Wiji Thukul adalah nama seorang penyair asal Solo yang terlahir dengan nama asli Widji Widodo. Masa kecilnya diwarnai kesederhanaan dan kemiskinan, namun tak lantas memadamkan semangatnya untuk belajar dan berkarya. Sejak muda, Wikul telah menunjukkan jiwa pemberontaknya, menentang ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Kecintaan Wiji Thukul pada sastra membawanya pada dunia puisi. Puisi-puisinya sarat kritik sosial dan politik, menyuarakan penderitaan rakyat kecil dan menuntut perubahan. Ia tak hanya menulis, tapi juga aktif dalam berbagai organisasi buruh dan gerakan pro-demokrasi. Tak berlebihan jika sosok Wikul ini adalah penyair yang kata-kata dan tingkah lakunya berjalan segaris lurus.
Pada salah satu demonstrasi buruh, Wiji Thukul mengalami luka di mata kanannya akibat bentrokan dengan aparat. Luka ini menjadi ciri khasnya dan sering disebut dalam puisi-puisinya. Luka itu bukan hanya simbol fisik, tapi juga simbol perjuangannya melawan penindasan dan ketidakadilan.
Jasmerah episode kali ini bercerita mengenai sosok Wiji Thukul setelah mengikuti demonstrasi tersebut. Kita sering melihat figur Wiji Thukul dengan perban yang menutup mata kanannya. Apa peristiwa yang membuat mata kanannya terluka parah? Lantas bagaimana puisi berjudul “Derita Sudah Naik Seleher” itu lahir? Simak kisah menariknya dengan menonton video di atas.