MOJOK.CO – Sumur itu seperti mempunyai magnet. Menarik orang untuk mendekat dan bunuh diri dengan menceburkan diri. Misteri yang tak terpecahkan hingga kini.
Dua rumah itu menempel satu sama lain. Sebagai sumber air, keduanya berbagi satu sumur. Airnya bagus, tidak pernah habis atau menjadi dangkal, bahkan di musim kemarau yang keras. Masalahnya, sumur itu seperti mempunyai magnet. Menarik orang yang sedang tidak “lurus” untuk terjun ke dalamnya; bunuh diri.
Sebenarnya, dahulu, dua rumah itu adalah satu bangunan. Namun, oleh pemiliknya yang tidak lagi mukim di Jogja, dibagi menjadi dua untuk dikontrakkan. Rumah sisi kiri ditempati oleh sebuah keluarga yang tertutup dan konon mengidap gangguan jiwa. Sementara itu, sisi kanan digunakan sebagai tempat jasa. Saya tidak boleh menyebutkan jenis usahanya karena akan dapat dengan mudah diidentifikasi oleh pembaca yang akrab dengan daerah di sekitar sebuah stadion.
Mundur jauh ke belakang, sebelum rumah itu dibagi menjadi dua, ada sebuah keluarga yang menghuninya. Bukan, keluarga ini bukan pemilik sah. Saya dan keluarga tidak begitu tahu asal-usul keluarga tersebut. Satu hal yang pasti, keluarga itu sudah mukim di sana sejak zaman buyut masih ada.
Keluarga tersebut dari satu keluarga inti berjumlah lima orang; orang tua dan tiga anak. Selain itu, ada sepupu mereka yang ikut mukim di sana. Mereka mempunyai kebiasaan untuk duduk meriung di sekitar sumur itu untuk mengobrol sampai melakukan kegiatan sehari-hari seperti memasak dan mencuci. Tetangga bisa melihat aktivitas mereka karena tembok belakang rumah pendek saja, tidak seperti sekarang yang sudah ditiunggikan.
Kasus percobaan bunuh diri yang pertama terjadi tidak lama setelah si sepupu mulai ikut tinggal di sana. Sebuah kejadian yang menggegerkan satu kampung.
Kasus bunuh diri pertama
Si sepupu ini bernama Kelik. Tentu saja bukan nama sebenarnya. Usianya baru awal 30 tahun kalau saya tidak salah mengingat. Sebagai pendatang, Kelik sangat mudah akrab dengan pemuda setempat. Dia selalu punya tabungan tema untuk membuka obrolan dengan orang yang baru ditemui. Dia cukup kuat minum alkohol. Sifat yang membuatnya langsung disukai para pemuda.
Namun, kalau sudah mulai mabuk, Kelik suka meracau. Para pemuda zaman itu menganggapnya sebagai hal yang wajar. Orang mabuk memang suka menunjukkan perilaku yang terbilang ajaib. Anehnya, racauan Kelik ya itu-itu saja. Soal penunggu sumur, seorang perempuan yang masih remaja, dengan senyum menggoda. Si penunggu ini, kata Kelik, sering bilang kalau air di dalam sumur itu ajaib dan bisa menyembuhkan banyak penyakit dan kesusahan hidup.
Yah, tidak ada yang menyangka kalau racauan itu sebetulnya penanda ketakutan Kelik. Lantaran dibalut dengan kondisi mabuk, tidak ada yang menganggapnya serius. Apalagi, sebelumnya, tidak pernah ada cerita seram dari rumah dan sumur tua di belakangnya. Semuanya baik-baik saja sampai Kelik melompat ke dalam sumur itu untuk bunuh diri.
Percobaan bunuh diri Kelik ini sungguh dramatis. Kejadiannya di siang bolong dan banyak saksi.
Tetangga samping dan belakang rumah bisa melihat kejadian horor itu. Kelik berlari dengan cepat, naik ke bibir sumur, dan melompat ke dalam. Konon, ada yang melihatnya menangis ketika melakukan percobaan bunuh diri itu. Saya sebut “percobaan” karena Kelik berhasil diselamatkan.
Baca halaman selanjutnya