Jaman saya pacaran, seminggu sekali saya PP Garut—Jakarta untuk memperjuangkan cinta. Pernah iseng saya itung-itung, ternyata ongkos bis selama empat tahun pacaran itu sama dengan harga Daihatsu Ayla versi paling murah. Jadi kalau ada yang bilang LDR modalnya kepercayaan, itu bohong belaka. LDR itu modal dompet harus kuat. Dan untuk urusan ini, saya punya bis favorit, bis Budiman namanya.
Bis dari Tasikmalaya ini kalau di jalur Cileunyi—Tasikmalaya adalah penguasanya. Daerah kekuasaannya berlanjut sampai jalur selatan Jawa Barat hingga ke Jawa Tengah. Di Priangan Timur hingga Bandung, saingan beratnya hanya Primajasa. Tapi dari segi servis dan jumlah bis, jelas lebih unggul Budiman.
Dari Garut jika ingin naik bis ini caranya sedikit berliku. Biasanya saya naik elf tujuan Bandung dan turun di pool-nya di daerah Cicalengka. Kalau tidak ya saya naik Primajasa dari Garut, turun di Cileunyi dan menunggu Budiman datang dari arah Tasikmalaya. Lebih mahal memang, tapi lebih nyaman dan lebih cepat daripada saya keukeuh naik Primajasa.
Kenapa saya pilih Budiman? Simpel saja, lineup bisnya kala itu menggiurkan, Mercedez-Benz MB OH 1836, O 500 R. Spesifikasi yang dipilih adalah spesifikasi sasis premium. Ia makin cantik dengan karoseri Jetbus dari Adi Putro. Ibarat kata, ini adalah kemewahan di jalan raya, mentereng dan megah. Untuk ukuran Priangan Timur, ia ibarat model adibusana yang wara-wiri di catwalk.
Budiman memang bis yang memanjakan penumpang. Hanya menaik/turunkan penumpang di pool dan jika penuh tidak menaikkan penumpang lagi. Semua penumpang pokoknya harus duduk, tidak boleh ada yang berdiri, jadi bis tidak pernah sumpek. Kursinya pun tebal, dengan legroom yang lega. Kabinnya wangi dan bagi para perokok, di bagian belakang ada smoking room yang nyaman.
Sopirnya juga alus. Perusahaan memiliki kebijakan memang hanya menggunakan satu driver, tapi pengaturan istirahat driver diatur dengan saksama. Di titik-titik tertentu, bis akan berhenti beberapa saat untuk memberi kesempatan driver beristirahat.
Soal kecepatan, jelas di daerah Priangan Timur hingga tol Cipularang Budiman bis tercepat. Tak ada saingan lagi. Tanjakan tol Cipularang dilibas enteng-enteng saja dengan mesin baru, paling nanti kalau sudah masuk ruas Cikampek baru ia ketemu lawan sepadan, bis-bis dari Kuningan yang berisiknya minta ampun dan bis-bis mewah dari Kudus dengan mesin baru.
Namun, bukan itu saja yang membuat saya naik Budiman, ada satu faktor lagi yang membuat saya rajin naik, yakni karena bis ini sangat relijius.
Kok bisa?
Jadi gini, walau Budiman ini terkenal sebagai bis yang cepat dan trengginas di jalanan, tapi saat waktu salat tiba, ia bisa berhenti di masjid/musala dan menyilakan penumpangnya menunaikan salat. Relijius kan?
Jadi ini memang kebijakan perusahaan. Di jendela bis juga ditempeli stiker untuk mengingatkan salat. Bahkan jika kru bis tidak memenuhi permintaan penumpang untuk berhenti menunaikan salat, maka penumpang bisa melaporkan kru tersebut ke manajemen. Jadi, ketika kamu naik bis ini, tidak ada alasan lagi menunda salat dengan alasan bisa dijamak.
Jarang lho ada bis dengan nilai-nilai relijius yang kental seperti ini. Di saat perusahaan-perusahaan bis mengandalkan kecepatan, bis Budiman tampil dengan nilai-nilai keislaman yang kental. Mungkin seperti namanya, bis ini berusaha juga menjadi sosok yang berbudi bagi para penumpang.
Maka tak heran jika bis ini sering berhenti acak di masjid/musala atau warung dan rest area. Tak seperti armada bis lain yang memiliki tempat khusus berhenti, Budiman berhenti jika waktu salat dan di tempat tersebut terdapat musala. Selama naik bis ini untuk LDR-an, saya belum pernah menemui kru yang tak menyilakan penumpangnya salat. Bahkan saya pernah mendapatkan bis yang pengemudinya menjadi imam salat. Ada berita kasak-kusuk bahwa salah satu tes masuk jadi pengemudi di bis Budiman adalah harus bisa membaca Al-Quran dengan lancar. Wah, tambah sip.
Pengelolaan dengan balutan relijius ini membuat Budiman menjadi bis terbaik di Jawa Barat dan sekitarnya. Di Tasikmalaya, bis ini sudah jadi penguasa, bahkan pool-nya sudah mirip terminal sendiri. Penumpang Budiman justru memilih naik di pool daripada naik dari terminal Tasikmalaya. Armadanya konon sekarang kian gemuk dan bis-bisnya terus memiliki lineup baru.
Setelah empat tahun menjadi pelanggan setia Budiman, akhirnya saya harus menyudahi kebersamaan tiap minggu dengan bis ini karena saya sudah tidak LDR lagi. Namun, kebersamaan-kebersamaan bersama Budiman memang tak pernah terlupakan dan meninggalkan kesan yang dalam. Budiman mau tidak mau mewarnai kisah cinta insan yang terpisah jarak ratusan kilometer antara Garut—Jakarta.
Jadi jika suatu saat hendak ke daerah Priangan Timur dari Jakarta, jangan lupa ingat satu nama: bis Budiman.