Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Otomojok

Cerita di Kapal Feri, dari Kecopetan hingga Dangdutan

Ikhwan Hastanto oleh Ikhwan Hastanto
2 Juli 2018
A A
ilustrasi Teori Film Titanic: Rose Bisa Jadi Tokoh Paling Toksik dan Licik yang Pernah Diciptakan mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Untuk kamu yang merantau ke pulau yang berbeda, mungkin akan berteman akrab dengan transportasi laut. Kapal feri misalnya. Lalu pengalaman apa saja yang sudah kamu lalui bersamanya?

Karena berdomisili di Jogja, aktivitas menyeberangi Selat Sunda menggunakan kapal feri telah menjadi rutinitas tahunan saya sebagai anak kelahiran Lampung. Bagi yang belum tahu, kapal feri adalah sebutan untuk kapal transportasi jarak dekat. Bukan kapal milik juara AFI 1, yha (Oke, sebuah guyonan yang memperjelas umur saya).

Jarak Lampung-Jogja biasa saya tempuh dalam waktu 24 jam apabila memilih jalan darat. Ada banyak sekali pilihan bus cepat malam yang dapat mengakomodasi perjalanan ini. Durasi tersebut biasanya selalu membuat saya mengeluh tak henti-henti di dalam bus. Bukannya apa-apa, durasi 24 jam yang saya buang di perjalanan itu biasanya akan bertambah menjadi 36 jam karena sesampainya di tujuan, saya harus langsung istirahat mengingat badan yang astagfirullah pegelnya. Jangan tanya kenapa saya harus menambah 12 jam ya, tolong jangan usik jam tidur saya.

Tapi, mengingat cerita Mas Faizi tentang 202 jam perjalanannya menaiki bus lintas-sumatera, saya langsung merasa kecil. Apalah saya ini, yang ternyata memang manja lagi pengin dimanja. Sungkem dulu, Mas.

Kembali ke persoalan kapal feri, ada sangat banyak cerita yang mengelilingi hubungan saya dengan alat transportasi satu ini sejak 2011. Dimulai dari cerita kecopetan hingga cerita kemalingan (hadeh, ini kenapa kriminal semua?). Tapi disamping itu, ada beberapa cerita yang langsung teringat ketika harus mengenang masa-masa terapung di atas kapal ini. Setiap mengingatnya, saya selalu merasa takjub sendiri.

Penumpang yang Ketiduran

Mungkin ini sebuah cerita paling fenomenal yang pernah saya dengar. Saya taruh di urutan pertama sambil berharap dapat membuat pembaca greget. Jadi, sekitar tahun 2013 di perjalanan pulang saya ke Lampung, saya berbincang dengan salah satu awak kapal feri di sepanjang perjalanan. Wait, ini kenapa dia tidak bekerja dan justru mengobrol dengan saya? Entahlah. Mungkin karena dia petugas pengangkut jangkar. Namanya Mas Damar. Damar sang pengangkut jangkar.

“Jadi Boi, dulu ada penumpang kapal ini. Berangkat dari Merak tujuan Bakauheni.”

Boi memang sering dijadikan nama panggilan anak muda di Lampung: hal yang membuat saya berfikir Mas Damar berdomisili di sana. Saya khusyuk mendengar. Untuk informasi pembaca yang mungkin belum familiar, Pelabuhan Merak adalah pelabuhan di Cilegon, Banten, sedangkan Pelabuhan Bakauheni ada di Lampung Selatan. Kedua pelabuhan inilah yang menghubungkan Jawa dan Sumatera via laut.

“karena memang biasanya kapal cukup lama menunggu antrian untuk merapat, beberapa penumpang memilih tidur, termasuk si penumpang satu ini.” Mas Damar melanjutkan.

Untuk pengetahuan lagi, perjalanan Merak-Bakauheni mungkin hanya sekitar 2-3 jam. Saya bilang “hanya” karena proses berlabuhnya kapal di dermaga tetap harus menunggu antrian kapal lain. Ditotal, durasi kapal feri menyeberangi Selat Sunda bisa sampai 4-5 jam.

“tapi Boy, pas penumpang ini terbangun, eh ternyata kapalnya sudah jalan balik lagi ke Pelabuhan Merak. Dia bingung banget, Boi. Kesian.” Ceritanya sambil tertawa.

Yaiyalah bingung, menurut elo?

Eskalator

Iklan

Pengguna rutin kapal feri tentu paham bagaimana kondisi kapal yang digunakan di perjalanan selat sunda. Karatan, berisik, bau muntah, sampai sumpek karena terlalu penuh. Nah, selain kemalangan itu, barangkali pembaca juga pernah ketiban rezeki ketika mendapatkan kapal feri yang mevvvah. Sungguh, rasanya senang sekali.

Dari sekian banyak percobaan saya menaiki kapal feri, saya baru mendapat untung sekali saja. Ruangan bersih, sofa bagus, pendingin ruangan berfungsi dengan baik, dan kuantitas penumpang cukup membuat saya heran ketika menaiki kapal tersebut. Sampai-sampai karena tidak percaya, saya juga ingin memastikan keadaan toiletnya juga. Lah dalah, kok ya bersih juga!

Namun, satu hal yang membuat saya benar-benar takjub adalah keberadaan eskalator di dalam kapal! Wuelok! Ide siapa ini menaruh eskalator di dalam kapal yang hanya tiga tingkat? Kapal bersih dan nyaman saja sudah membuat saya kegirangan, lah ini ditambah eskalator pula. Saya membayangkan lima tahun lagi akan ada ciki-cikian di-display samping pegangan eskalator. Mall terapung, mantap!

Organ Tunggal

Biasanya kalau menaiki kapal feri, setiap orang akan dikenai harga mulai 15 ribu rupiah. Namun, tentu berbeda jika naik bus/mobil. Nah, di atas kapal ini pembagian kasta tetap akan terjadi. Kualitas ruangannya pun juga akan terbagi-bagi menjadi beberapa tingkatan lagi. Ada beberapa ruangan istirahat yang apabila Anda ingin menikmatinya, Anda akan dikenai biaya esktra.

Pernah satu kali saya iseng untuk membeli akses untuk masuk ke dalam ruangan yang paling mahal. Saya lupa besarannya, tapi kira-kira tidak lebih dari 50 ribu rupiah. Di dalam ruangan “VIP” ini, bangku duduknya mirip bangku pesawat/bus eksekutif yang tentu saja bisa dinaik-turunkan, pendinginnya cukup berfungsi, dan toiletnya lumayan bersih.

Ketakjuban saya muncul ketika fasilitas organ tunggal di ruangan ini mulai berbunyi. Hampir di setiap kapal feri yang saya tumpangi, pemain organ tunggalnya selalu memainkan setlist serupa: kalau bukan dangdut ya tembang kenangan. Tentu awalnya saya kira di kapal ini kejadian sama akan terjadi.

Saya masih ingat dandanan penyanyinya persis penyanyi dangdut: penuh akan renda-renda di pinggul untuk kepentingan goyangan penuh gemericik. Prejengan macam ini semakin menguatkan keyakinan bahwa saya akan mendengar lagu-lagu arus utama dangdut milik Rhoma Irama.

Namun untuk kali ini, perkiraan saya nyatanya salah. Lagu pertama yang dimainkan ternyata Pandangan Pertama milik RAN. Tidak terduga sama sekali. Kemudian lagu-lagu berikutnya adalah lagu-lagu semacam Demi Cinta milik Kerispatih dan I Will Fly milik Ten 2 Five.

Sungguh, betapa sempitnya pikiran saya dalam mengasosiasikan suatu tempat dan suatu cara berpakaian seseorang dengan suatu jenis musik tertentu. Sungkem, Mbak, terima kasih sudah disadarkan.

Hal yang kemudian semakin membuat saya takjub, lagu-lagu yang dimainkan oleh organ tunggal tersebut tetap dengan aransemen dangdut yang yahud itu.

Terakhir diperbarui pada 1 Juli 2018 oleh

Tags: biduan dangdutkapal feriLampungPelabuhan merak
Ikhwan Hastanto

Ikhwan Hastanto

Artikel Terkait

Jadi awak kapal feri sombongkan label kerja pelayaran ke tetangga dengan gaji besar, berakhir jadi pecundang MOJOK.CO
Ragam

Sombong Kerja Pelayaran di Kapal Feri, Sok Gagah dan Pamer Gaji Besar ke Tetangga Malah Jadi Menderita

6 Juli 2025
Penipuan love scam: ngaku-ngaku jadi pilot di luar negeri, berhasil pikat perempuan Lampung hingga poroti puluhan juta MOJOK.CO
Ragam

Penyesalan Perempuan Lampung, “Tergila-gila” Lelaki yang Ngaku Jadi Pilot di Luar Negeri Berujung Kehilangan Uang Puluhan Juta

7 Mei 2025
Sialnya Mudik dari Jogja ke Sumatra karena Percaya Pelni-ASDP MOJOK.CO
Esai

Nasib Sial Mudik dari Jogja ke Sumatra via Merak-Bakauheni Akibat Terlalu Berharap ke ASDP dan Pelni

26 Maret 2025
Dusun Girimulyo Kulon Progo- Surga di Bukit Menoreh MOJOK.CO
Esai

Dusun Gunung Kelir Kulon Progo, Rumah Kedua Saya yang Sudah Mengamalkan Pancasila Bahkan Sebelum Pancasila Lahir

17 Juni 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.