
Mengendarainya membuat si pengendara bisa segera mengucapkan sayonara kepada tukang tambal ban yang selalu berdoa semoga ada motor melintas yang gembos bannya. Pilihan ini tentu ada mudaratnya. Ia membuat kedermawanan pengendara Aerox berkurang dan tidak mendukung UKM tambal ban sebagai penyangga ekonomi bangsa, yang usahanya hidup dari derita pengguna jalan.
Mendukung kesempurnaan tampilan Aerox, speedometer digital terang menyala di balik layar bening, speedo-nya tidak hanya menampilkan informasi standar seperti pada generasi sebelumnya, di sana kita bisa menemukan panel ukuran RPM, jam digital, indikator kunci digital, Engine Trouble Warning, Coolant Temperature, dan beberapa peringatan lain yang bahkan terlampau canggih untuk sebuah sepeda motor.
Ruang charger untuk handpÂhone dengan lemari penyimpananya juga tersedia di bagian depan. Kelewat canggih sih kalau untuk ukuran saya.
Tapi, memakai Yamaha Aerox untuk aktivitas seharian juga menyisakan banyak persoalan.
Zaman pakai Mio dulu, saya bisa mengangkut banyak buku, atau mengangkut 2 galon air, atau gas LPG dengan meletakkannya di dek depan, di sela selangkangan pengemudi. Ruang yang luas itu tidak ditemukan lagi di Aerox.
Yamaha Aerox menghilangkan dek rata tersebut dan membuatnya lebih tinggi demi mendukung bodi yang sporti, kemudian menanamkan lubang pintu masuk bahan bakar di sana. Ini adalah kelebihan sekaligus kekurangan.
Dengan bodyi besar yang pastinya akan menyusahkan pengendara untuk mendorong saat antre di pom bensin, Aerox mengakalinya dengan lubang pengisian bahan bakar di dek depan. Tinggal pencet tombol, tutup tangki terbuka dan segera diisi, tidak perlu turun dan membuka jok seperti pada motor bebek atau skuter matik generasi sebelumnya.
Bagasi di bawah jok dibuat dengan ukuran ekstrabesar yang bisa menampung helm full face atau mungkin 10 kilogram beras plus sayur-mayur dan minyak goreng. Tapi ya itu, saya tidak bisa membawa beberapa barang kecil jika mampir belanja di jalan. Di bagian depan tidak ada gantungan, yang bahkan membuat saya kesusahan kalau mau menggantungkan plastik gorengan.
Handle tangan bagi pembonceng juga dihilangkan di motor ini. Desain ini menjadikan bodi Aerox lebih ramping dan sempurna tanpa dinodai lagi oleh besi-besi yang kadang suka nyangkut kalau mau ditunggangi penumpang.
Yamaha membuat lekukan kecil di sisi bawah bodi belakang Aerox untuk menggantikan fungsinya. Dan ini adalah terobosan anyar yang belum dilakukan skuter lain. Pilihan ini membuat perawakannya mulus polos sampai belakang.
Tapi, apes bagi pengguna Yamaha Aerox di awal-awal, tukang parkir akan kewalahan memutar kendaraan berat ini. Mereka tidak menemukan handle untuk menarik motor, alhasil, Aerox yang saya pakai sempat jengat di bagian tutup lampu belakang oleh gara-gara tukang parkir. Untung saja bahan bodi Aerox kuat karena telah didesain utuk kebiasaan parkir demikian.
Btw, bodi aerodinamis motor ini ternyata mengurangi keaerodinamisan saya sebagai bakul buku dan orang yang terbiasa bawa barang lumayan banyak jika bepergian.
Kalau di generasi mio-mioan sebelumnya, kita dengan gampang mengikat barang di jok belakang dengan tali rafia lalu mengangkutnya. Tanpa handle penumpang, hal ini menjadi susah sekali untuk dilakukan.
Kalau menurut saya sih, dengan beberapa pilihan model desain yang berbeda tersebut, Yamaha Aerox telah sukses menjadi skuter dengan desain yang paling hot dan seksi-sporti, dan paling utama mengedepankan corak minimalis. Itu yang membuat ia unggul secara fisik dibandingkan saingan lainnya.
Aerox memberi saya sebuah pengalaman naik motor yang menyenangkan, terasa seperti memakai motor semi-moge tapi tidak perlu capek memainkan kopling jika macet. Santai dan instan sekaligus. Lumayan bisa untuk gaya-gayaan layaknya bikers, terasa modern dan memakasimalkan kenikmatan serta kemewahan generasi milenial yang selalu mengukur sesuatu secara digital.