MOJOK.CO – Meski desain mobil Panther dari dulu ya gitu-gitu aja, namun dia menjadi andalan keluarga Indonesia karena kuat dan tahan lama.
Mobil merupakan kendaraan yang diharapkan ada di depan rumah oleh hampir setiap keluarga di Indonesia. Entah sekadar untuk eksistensi, digunakan sebagai taxi online, mudik, atau bahkan untuk disiksa pemakaiannya layaknya cerita zaman penjajahan tempo doeloe. Jika dilihat dari beberapa varian mobil keluarga, mobil yang sanggup disiksa diandalkan oleh pemiliknya adalah Panther.
Mobil ini cukup menarik menurut saya, selaku anak dari bapak yang punya Panther dan bergaul dengan komunitas Panther. Bagaimana tidak? Meski mobil ini seken namun harga jualnya masih lumayan tinggi dan peminatnya pun masih banyak. Padahal, dari dulu desainnya ya cuma gitu-gitu aja. Nggak ada kemajuan yang signifikan blas.
Di Mojok sendiri, sebetulnya sudah ada dua ulasan mengenai mobil ini. Namun bagi saya, ada kewajiban untuk memberitahu pembaca Mojok dengan lebih komprehensif tentangnya. Tentang bagaimana mobil ini dapat disiksa dan dipaksa hidup dengan solar busuk—fyi, ini adalah kasta terendah dari keluarga bahan bakar.
Coba bayangkan, antum sekalian dalam kesehatan sehat walafiat, masih bisa membedakan mana yang halal dan haram. Namun dipaksa untuk makan dan minum dari warteg yang masakannya nggak laku lebih dari seminggu. Kurang lebih seperti itu perumpaan tentang hubungan solar busuk dan mobil ini.
Bahkan sampai ada seorang mekanik yang mengatakan, kalau pun ring piston Panther salah pasang, mesin mobil itu masih bisa menyala. Bayangkan, jika itu terjadi pada mesin bensin. Duh, Dek, rasane….
Jadi begini, untuk antum sekalian, yang menginginkan sebuah mobil seken dengan ketahanan mesin jangka panjang. Seperti ketahanan hubunganmu sama dia yang nggak ada kejelasan. Saya sangat menganjurkan untuk memilih Panther saja. Selain kuat, irit dan tahan banting, sepertinya si produsen memang menawarkan kepada para konsumennya sebuah mesin yang memiliki daya tahan luar biasa tangguh.
Panther adalah mobil yang bisa disiksa, peduli dengan ekonomi keluarga, dan awet (((kurang apalagi coba?))), meskipun ia adalah mobil yang minim fitur. Maka tidak mengherankan jika lima sampai sepuluh tahun ke depan, mobil ini akan terlihat jadul secara interior dibandingkan mobil-mobil kaleng keluaran sekarang—yang menawarkan berbagai macam fitur seperti handphone.
Namun, jika antum tetap bersikukuh untuk membeli mobil kaleng—seken pula—hanya karena interiornya yang aduhai. Bisa dipastikan lima tahun ke depan peforma mesin akan turun drastis. Jadi pilih mesin atau pernak-perniknya aja? Ya, kalau memang nggak percaya? Monggo dicoba…
Antum pernah dengan nama PM? Bukan. Bukan Pemuda Muhammadiyah, namun Panther Mania. Nah, Panther Mania ini adalah komunitas para pengendara Panther. Dari komunitas ini sering terdengar slogan, “Nggak Panther, Nggak Maksa”. Pokoknya kalau pakai dan punya mobil ini, sangat dianjurkan untuk dirawat disiksa sampai batas maksimal.
Salah satu yang membuat mobil ini kuat, material mesin diesel di beberapa bagiannya berbahan baja. Sedangkan mesin bensin hanya menggunakan bahan alumunium. Lha wong, diesel iki sakjane digawe mesine truk, kapal, dan alat berat lainnya, lho. Pantes aja toh, kalau mesin ini dipakai untuk mobil keluarga, rasanya akan mirip-mirip kayak Kuku Bima-nya almarhum Mbah Maridjan, Roso!
Oh iya, sebenarnya sebagai anak yang kuliah di jurusan komunikasi dan pernah ikut ngaji sama anak-anak desainer logo YEKA. Saya sebetulnya cukup heran dengan mobil ini. Di luar sana, banyak brand yang menggunakan logo, namun tidak dengan mobil yang satu ini. Padahal, logo adalah hal penting bagi sebuah produk. Sedangkan yang tertera hanyalah tulisan “ISUZU” di bagian grill depan. Entah apa alasannya, saya juga belum menelaah lebih jauh. Mungkin ia memang tidak terlalu mempedulikan logo yang ndakik-ndakik karena sudah percaya diri dengan kualitas produknya. Mungkin loh~
Alasan lain kenapa mobil ini saya anjurkan, tidak lain dikarenakan mobil ini tergolong irit, Lur. Jadi bulan puasa kemarin, saya mendapat mandat dari babe untuk ambil mobil di Palembang. Singkat cerita, saya mulai dengan kondisi tangki penuh dari Palembang menuju Metro. Perjalanan tersebut ditempuh dengan jarak kurang lebih sejauh 339 km, dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Kata babe, “Nanti kalau udah sampai Mesuji, jangan lupa diisi minyak lagi, ya.”
Pas sampai Mesuji, saya tanpa pikir panjang langsung nyari pom bensin. Isi minyak, terus laporan sama babe, “Assalamualaikum, Be. Saya baru di pom nih, habis isi minyak.” “Ngisi berapa?” tanya Babe. “175 ribu”, jawab saya. “Wah, kalau pakai Panther, ngisi segitu udah bisa sampai rumah, tuh!”
Jadi, bisa dibayangkan, kan? Bagaimana iritnya?
Meski saya hanya terdiam dan dalam hati bertanya, “Sampai rumahnya siapa itu, ya?”
Btw, penetapan harga bahan bakar yang lebih murah ini disebabkan karena dalam roda perekonomian banyak yang menggunakan solar, seperti truk penumpang, bus, dan kereta api. Mencegah inflasi, kata BPH Migas. Kan solar tadi banyak digunakan masyarakat umum (salah satunya jika antum pakai Panther). Lha, kalau orang-orang kaya katanya sih justru lebih banyak yang menggunakan bensin premium bersubsidi. Hadeh, cen ra tata tenan, og!
Oh iya, tadi ketika sedang mengisi minyak di Mesuji, perut saya tidak ikut terisi. Pertama, karena masih bulan puasa. Kedua, karena sewaktu saya mampir pom bensin, masih jam 11.00. Satu setengah jam berikutnya…
…Wallahualam bissawab.