Sinar Jaya Bikin Jatuh Cinta pada Perjalanan Pertama

Ilustrasi Sinar Jaya yang Bikin Jatuh Cinta pada Perjalanan Pertama. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSejujurnya, saya ini penggemar bus pelari, alias bus banter namun bukan yang ugal-ugalan. Nah, saya merasa perlu melakukan pengecualian setelah naik Sinar Jaya.

Sekitar pukul enam pagi kurang, telepon genggam saya berdering. “Kamu bisa nggak ke Jakarta sekarang?” Saya agak kaget. 

“Mas Irul sakit.” 

“Aku cek jadwal bus dulu. Ada nggak yang pagi,” jawab saya. 

Saya lalu membuka aplikasi Traveloka untuk mengecek jadwal bus yang berangkat pagi. Ada Sinar Jaya dengan keberangkatan paling pagi pukul 07.10 di aplikasi itu dan titik agen keberangkatannya tidak jauh dari lokasi saya berada. Saya cek di Google Maps dan menelepon nomor yang tercantum. Masih ada jadwal dan kursi kosong untuk 07.10.

Pandangan pertama

Saya langsung memacu sepeda motor sedikit ngebut menuju arah timur ke Penggaron di mana agen Sinar Jaya itu berada. Membelah Jalan Majapahit yang padat serta antrean lampu merah yang cukup panjang di sekitar exit Tol Gayamsari, membuat saya sedikit keringat dingin takut terlambat. 

Setelah lolos dari kepadatan lalu lintas Jalan Majapahit, saya tiba di agen pukul 06.55. Sedikit lega karena jadwal bus tak sampai 15 menit lagi. “Mbak, saya yang tadi nelepon untuk keberangkatan jam tujuh ke Jakarta, Lebak Bulus.” 

Saya duduk di depan meja agen, dengan sebuah layar monitor menghadap saya. Ternyata pemesanan sudah tersistem. Petugas memasukkan nama, nomor hape, rute, lalu saya diminta memilih kursi Sinar Jaya yang sudah terpampang di depan saya. 

“Yang kosong yang hijau ya, mas,” kata si Mbak Agen. Saya berharap bisa dapat kursi depan, namun baris depan sudah terisi. Saya memutuskan memilih kursi nomor 24, daerah buritan bus. 

Kursi Sinar Jaya

Pukul 07.12, bus Sinar Jaya dengan nomor lambung 94RD tiba di depan agen Penggaron. Bus dengan bodi Jetbus 3+ HDD buatan Adi Putro terlihat masih mengilap dengan warna dominan putih dan livery warna-warni memanjang dari bagian depan bus hingga belakang. Bagian bawah pangkal livery, ada tulisan Sinar Jaya dengan font yang khas. Di bawah kaca, dekat “selendang” terdapat emblem timbul Jetbus warna perak tegas dan tebal.

Sinar Jaya tiba di agen Penggaron (M. Mujib)
Sinar Jaya tiba di agen Penggaron (M. Mujib)

Saya melangkah masuk, melihat-lihat sebentar ruang kokpit. Bisa saya pastikan kalau bus ini menggunakan sasis Hino RN 285 meski cuma melihat dari bentuk setirnya. Sasis yang sudah built-in suspensi udara dan bukan rakitan karoseri. Saya memperhatikan interior bus terutama bagian bagasi. Bagasi kabin masih standar; terbuka, belum seperti bagasi pesawat yang bisa ditutup. 

Saya melangkah menuju kursi yang sudah saya pilih. Jok bercorak cokelat di bagian tengah itu lumayan nyaman saat saya duduki. Terasa pas di punggung, juga kepala. Bisa direbahkan cukup banyak tanpa harus dikata-katain penumpang belakang. Jarak dengkul dengan kursi depan juga masih sangat lega untuk saya yang tingginya 165 sentimeter.

Lalu, saya mencoba menaikkan legrest Sinar Jaya. Mencoba rasanya bagaimana betis ini disangga sebuah fitur kursi yang katanya bisa membuat nyaman penumpang. Rasanya seperti berada di ruang operasi dokter gigi. Sayangnya, legrest terasa nggak sempurna tanpa footrest. Selama perjalanan, betis terasa pegal juga lama-lama. Beberapa kali saya menurunkan legrest, dan lebih memilih menjulurkan kaki di bawah kolong kursi depan.

Legrest yang kurang nyaman (M. Mujib)

Cabin tour Sinar Jaya

Saya kembali meneruskan cabin tour setelah menemukan kursi yang saya pesan. Di bagian buritan bus, terdapat toilet yang khusus digunakan untuk buang air kecil. Jangan ngeyel kalau mau buang air besar.

Di bagian ujung buritan, juga di belakang toilet, terdapat ruangan dengan sekat gorden yang dalam dunia bus disebut Kandang Macan. Sepetak ruangan seperti liang lahat untuk istirahat kru atau pengemudi pengganti. Perjalanan jarak jauh, biasanya memakai dua orang pengemudi. 

Setelah semua penumpang naik, pukul 07.16 bus berangkat. Hanya terlambat enam menit dari jadwal 07.10. Sinar Jaya mulai bergerak perlahan meninggalkan agen Penggaron. Melaju merayap di padatnya Jalan Majapahit, jam di mana orang-orang berangkat kerja, sekolah, juga kuliah. 

Pemanasan

Selama kurang lebih lima belas menit perjalanan “pemanasan” sebelum masuk tol, banyak pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di kepala saya; busnya banter nggak? Sopirnya suos nggak? Sampai Jakarta kesorean nggak? Begitulah pertanyaan yang muncul sembari menatap jendela bus, memandang orang-orang berlalu-lalang di jalanan. 

Saya seorang penggemar bus banter, alias bus yang bergerak gesit, cepat, dan sedikit ngebut juga nggak masalah. Saya agak berharap kalau Sinar Jaya yang saya tumpangi ini menjadi bus yang bergerak cepat dan sedikit ngebut tanpa harus ugal-ugalan. Ngebut dan ugal-ugalan, menurut saya menjadi sesuatu yang berbeda.

Pukul 07.31 bus masuk gerbang Tol Gayamsari. Setelah lepas gerbang tol, eskalasi kecepatan bus berlangsung halus dan perlahan. Belum seperti yang saya harapkan; peningkatan kecepatan dengan brutal dan barbar. 

Bus Sinar Jaya yang saya tumpangi melaju dengan kecepatan 70, lalu menuju 80 kilometer per jam dan nggak lebih dari itu. Saya kira, karena ini bagian masuk jalan tol, dan akan berhenti di beberapa agen untuk mengambil penumpang, kecepatan yang menengah ini wajar-wajar saja.   

Pukul 07.51 bus keluar Tol Krapyak, turun ke jalur Pantura Semarang-Kendal yang sampai saat ini masih saja bergelombang. Pukul 07.54, menepi di agen Krapyak, menaikkan beberapa orang penumpang, lalu beranjak menuju Terminal Mangkang. 

Check point

Pukul 08.15, bus Sinar Jaya masuk Terminal Mangkang, check point ke petugas Dishub dengan menyebut jumlah penumpang. Terminal Mangkang tampak megah dari jalan besar. Namun begitu masuk, tampak terbengkalai dan nggak terawat. Vibes-nya gelap dan seperti nggak banyak aktivitas. Banyak shelter bus yang kondisinya nggak menyenangkan. Terdapat banyak tembok dengan kondisi cat memudar. 

Setelah bus berhenti di salah satu shelter AKAP, kondektur turun menuju ke dalam terminal, ke loket agen. Tak berapa lama, beberapa penumpang naik ke dalam bus menuju kursinya masing-masing. 

Setelah penumpang naik, pukul 08.23, Sinar Jaya bergerak keluar dari shelter Mangkang. Keluar terminal, dengan pemandangan seberang Kebun Binatang Mangkang yang masih beroperasi atau sudah kukut. 

Bus bergerak melintasi jalan bergelombang khas Mangkang. Untung saja, Sinar Jaya ini menggunakan air suspension, jalan bergelombang itu masih bisa dimaafkan. 

Baca halaman selanjutnya….

Tol Kaliwungu

Pukul 08.27, bus bergerak masuk gerbang Tol Kaliwungu. Setelah masuk gerbang tol, eskalasi kecepatan mulai terasa. Namun, ini seperti nggak ada bedanya saat setelah masuk Gayamsari. 

Saya pikir pengemudi Sinar Jaya ini akan menginjak gas dalam-dalam dan berlari kencang di jalan Tol Trans Jawa, eh ternyata nggak! Bus melaju stabil di kecepatan 80 kilometer per jam. Saya tahu dari aplikasi Speedometer di gawai yang saya bawa. 

Setelah itu, saya nggak peduli lagi bus ini mau “lari” atau nggak. Yang saya pedulikan hanya menikmati perjalanan naik Sinar Jaya dan tertidur lelap di dalamnya. Sebab, bus nggak akan turun tol dan menaikkan penumpang lagi. Ya jelas, karena kursinya sudah terisi penuh 32 orang. Kecuali ada “sarkawi” yang mau ndlosor di Kandang Macan. Tapi sepertinya sudah nggak mungkin. 

Setelah tol Kaliwungu itu, saya hanya tidur, tidur, dan tidur. Namun sayang, nggak senyenyak yang saya harapkan. Hingga pukul 11.33, bus masuk pom bensin rest area KM 164. Di sini hanya isi solar, tanpa antre, dan tanpa mendapat jawaban “kosong”. Setelah isi solar kelar, Sinar Jaya kembali masuk Tol Trans Jawa, dan saya kembali tidur menikmati rahmat Allah. 

Makan siang

Ketika terbangun, bus bergerak serong ke kiri. Mau ke mana bus ini kok keluar tol? Batin saya. Pukul 12.04, Sinar Jaya keluar Tol Cikedung, dan saya masih nggak tahu bus ini mau ke mana. Keluar melalui jalan yang nge-press untuk dua bus berpapasan. Namanya penumpang, manut sama sopir. 

Ternyata oh ternyata, ini jam makan siang. 

Pukul 12.07, bus Sinar Jaya masuk rumah makan Taman Selera. Rumah makan yang luas dan besar, di mana hanya berisi bus Sinar Jaya seluas mata memandang. Oh, mungkin ini masih satu grup dengan Sinar Jaya? Tanya saya pada diri saya sendiri. 

Rumah makan Taman Selera. (M. Mujib)

Penumpang kode 94RD turun menuju sebuah ruang makan. Sebelum masuk, petugas melakukan pemindaian barcode yang terdapat pada tiket penumpang. Termasuk saya. Makanan prasmanan, dengan menu ala nasi padang. Saya ambil rendang, lado hijau, mie goreng, dan es teh segelas. Makanannya lumayan enak menurut saya. 

Sambil menikmati makanan, saya meyakinkan diri saya kalau rumah makan ini memang milik Sinar Jaya. Sebab, di dalam dinding ruangan dipajang foto-foto bus ini dengan ukuran besar, dibingkai, dan terdapat neon box. Saya merasa sedang dihipnotis: “Soal bus, percaya saja pada Sinar Jaya.” Ah! 

Di ruang makan besar itu, saya memperhatikan keluar melalui jendela. Ternyata ada juga bus lain selain Sinar Jaya yang “istirahat” di situ. Namun di bangunan rumah makan yang berbeda. 

Selesai makan, saya mencoba berkeliling dan melihat-lihat sebentar, sembari menuju toilet untuk buang air. Kebiasaan kalau habis makan! Sehabis dari toilet, masih bisa nongkrong sambil nonton bus Sinar Jaya seliweran. Lama juga istirahatnya. 

Kurang dua!

Pukul 12.45, penumpang sudah duduk di kursi masing-masing. Kondektur menghitung penumpang yang sudah jadi SOP. Benar saja, dua makhluk 94RD masih belum ada di kursinya. “Kurang dua!” Kondektur memberitahu sopir sambil turun mencari dua orang penumpangnya. 

Setelah nyaris 10 menit menunggu, pukul 12.54, bus bergerak dari Taman Selera. Eh, ternyata sebelum keluar gerbang rumah makan, bus berhenti. Ada petugas kontrol yang naik membawa papan klip, menghitung, dan mengecek penumpang. Ini sudah pasti kru nggak ada yang bisa bawa sarkawi(?). 

Pukul 13.00, bus kembali masuk gerbang Tol Cikedung. Di sini saya sudah nggak ingin tidur. Saya hanya menikmati pemandangan di sisi kanan tempat saya duduk. 

Ringkasan

Pukul13.55, bus masuk gerbang Tol Cikampek Utama. Di sini sudah mendekati saat-saat bus akan keluar masuk tol untuk menurunkan penumpang. 

Saya ringkas catatan saya: 

14.29 keluar Tol Cikarang Barat, putar balik.

14.43 masuk Tol Cibitung.

14.47 keluar Tol Telaga Asih.

14.52 masuk Tol Cibitung, Cikarang Barat, Menurunkan penumpang. 

14.55 masuk Tol Telaga Asih.

15.00 masuk Tol Cibitung 4. 

15.09 Keluar Bekasi Timur, Bulak Kapal, putar balik, masuk Tol Bekasi Timur. 

Ternyata agak ribet juga kalau sudah masuk wilayah ibu kota, ya. Banyak waktu yang dihabiskan kru untuk menurunkan (juga menaikkan) penumpang, biar mudah, saya sebut begitu saja.

Setelah keluar-masuk-keluar tol itu, pukul 15.42 bus masuk terminal Kampung Rambutan. 

Pukul 15.50, keluar Kampung Rambutan, dan dengan kemacetan serta kepadatan lalu-lintas Jakarta, akhirnya, 16.30, saya tiba di pool Sinar Jaya Lebak Bulus. 

Spesial untuk Sinar Jaya

Sejujurnya, saya ini penggemar bus pelari, alias bus banter namun bukan yang ugal-ugalan. Nah, saya merasa perlu melakukan pengecualian setelah naik Sinar Jaya. 

Jatuh cinta pada perjalanan pertama. (M. Mujib)

Bus yang “hanya” melaju rata-rata 80 kilometer per jam di tol, paling tinggi hanya 87 kilometer per jam, itu saja hanya beberapa detik, lalu kembali lagi ke 80 kilometer per jam, memberi saya perspektif lain soal menikmati sensasi perjalanan. Ini kali pertama saya naik Sinar Jaya dan membuat saya langsung jatuh cinta, sekaligus kesal. 

Jangan jadi Lane Hogger-lah, TOLONG!

BACA JUGA Bus Rela Jalur Solo Purwodadi Semacam Menuntut Kerelaan Para Penumpang dan pengalaman menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.

Penulis: M. Mujib

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version