Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Masukan Penting untuk Kampanye Antirokok Mas Tere Liye

Iqbal Aji Daryono oleh Iqbal Aji Daryono
6 Juli 2015
A A
Masukan Penting untuk Kampanye Antirokok Mas Tere Liye

Masukan Penting untuk Kampanye Antirokok Mas Tere Liye

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Selamat pagi, Mas Tere Liye yang sehat sentausa dan terbebas dari asap rokok.

Kenalkan, saya pengagum Mas Tere. Saya sudah tuntas membaca salah satu novel Mas yang judulnya menghentak itu: Negeri Para Bedebah. Lebih dari itu, saya pun mengagumi postingan-postingan fanpage Mas Tere di Facebook. Rangkaian kata-kata yang nonstop muncul di sana, aduhai, penuh motivasi dahsyat yang membuat banyak orang selalu merasa super tiap kali bangun pagi.

Tapi sembari membaca kata-kata motivasi itu, beberapa kali ada yang ngganjel di ulu hati saya. Terutama terkait tulisan-tulisan Mas Tere tentang rokok.

Begini, Mas Tere yang paru-parunya bersih dan jantungnya kuat. Kemarin saya membaca salah satu tulisan Mas. Tulisan itu mengkritik para perokok yang bilang bahwa mereka merokok untuk membela petani tembakau dan buruh pabrik rokok.

Iya, saya setuju bahwa dalih pembelaan blablabla itu kadangkala agak lebay. Tapi melihat runtutan argumen Mas Tere sendiri, saya kok jadi bertanya-tanya, apa benar yang menuliskan postingan itu adalah juga penulis Negeri Para Bedebah?

Mas Tere mengatakan: “Keuntungan bersih PT HM Sampoerna tahun 2014 adalah 10,1 triliun rupiah. Kalau gaji kalian 10 juta/bulan, maka kalian butuh nyaris 1.000.000 bulan bekerja agar menyamai untung perusahaan rokok ini.”

Semua akan langsung paham, maksud Mas Tere adalah bahwa kekayaan pengusaha rokok jauuuuh di atas penghasilan para perokok. Juga bahwa semestinya orang miskin tidak memperkaya orang-orang yang sudah sangat kaya.

Memang, sekilas perbandingan itu masuk akal secara matematis. Tapi ya sekilas saja. Kalau sudah dua kilas, akan tampak jika sudut pandangnya agak memprihatinkan. Maksud saya, kalau memang mau konsisten memakai nalar perbandingan ala begituan, kenapa nggak sekalian Mas Tere pakai contoh pola-pola konsumsi yang lain?

Misalnya, sering sekali kita makan mie instan, kan? Nah, emangnya berapa bulan kita harus peras keringat, sampai duit kita bisa menyamai ketebalan dompet Anthony Salim? Hayo.

Kita juga terbiasa rutin mengonsumsi pulsa untuk menghidupi telepon genggam kita. Dih, itu mengerikan sekali ya, Mas? Coba, berapa ratus tahun kita harus banting tulang agar saldo tabungan kita bisa segemuk keuntungan Telkomsel dan Indosat?

Sekali lagi, logika matematikanya boleh sih. Tapi konteksnya wagu.

Itu bikin saya ingat bahwa memang ada aneka argumen dalam kampanye antirokok yang terlalu maksa. Misalnya, poin yang juga disebut Mas Tere Liye dalam tulisan yang sama: “biaya perawatan penyakit akibat rokok lebih besar daripada penerimaan cukai.”

Jargon yang satu itu pun sekilas tampak menggetarkan sanubari. Tapi pada ujungnya akan ketahuan kalau itu cuma fatwa yang berlandaskan iman antirokok semata, bukan didasarkan atas data dan fakta.

Barangkali Mas Tere bisa memeriksa ulang, lantas menemukan informasi bahwa cukai tembakau sepanjang tahun 2014 terkumpul lebih dari Rp 130 Triliun, sementara alokasi untuk Kementerian Kesehatan pada RAPBNP 2015 cuma Rp 51 Triliun. Wew, lalu dari mana ceritanya biaya perawatan kesehatan lebih besar ketimbang cukai?

Iklan

Oke, kita mundur agak jauh ke tahun 2011. Waktu itu cukai tembakau menyumbang kas negara sebesar Rp 77 Triliun. Sementara, menurut Nota Keuangan APBNP 2011, anggaran untuk Kementerian Kesehatan kurang dari Rp 30 Triliun. Nah loh, nah loh, nah loh.

Kasus-kasus meleset nalar seperti dua di atas tadi sebenarnya cuma sebagian saja lho, Mas. Masih banyak yang lain-lain. Tapi saya sambung kapan-kapan saja, mungkin sambil kita buka puasa bersama.

Selebihnya, saya yang daif ini mau sumbang saran: jika Mas Tere Liye dan teman-teman yang lain ingin habis-habisan kampanye antirokok, mending pakai saja landasan teori kesehatan standar seperti biasanya. Bahwa rokok mengandung racun tikus lah, bahan bakar roket lah, dan semacamnya.

Cukup itu saja, saya kira. Nggak perlu neko-neko pakai perbandingan matematis yang rentan jadi bumerang. Nanti kalau ketemu orang-orang jeli kayak Cak Rusdi Mathari atau Arman Dhani, bisa-bisa Mas Tere malah jadi malu sendiri.

Dan di atas itu semua, saya yakin Mas Tere pun tidak akan rela melihat rakyat Indonesia punya kualitas paru-paru kelas wahid, tapi di saat yang sama kualitas nalarnya kelas nganu.

Kira-kira demikian ya, Mas. Semoga Mas Tere Liye tambah jaya di darat, laut, dan udara.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: AntirokokTere Liye
Iqbal Aji Daryono

Iqbal Aji Daryono

Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.

Artikel Terkait

cukai rokok, tembakau.MOJOK.CO
Ragam

Cukai Rokok Tak Naik: Melawan Tekanan Antirokok, Menjaga Nafkah Jutaan Petani dan Buruh

1 Oktober 2025
rokok ketengan
Kilas

KNPK: Isu Larangan Penjualan Rokok Eceran Menghina dan Menjebak Presiden

27 Desember 2022
Kiat Bagi Orangtua Agar Bisa Merokok di Rumah
Kepala Suku

Kiat Bagi Orangtua Agar Bisa Merokok di Rumah

17 Maret 2022
ilustrasi Ariel Tatum Mendobrak Image Garpit sebagai Rokok Kuli mojok.co
Pojokan

Ariel Tatum Merobohkan Image Garpit sebagai Rokok Kuli

21 Desember 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.