Nabi Isa sering digambarkan sebagai sosok sufi ideal. Ia seorang pengelana yang tak bertempat tinggal, mengembara dari satu tempat ke tempat lain tanpa tahu di mana akan menyandarkan kepala.
Ia tidak punya harta benda. Kendaraannya adalah kakinya dan pembantunya adalah kedua tangannya.
“Bumi adalah tempat tidurku, batu adalah bantalku, matahari adalah selimutku, rembulan adalah pelitaku di malam hari. Makananku adalah lapar dan pakaianku adalah rasa takut kepada Allah,” katanya dalam sebuah riwayat.
Ke mana saja pergi, Nabi Isa memberi nasihat kepada orang-orang tentang pentingnya kedamaian, kedermawanan, dan kerendahatian. Salah satu kiat yang diajarkan olehnya adalah melihat sisi positif dari sesuatu, bahkan kepada binatang sekalipun.
Suatu hari, Nabi Isa dan rombongannya berjalan melewati bangkai seekor anjing. Para pengikutnya menutup hidup akibat bau busuk yang menguar. Komentar-komentar buruk keluar mengenai bangkai anjing tersebut. “Lihatlah betapa rapi, bersih, dan kokoh giginya,” kata Isa.
Salman al-Farisi meriwayatkan bahwa Nabi Isa tidak pernah mencari-cari kesalahan orang lain. Ia tidak pernah berteriak atau tertawa keras, tidak pernah sengaja menjauh dari orang yang datang kepadanya, tidak pernah menutup hidung dari bau yang ditimbulkan orang yang ada di dekatnya. Dan Isa selalu berusaha melayani orang lain dengan baik.
Pelayanan yang diberikan oleh Nabi Isa kadang membuat rikuh mereka yang ia layani. Ia mengobati mereka yang sakit, menyuapi yang lapar, membasuh kaki orang-orang miskin, dan berbagai pelayanan lainnya.
“Akan lebih pantas bagi kami untuk melakukan ini kepadamu, ya Rasul,” kata mereka. Tapi Isa membalas, “Sesungguhnya lebih cocok bagi orang yang berilmu untuk melayani umat.”
Namun sebagaimana kisah nabi-nabi, penolakan terhadap dakwah Nabi Isa juga terjadi. Mukjizat-mukjizat yang ia miliki tidak sekalipun menyadarkan mereka. Pernah ia menemui satu kaum yang menantang Isa untuk membuktikan bahwa dirinya adalah bukan nabi palsu.
Nabi Isa memenuhi tantangan, ia mengobati orang lepra, menyembuhkan orang buta, dan bahkan menghidupkan orang yang telah mati. Tapi sebagian besar mereka tetap menolak untuk percaya.
“Coba kau tunjukkan yang lain. Sihir-sihir itu sudah terlalu biasa,” ejek mereka.
“Kalau aku bisa menunjukkan apa saja yang baru saja kalian makan juga isi rumah kalian, apa kalian akan percaya kepadaku?” kata Isa.
Mereka setuju. Nabi Isa lalu menyebutkan satu persatu makanan terakhir yang dilahap orang-orang yang ada di depannya, berikut isi lemari dan rumahnya secara rinci. Sebagian orang lalu percaya dengan kenabian dan risalah Isa. Sebagian lainnya tetap saja mengingkarinya sambil menuduh Nabi Isa sebagai pembual.
Orang-orang bebal itu memang sering membuat Nabi Isa kehabisan akal dan kesabaran. Konon, Isa pernah terlihat melarikan diri dari seorang pria. Orang-orang terkejut melihatnya. Sebab tidak biasanya ia menghindar seperti itu, dari apa pun atau siapa pun.
“Wahai ruh Allah, mengapa kamu lari dari orang itu?”
“Aku melarikan diri dari orang bebal,” jawab Isa.
“Tapi kau bahkan memiliki mukjizat untuk menghidupkan orang mati,” jawab orang-orang karena kaget dengan alasan Nabi Isa.
Isa tersenyum, “Benar, aku telah menghidupkan orang mati. Tapi aku merasa sulit untuk membuat orang bebal menjadi sadar.”
Dalam Matsnawi, Jalaluddin Rumi juga pernah menceritakan kerepotan Nabi Isa menanggapi orang bebal.
Saat itu, Nabi Isa baru saja meninggalkan sebuah desa kecil, ketika seorang pemuda mulai mengikutinya. Tidak lama setelah berjalan, pemuda itu melihat tulang yang teronggok. Keingintahuannya muncul. Ia merasa telah menemukan kerangka manusia yang diabaikan, ia lalu mengadukan hal itu kepada Isa.
“Nabi Isa, kamu pasti tahu rahasia mengembalikan orang mati. Tolong, ajari aku cara menghidupkan tulang-tulang yang tidak berguna ini, sehingga aku juga bisa mengatakan bahwa aku sudah mencapai perbuatan yang mulia,” kata si pemuda.
Nabi Isa berusaha mengabaikan permintaan itu, tetapi si pemuda itu tidak menyerah dan selalu mengulangi permintaannya lagi dan lagi. Isa mulai kehilangan kesabaran, dan dia akhirnya meminta pemuda itu untuk diam.
“Diamlah, ini bukan tugasmu! Pekerjaan ini membutuhkan jiwa yang lebih murni dari air hujan, batin yang lebih peka daripada malaikat. Kamu harus menjalani banyak kehidupan suci,” Isa mencoba membuat pemuda itu memahami masalah.
“Baiklah, kalau kau pikir aku tidak cukup baik untuk mengetahui rahasia itu, tolong kau lakukan sendiri. Hidupkan tulang-tulang ini!” si pemuda mengulang tanpa henti.
Nabi Isa benar-benar bingung. Ia akhirnya mengadu kepada Tuhan. Dan ia diminta menuruti keinginan si pemuda. Isa pun bersujud, melangitkan doa sambil berharap akan segera terbebas dari kecerewetan yang menjengkelkan tersebut.
Maka, segera setelah doa dipanjatkan, tulang-tulang tersebut bangkit dari kematian. Ternyata tulang itu bukanlah milik manusia seperti yang dikira si pemuda. Tulang-tulang itu adalah milik dari singa hitam yang ganas.
Singa itu lantas mengaum dan melompat ke arah si pemuda yang pucat pasi dan ketakutan, mencengkeram dan mematahkan kepalanya, lengan dan kakinya, lantas mencabik-cabik tubuhnya.
Nabi Isa menyaksikan adegan yang berlangsung begitu cepat itu dengan kaget. Ia lalu mendekati singa itu, “Mengapa kamu mencabik-cabik pemuda malang ini? Dia baru saja membuat aku mengembalikan hidupmu!”
“Dia telah membuatmu marah, wahai Nabi Allah!” jawab singa dengan takzim.
“Lalu kenapa kamu tidak memakan dagingnya?” tanya Isa.
“Bukan takdirku hari ini untuk mendapat rezeki dari tubuhnya!” jawabnya. Singa mengucap salam kepada Nabi Isa, kemudian berbalik dan berlalu.
Sepanjang Ramadan, MOJOK menerbitkan KOLOM RAMADAN yang diisi bergiliran oleh Fahruddin Faiz, Muh. Zaid Su’di, dan Husein Ja’far Al-Hadar. Tayang setiap hari.