Tajuk Ngaji Filsafat yang melambungkan nama Dr. Fahruddin Faiz ternyata berasal dari keengganan berkuliah. Bahkan, bidang filsafat yang ia geluti ternyata dimulai dari sebuah pilihan acak yang tak punya pertimbangan matang.
Waktu mengetahui ini, saya teringat bagaimana dulu saya sempat memilih Farmasi sebagai jurusan kuliah: hanya karena terdiri dari satu kata. Pikiran kelewat sederhana saya kala itu: Bakal sesusah apa, sih, jurusan yang diwakili sebuah kata saja? Sungguh sebuah pendapat yang sotoy dan tidak bertanggung jawab.
Pengalaman Fahruddin Faiz, meski saya mirip-miripkan dengan pengalaman saya, sebenarnya jauh lebih masuk akal. Soalnya, beliau memilih jurusan Filsafat di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan alasan jurusan ini adalah jurusan yang sepi peminat. Menurutnya, jurusan yang sepi merepresentasikan perkuliahan yang enggak berat dan bisa disambi-sambi.
Saya out dari jurusan Farmasi setelah dua semester, tapi Fahruddin Faiz jauh lebih tangguh di jurusan yang ia pilih secara random. Meski—menurut perumpamaannya—saat kuliah ia bagaikan beras yang dimasukkan ke dalam magic com tanpa dicetrekin, ia bertahan dengan segala ujian kehidupan berkedok SKS perkuliahan.
Dalam perbincangan di PutCast dengan durasi hampir satu jam, Kepala Suku Mojok Puthut EA berhasil “mencecar” Pak Faiz—mari kita panggil demikian agar jadi lebih akrab—soal perjalanannya tenggelam dalam dunia filsafat.
Apa itu Ngaji Filsafat?
Kalau kamu bertanya-tanya, Ngaji Filsafat adalah kajian tentang filsafat yang secara rutin digelar di Masjid Jenderal Sudirman, Yogyakarta, sejak tahun 2013. “Guru” dari kajian ini adalah ia yang dikenal sebagai dosen jurusan Aqidah dan Filsafat Islam di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Fahruddin Faiz.
Di portal YouTube, video-video kajian filsafat Pak Faiz sudah banyak tersebar. Akun YouTube MJS Channel sendiri diikuti ribuan orang. Pendengarnya—saya yakin—jauh lebih banyak dari itu. Dengan suara yang halus dan menenangkan, ia menjadi gerbang asupan-asupan nutrisi intelektual dengan cara yang bersahaja.
Melalui Ngaji Filsafat, Pak Faiz meracik pandangan filsuf klasik maupun kontemporer menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk dikonsumsi. Menurutnya, filsafat memiliki teori-teori yang dimulai dari pengalaman para tokoh terkait. Pengalaman-pengalaman inilah yang bisa saja mirip dengan apa yang pernah kita alami sehingga lebih mudah dipahami.
Benarkah filsafat adalah ilmu orang-orang ruwet?
Filsafat, seperti cabang ilmu lainnya, tentu punya manfaat. Kalau kamu nggak tahu apa saja benefitnya, tunggu sampai kamu bertemu orang-orang yang mendalami bidang ini begitu tekun. Namun, Pak Faiz punya pandangan sendiri. Alih-alih mempromosikan manfaat mempelajari filsafat, ia menegaskan soal perlunya merasa asyik saat mendalami bidang ini sampai kamu merasakan sendiri kebaikannya.
Secara umum, Pak Faiz meyakini ilmu filsafat menahannya lebih kuat dari godaan dan tipuan. Setiap ada rayuan datang, orang-orang yang terbiasa dengan ilmu ini akan memiliki kecenderungan untuk tidak tergesa-gesa atau terhanyut.
Tapi, bukankah orang-orang yang mendalami filsafat dikenal sebagai orang yang ruwet?
“Ya, ada kalanya begitu,” jawab Pak Faiz. Lanjutnya, waktu yang tadi digunakan untuk tidak bersikap tergesa-gesa bakal dipakai untuk bertindak lebih kritis terhadap sesuatu. Hal inilah yang justru dianggap orang lain sebagai langkah yang tidak perlu dan hanya buang-buang waktu.
Fenomena ini digambarkan oleh filsuf bernama Paul Virilio, sambung Pak Faiz, yang pernah menyebutkan teori di mana semua orang menginginkan budaya cepat dan instan. Untuk itulah, sebenarnya, kita membutuhkan perangkat untuk membuat kita “sering menekan rem” dan bersikap kritis.
Benarkah filsafat bertabrakan dengan akidah agama?
Perjalanan Pak Faiz menuju Ngaji Filsafat, jika dirunut, melibatkan pendidikannya di masa lalu. Selain latar belakang jurusan Filsafat, Pak Faiz rupanya lulusan MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus) di Jember, Jawa Timur yang berfokus pada pendidikan agama dan bertujuan untuk melahirkan ulama intelektual. Sebelumnya, ia bahkan telah berpindah dari pondok ke pondok di masa pendidikan MTs (madrasah tsanawiyah). Saking serunya, kalau saja dulu Pak Faiz juga suka menulis lagu, mungkin tembang “Pondok ke Pondok” bisa diproduksi dan menjadi rival berat untuk “Rumah ke Rumah”-nya Hindia.
Pak Faiz mungkin beruntung karena telah mengenyam begitu banyak ilmu yang penting. Namun, jika seseorang tanpa latar belakang ilmu agama yang kuat memilih untuk belajar filsafat, apakah ia sedang mengancam dirinya sendiri?
“Menurut saya, orang yang belajar filsafat dan ndak sempit, tidak milih-milih referensi itu kemungkinan untuk ‘nabrak’ agama itu kecil,” jawab Pak Faiz. Justru, melalui ilmu inilah, sambungnya, pembelajar akan memahami alasan-alasan kenapa beberapa hal dilarang dan disarankan oleh agama.
Lantas, kenapa tren ketakutan ini kerap muncul?
Diakui Pak Faiz, hal ini mungkin saja disebabkan oleh fatwa secara general yang dikeluarkan oleh ulama yang, sayangnya, membaca teori-teori filsuf tanpa konteks yang tepat. Beberapa pemikiran dan beberapa tokoh yang tidak terlihat sejalan dengan keyakinannya berpotensi menjadikan ilmu filsafat dianggap haram.
Apakah filsuf benar-benar ada sebagai profesi?
“Ndak ada, tapi filsafat dibutuhkan semua profesi,” ujar Pak Faiz sambil tertawa renyah. Lumayan halus sebagai bentuk ngeles dengan elegan.
Selama menjadi dosen, Pak Faiz pernah melalui momen di mana ia merasakan beban saat memikirkan peluang kerja untuk para mahasiswanya. Namun, berkaca pada pengalamannya sendiri, keraguan ini dipatahkannya segera.
“Begitu lulus, saya pulang,” kenang Pak Faiz tentang keadaannya setelah lulus kuliah—jauh sebelum ia menjadi seorang dosen. Karena “terancam” mengisi kegiatan dengan menggarap lahan pertanian milik ayahnya, Pak Faiz kembali ke Yogyakarta dan menempuh pendidikan S-2, di mana ia memasukkan lamaran sebagai dosen di semester awal perkuliahannya.
Inilah yang membuatnya yakin tentang jalan yang terbuka pada siapa saja yang benar-benar berniat membangun kualitas diri, termasuk pada mahasiswa jurusan filsafat yang—mengutip pengalaman Puthut EA—bisa saja dianggap serupa dukun bagi orang awam.
Akankah Ngaji Filsafat terus berjalan?
Pak Faiz tak mematok waktu sampai kapan program ini berlangsung. Baginya, fIlsafat adalah ilmu dengan tema yang tak ada akhirnya dan mengajak kita terus belajar.
Sudahkah kamu mendengar Ngaji Filsafat bersama Fahruddin Faiz? Simak obrolan lengkap Puthut EA bersama Fahruddin Faiz di sini.
BACA JUGA Filsafat Hidup di Bokong Truk dan obrolan menarik di PutCast lainnya.