MOJOK.CO – “Dibanderol 250 jutaan, kesimpulan setelah menjajal Toyota New Rush TRD Sportivo, ini SUV rasa MPV.”
Sosok yang terlihat maskulin itu muncul di hadapan saya, tepat ketika kedua kaki saya melangkah melintasi pintu Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang. Masih pukul 10.00, cuaca lumayan cerah meski sebelumnya dikabarkan bahwa Malang sedang sering hujan.
Sebatang rokok saya nyalakan sambil berdiri di sebuah tiang penyangga yang ditempeli stiker smoking area. Dari sana, kedua mata saya memandangi sosok baru itu. Sosok asing yang secara tampilan saya yakin tidak akan bisa mengenalinya kalau sebelumnya tidak diberi tahu siapa namanya.
Melihat tampang luarnya, memang aura ketangguhannya sedikit memudar karena karakter desain kali ini lebih modern, tidak berkesan kotak layaknya sebuah jip. Namun, kesan kasar khas SUV masih bisa terlihat dari baluran otot pada sekujur tubuhnya.
Bagian grill membuat mobil ini mentereng. Banyak yang menyebutnya mirip Toyota Fortuner. Saya suka desain lampu utamanya yang baru. Sipit, berkesan canggih, apalagi sudah LED dan diselipkan lampu daytime running, membuat kesan kekinian makin kentara. Asyiknya lagi, tidak lebay dengan aksen-aksen krom.
Bagian samping juga terlihat tangguh, meski side skirt membuat jarak bodi ke tanah jadi terlihat lebih pendek. Pada bodi sampingnya, dilindungi lis hitam yang menambah kesan tangguh. Sayangnya, dengan model seperti ini, jadi tidak bisa menyematkan pijakan kaki pada pintu-pintunya. Padahal secara tampilan, ampuh mendongkrak kesan SUV.
Bagian belakang pun tak kalah menarik untuk dibahas. Di sinilah revolusi desain terjadi. Konde dihilangkan, berganti dengan bodi belakang lebih agresif dengan lekuk dan garis. Bagian bumper dipertegas dengan otot berupa pelindung bumper.
Moncong knalpot tetap disembunyikan di balik bumper, gaya lampu kombinasi horizontal, serta yang saya anggap sangat keren adalah spoiler atap yang dibuat melebar sampai ke samping kanan kiri jendela belakang, sehingga membuat jendela belakangnya seolah dipayungi.
Sekira lima menit menghabiskan sebatang rokok, saya bersama seorang teman berjalan menghampiri sebuah mobil. Bagian samping dekat pintunya tertera emblem Dual VVT-i. Suplemen mesin untuk pengaturan bukaan klep secara komputerasi agar konsumsi bahan bakar dan tenaga mesin seimbang.
“Lo nyetir duluan?” tanya teman yang membersamai saya. Saya mengangguk dan segera membuka pintu sebelah kanan. Pada gagangnya ada tombol kecil untuk membuka pintu. Begitu duduk, di hadapan saya sudah melingkar sebuah setir yang bagian palang kanan dan kirinya dipenuhi tombol-tombol pengaturan.
“Wah manual,” celetuk teman saya, yang secara refleks membuat pandangan saya tertuju pada tuas transmisinya.
“Keren juga, hitam glossy dan sedikit aksen krom,” gumam saya, sembari mengarahkan lengan ke bagian kanan bawah dashboard untuk memutar anak kunci guna menyalakan mesin.
Tidak ada lubang kunci! Dan ternyata, mobil yang saya naiki ini merupakan tipe TRD Sportivo transmisi manual. Tidak perlu mencolokkan anak kunci karena ada tombol bulat untuk menyalakan dan mematikan mesin. Praktis dan terasa mewah.
Teman saya memencet-mencet layar di tengah dashboard, tak perlu waktu lama musik berkumandang. Saya mendengar suara yang biasa saja, meski katanya ada enam atau delapan speaker yang terdapat pada mobil ini. Namun, urusan fitur layar sentuhnya, cukup praktis memanjakan para pengguna smartphone.
“Itu mirroring-nya bisa konek internet juga?” tanya saya.
“Bisa, nih, makanya gue juga sambil buka Waze. Kita ke mana sih?”
Agrowisata Sahawood yang kami tuju. Waze menjadi petunjuk kami di dalam kabin yang lumayan dingin ini karena penyebaran AC cukup sempurna.
Mesin sudah menyala dari tadi walau telinga kami di dalam kabin tidak mendengarnya. Sebelum memindah-mindahkan tuas persneling, saya coba menginjak-injakkan kaki pada pedal koplingnya yang sungguh ringan.
“Asyik nih kalau macet, nggak pegel, enteng banget koplingnya,” kata saya.
Di hadapan saya sekira dua meter di depan mobil, terlihat tangan seseorang melambai-lambai memberi kode untuk segera bergerak. Baiklah, ini saatnya test drive All New Rush.
Saya merasa antusias berada di balik kemudi mobil-mobil baru seperti ini. Apalagi yang ubahannya tidak nanggung sehingga banyak hal baru yang biasanya ditemui dan dirasakan.
Mobil melaju perlahan karena saya masih harus beradaptasi dengan bukaan koplingnya. Namun, sama sekali tidak perlu waktu lama untuk menikmati karakter dari All New Rush ini. Kami meninggalkan bandara untuk menuju ke kawasan Batu, Malang.
“Kok suara mesinnya kedengaran jelas banget ya?” tanya si teman dan saya langsung melihat ke Multi Information Display yang ada di belakang setir. Terlihat angka menunjukan putaran mesin di atas 2.500 rpm. Putaran yang terbilang tinggi, pantas saja suara mesinnya meraung dan terdengar sampai ke dalam kabin.
“Kayaknya ini memang harus putaran tinggi deh, biar nggak lemot. Tenaganya kayak ketahan gitu, soalnya. Mirip, masih mirip sama karakter mesin Toyota Rush yang lama, gue kan pernah punya Terios. Mirip nih karakter mesinnya,” ujar saya bersemangat.
“Iya, ini pakai mesin Avanza, paling setting gear ratio aja yang diubah. Main di gear tinggi biar akselarasi awal responsif, jadinya suara mesin lebih kasar kayak gini, ya?” sambut teman saya.
Beberapa kali saya harus menghindari pengendara sepeda motor di pinggir jalan yang sedikit melebar ke tengah dan berjalan pelan. Setir terasa enteng digerakkan, sama sekali tidak menyusahkan pengemudi.
Tenaga mesin baru terasa enak saat sudah masuk gigi dua dan tiga untuk mengemudi di tengah kota yang padat. Tidak terlalu agresif dan tidak lembut-lembut cenderung lemot, asal bisa menjaga putaran mesin terus di atas 2.000 rpm.
“Ini bakal ribet kalau nanti nanjak-nanjakan ke Batu. Kalau di bawah rpm 2,000 lemotnya minta ampun, harus turun sampe ke gigi satu,” komentar saya lagi. “Gimana yang matic, ya? Jangan-jangan malah enakan manual karena putaran mesin bisa dijaga sendiri,” tambah si teman.
Permukaan jalan untungnya tidak semua mulus rata, sesekali diselingi dengan muka jalan bergelombang. Di sini saya jadi bisa merasakan sensasi setting suspensi barunya. “Eh, yang TRD ini termasuk suspensi nggak sih? Atau cuma body kit sama fitur aja?” tanya saya.
“Kayaknya nggak deh, body kit aja. Kecuali Yaris TRD atau Vios TRD itu sampai ke suspensi.”
“Tapi, lo ngerasa kan ya, enak banget handling-nya. Limbungnya hilang. Hahaha.”
Bahkan katanya, suspense All New Rush ini sudah dilengkapi dengan stabilizer di bagian belakang. Ya, memang terasa lebih kaku dan stabil sih. Beneran deh.
“Limbung hilang, pinggang pegel!” komentar si teman. “Eh, tapi ini enak beneran,” balas saya. Tak mau kalah, si teman menyahut lagi, “Ya, lo enak nyetir. Lah, kalau penumpang? Keras gila ini.”
“Namanya juga SUV, masak lembek!”
Penataan dasbor juga terlihat lumayan berkelas. Apalagi dengan sedikit tambahan material soft-touch pada dasbor dan trim. Sayang, laburan warna soft touch berbahan kulit tersebut putih, jadi kontras dengan nuansa hitam dalam kabin. Menurut saya, hal itu tidak membantu untuk menaikkan level kemewahan pada kabinnya. Apalagi ada satu minus, yakni material bagian atas dasbor yang masih terlihat kurang berkelas.
Saya terus anteng mengemudi dan suara teman di sebelah mulai senyap. Saya lirik sebentar, ternyata tertidur. Tapi, tidak lama karena beberapa kali saya lihat dia bangun, menggerak-gerakkan badan, ngulet, kemudian tidur lagi. Begitu terus sepanjang jalan.
Memang jalan yang kini dilalui banyak yang tidak rata, sementara saya begitu bersemangat memacu All New Rush karena penasaran dengan handling dan performa mesinnya yang makin lama saya coba, makin hilang kekaguman saya, karena memang cederung tidak istimewa, tapi tidak buruk juga. Biasa saja.
Terdengar suara berat sang teman yang lagi-lagi terbangun. “Fix nih, gue kok nggak bisa tidur nyenyak ya, bawa mobilnya rusuh deh lo,” komentarnya. Saya tentu saja membela diri. “Dari tadi biasa aja gue bawanya, emang jalannya yang jelek, jadi anjrut-ajrutan, kan tahu sendiri suspensinya keras.”
Mobil terus melaju, sementara sepasang mata sang teman mulai liar ke sana-kemari memperhatikan detail kabin All New Rush, yang secara keseluruhan saya anggap lumayan. Beberapa kali saya harus menyalip truk-truk besar ketika mobil sudah berada di jalur Pandaan, dari Kota Malang menuju Surabaya.
“Eh ini Rush ada enam doang kan, ya, airbag-nya?” tanya si teman sambil melihat-lihat brosur All New Rush yang tersimpan di laci dashboard.
“Nggak ah, ada delapan,” jawab saya.
“Delapan dari Hongkong!” celetuknya sambil benar-benar menghitung jumlah airbag berdasarkan posisi emblem yang terlihat pandangan mata. “Satu, dua, terus ini dua,” ujarnya sambil menunjuk setir dan bagian atas dashboard sebelah kiri. Kemudian menunjuk pilar A dan bagian pahanya.
“Mana lagi? Cuma enam,” seru si teman.
“Nggak kok, di pilar belakang liat deh. Ada tulisan airbag juga tuh, gue juga tadi heran, beneran ada airbag di pilar belakang?” tanya saya.
“Ini sih cuma stiker doang, kalau yang ada airbag-nya emblem emboss kayak gini nih,” balas si teman sambil menunjuk contoh emblem emboss bertuliskan airbag, sementara yang di pilar belakang, iya bener, hanya stiker.
“Maksudnya apa coba Toyota nempelin stiker kayak gini? Salah pasang atau buat keren-kerenan aja?” saya tidak bisa langsung menjawab komentar teman saya. Karena memang juga berpikir yang sama, entah apa maksud stiker airbag tersebut ya?
“Hahaha,” terdengar suara dari mulut si teman. Saya pikir dia menertawakan stiker airbag, ternyata bukan. Gambar pada bak truk di depan mobil kami yang dia tertawakan. Ada grafiti yang cukup serius pengerjaannya disertai kalimat “Mau Pulang Malu, Enggak Pulang Rindu” dan sebuah tulisan kecil lagi di bawah, “Papah Pulang, Mamah Basah,”
Menurut saya, All New Rush lebih bagus dari Daihatsu Terios saya dulu. Tidak hanya lebih mewah, tapi juga lebih nyaman, terutama bagian yang satu ini, yang dari tadi saya nikmati.
“Joknya mantep nih, empuk dan pas di badan, jadi posisi duduknya nyaman. Menurut gue sih ya ini. Terus jadi nggak terlalu tegak kayak model lamanya,” komentar saya yang diamini tanpa penyangkalan oleh si teman. Saya lihat pada akhirnya dia bisa tertidur juga—tepat saat kemacetan lalu lintas mengadang kami saat masuk Kota Surabaya.
Baca juga komparasi Toyota All New Rush dan Daihatsu All New Terios di sini.