MOJOK.CO – Tragedi susur Sungai Sempor tidak perlu terjadi jika manusia tidak meremehkan alam dan menantang takdir. Mari hidup berdampingan dengan alam.
Masih ingat tragedi Sungai Sempor? Sebuah tragedi yang sebetulnya tidak perlu terjadi, ketika 10 siswi SMP N Turi 1 meninggal dunia karena hanyut ketika melakukan susur sungai. Tragedi yang begitu membekas di benak warga Turi, Sleman, termasuk saya.
Sebelumnya saya ingin menghaturkan ucapan duka cita kepada korban dan keluarga yang ditinggalkan. Saya tidak ada niatan untuk membuka luka batin. Tulisan ini hanya sebatas monumen peringatan bagi kita semua untuk berhati-hati dengan medan yang tidak kita kenal.
Tragedi Sungai Sempor itu terjadi pada Jumat, 21 Februari 2020. Saat itu, Turi diguyur hujan deras disertai angin kencang sejak siang. Sore harinya, saya mendapat kabar via grup WhatsApp bahwa beberapa siswi SMP N 1 Turi hanyut saat melakukan susur Sungai Sempor.
Bersama beberapa tetangga, saya menuju lokasi. Kebetulan, salah satu siswi yang turut serta dalam kegiatan Pramuka adalah anak tetangga sebelah rumah. Untung saja, anak tetangga saya selamat dari tragedi. Namun tidak dengan 10 siswi lainnya.
Beberapa jam kemudian, ketika pencarian masih berlanjut, tragedi Sungai Sempor ditetapkan sebagai bencana nasional. Sri Sultan HB X bahkan langsung turun ke TKP melihat kondisi kejadian. Kami, warga Turi, larut dalam duka.
Pada dasarnya, saya dan warga tidak menyalahkan salah satu pihak. Namanya bencana itu bisa datang kapan saja tanpa permisi. Namun, Saya pribadi menyayangkan pembina Pramuka yang menghiraukan peringatan dari warga sekitar.
Saat itu, warga sekitar sudah memberi peringatan. Mereka memperingatkan bahwa susur sungai setelah hujan reda itu berbahaya. Kalau pakai logika, setelah hujan lebat, arus sungai pasti lebih deras. Sangat berbahaya bagi anak sekolah yang tidak punya pengetahuan akan susur sungai secara profesonal. Selain itu, unsur mistis Sungai Sempor memang sangat kuat.
Sayangnya, pembina Pramuka malah menjawab, “Mati urip kui wes ono seng ngatur.” Semoga ketidakpedulian ini tidak lagi terjadi.
Sebuah kalimat yang ndilalah berujung kesedihan. Sepuluh siswi jadi korban. Sementara itu, tiga pembina ditetapkan sebagai tersangka. Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara untuk mereka.
Seperti yang saya singgung di atas, Sungai Sempor ini memang punya aura mistis yang cukup kuat. Jadi, secara otomatis, tragedi tersebut pasti dikaitkan dengan peristiwa mistis.
Salah satu yang ramai jadi bahan pembicaraan adalah para korban yang disembunyikan makhluk halus penunggu sungai. Lagipula, untuk masyarakat Jawa, sungai memang tempat yang “keramat”.
Kejadian mistis kedua adalah sering terdengar suara jeritan anak perempuan di sekitar Sungai Sempor. Pernah suatu malam, seorang driver ojol mengantarkan pesanan dan harus melewati tepian Sungai Sempor. Ketika melaju pelan, hampir sepanjang perjalanan di tepian sungai itu, dia mendengar suara jeritan anak perempuan.
Dusun saya sendiri dibelah oleh Sungai Sempor. Sementara itu, lokasi tragedi berjarak satu kilometer ke arah utara dari dusun saya. Sejak kecil, saya sudah sering mendengar kalau sungai tersebut memang horor.
Dulu, salah satu tetangga saya bernama Imin, pernah diculik Wewe Gombel. Kisah ini terjadi ketika Imin masih anak-anak.
Jadi, saat itu, Imin bermain bersama teman-temannya di Sungai Sempor. Menjelang Maghrib, Imin pamit pulang duluan. Namun, sampai malam, ternyata Imin belum sampai rumah.
Orang tua Imin, ditemani warga desa, berkeliling dusun. Lantaran dusun sudah selesai dikelilingi dan tidak membuahkan hasil, rombongan itu melanjutkan pencarin ke Sungai Sempor.
Selepas tengah malam, Imin ditemukan warga dalam keadaan linglung di sebuah cekungan seperti gua kecil, di tepi sungai. Anehnya, ketika pamit duluan, Imin sudah menjauh dari sungai. Imin pulang, sementara teman-temannya masih di sungai sampai agak gelap.
Konon, Wewe Gombel itu masih ada sampai sekarang….
Pencarian Imin sendiri bukan pencarian yang mudah dilakukan. Bagi pembaca yang belum tahu, Sungai Sempor itu pinggirnya tebing-tebing yang tingginya bisa mencapai tujuh meter, bahkan lebih.
Orang dewasa dengan keahlian memanjat tebing saja susah buat manjat. Apalagi siswi SMP memakai rok jika merujuk ke tragedi susur Sungai Sempor. Oleh sebab itu, ketika hanyut, saya membayangkan korban pasti kesulitan untuk berenang ke tepian.
Bicara soal Sungai Sempor, ada dua titik yang dipercaya jadi lokasi paling horor. Dua titik yang saya maksud adalah dua bendungan. Kami, warga Turi, menyebutnya Bendungan Lor dan Bendungan Kidul.
Bendungan Lor punya kedalaman mencapai tiga meter. Waktu kecil, saya sering mandi di sini bersama teman satu dusun. Dua bendungan ini berbahaya karena tepat di bawah bendungan ada cekungan yang lumayan dalam.
Konon, di Bendungan Lor ini hidup bulus raksasa seukuran orang dewasa. Bulus ini kerap menampakkan dirinya waktu malam hari. Makanya, orang tua kami selalu mewanti-wanti saat mandi di sana. Pokoknya jangan sampai masuk ke cekungan. Takutnya nggak bisa keluar dari cekungan tersebut.
Evakuasi korban tragedi Sungai Sempor sendiri sempat memakan waktu lama. Kata “orang pintar” di dusun saya, ada beberapa korban yang “disembunyikan” penunggu sungai di dalam cekungan.
Orang pintar dusun saya melewati proses negosiasi yang cukup alot dengan penunggu sungai. Konon sampai sepanjang malam. Debat panjang itu berakhir dengan baik ketika penunggu sungai mau melepas beberapa siswi. Dini hari, beberapa korban ditemukan.
Beralih ke Bendungan Kidul yang masih asri dan sejuk karena tidak banyak aktivitas manusia di sini. Namun, di balik keasriannya itu, Bendungan Kidul adalah kerajaan kecil bagi penunggu sungai. Berbagai macam makhluk halus ada di sini. Hanya ada beberapa orang saja yang berani ke bendungan ini saat malam hari.
Tetangga sekaligus teman saya pernah menjadi korban di sini. Saat ingin menyeberang jembatan, tiba-tiba dia didorong oleh sesuatu yang tak terlihat. Dia jatuh pas di bebatuan yang lumayan besar. Tangan kanannya patah dan membekas hingga kini.
Pernah juga suatu ketika, saya bersama teman-teman lagi mancing di sini. Waktu hampir Maghrib, tiba-tiba kami dilempari batu entah dari mana arahnya. Pokoknya, “mereka” seakan-akan memberi peringatan bahwa kami harus pergi dari tempat itu.
Bagi warga Turi, Sungai Sempor adalah tempat yang spesial. Sungai ini sudah menemani kami, pemuda-pemudi yang mewarisi segala kisah dari orang tua. Saya yakin, masih banyak misteri yang belum kami ketahui.
Satu hal yang pasti, kami berusaha selalu hidup berdampingan dengan alam. Salah satunya dengan tidak meremehkan kondisi alam atau menantang takdir. Dengan begitu, hidup jadi lebih bahagia dan aman sentosa.
BACA JUGA Sebuah Kesalahan Fatal di Kaliurang Membuat Teman Saya Diusir dari Yogyakarta dan kisah tragedi lainnya di rubrik MALAM JUMAT.