MOJOK.CO – Penghuni gudang mebel yang sudah seperti rumah hantu itu ada banyak. Kuntilanak, hantu wanita Belanda, hantu kepala buntung. Ada semua!
Saya tidak pernah menyangka gudang mebel tempat saya bekerja adalah kerajaan hantu. Mungkin kata “kerajaan” sedikit berlebihan. Jadi, saya pakai “rumah hantu” untuk menggambarkan banyaknya hantu yang ada di kantor saya.
Nama saya Roro, 23 tahun, bekerja di sebuah gudang mebel di Jepara sejak 2016 sampai sekarang. Mei 2016 adalah bulan pertama saya masuk kerja. Kantor saya berada tepat di samping jembatan jalan raya utama di Jepara.
“Ngobrolin apa, Pak? Serius amat.”
Saya menyapa Pak Gundul, satpam kantor yang sedang ngobrol dengan teman-teman selepas jam kantor. “Ini, Mbak, cerita soal hantu,” jawab Pak gundul.
Tiga hari setelah masuk kerja, saya baru tahu gudang tempat kantor saya berada, terkenal sebagai tempat angker. Ada yang menyebutnya sebagai rumah hantu, kerajaan hantu, dan pasar hantu. Salah satu senior saya, namanya Pak Cilik, yang punya “kelebihan” berkata bahwa di gudang mebel itu ada ratusan hantu.
Saat itu, saya tidak terlalu percaya. Namanya anak baru. Lagian saya berusaha tidak terpengaruh, biar tetap nyaman bekerja. “Hantu apa, to, Pak? Ngawur, ah.” Saya menjawab sekenanya untuk kemudian keluar kantor untuk pulang.
Kayaknya, para penunggu rumah hantu mendengar ketidakpercayaan saya. Keesokan harinya, saya seperti anak baru yang lagi diospek para penunggu.
Hari keempat bekerja di rumah hantu berwujud gudang mebel
Saya dan beberapa teman kantor yang bekerja di ruangan (bukan di dalam gudang untuk angkut-angkut mebel), terbiasa datang sebelum pukul 07.00 pagi. Pagi itu, kami sudah siap bekerja ketika kami mendengar suara jerita.
Terdengar jeritan keras dari halaman depan gudang. Saya dan semua yang ada di ruangan segera berlari keluar.
“Loh, Bu Menor!”
Saya melihat Bu Menor, tukang bersih-bersih gudang pingsan di halaman depan. Beberapa saat kemudian, Pak Gundul datang untuk membantu membopong Bu Menor ke kantor. Selama beberapa menit, kami berusaha membangunkan Bu Menor. Setelah siuman, saya bertanya kepada Bu Menor.
“Ada apa, Bu? Sakit? Tadi Ibu pingsan di halaman depan.”
“Astaghfirullah… astaghfirullah, Mbak! Saya melihat hantu. Astaghfirullah!” Bu Menor langsung panik setelah menjawab pertanyaan saya.
”Hantu apa, Bu? Ini masih pagi, masak ada hantu,” saya berusaha menyanggah.
“Bener, Mbak. Tadi saya lagi nyapu halaman. Tiba-tiba ada sesuatu menggelinding di kaki saya. Saya kira bola. Eh, waktu saya tengok, ternyata kepala, Mbak. Astaghfirullah! Kepala buntung, Mbak. Mak glundung gitu! Matanya merah, rambut gondrong berantakan, mulutnya mangap! Saya kaget minta ampun! Trus bangun-bangun sudah di sini!” Bu menor bercerita dengan kecepatan luar biasa sampai terengah-engah.
Kami berusaha menenangkan Bu Menor ketika Pak Cilik masuk ke ruangan. “Beneran, Pak, ada hantu kepala di sini?” Saya bertanya sembari menghampiri Pak Cilik.
“Benar, Mbak. Itu hantu korban kecelakaan depan gudang. Kejadiannya sudah lama. Tabrakan, motor sama truk. Pengemudi motor terlindas truk sampai kepalanya rusak, lalu putus,” terang Pak Cilik.
Saya langsung merinding. Baru empat hari bekerja, sudah dapat pengalaman kayak gini. Sepanjang hari, saya menjadi tidak nyaman bekerja. Perasaan langsung was-was, takut jadi korban gangguan di rumah hantu ini.
Untungnya, sepanjang hari itu tidak terjadi kejadian aneh lagi. Namun, kelegaan saya hanya bertahan sampai sore…..
Pukul 04.00, saya sudah di pos satpam menunggu jemputan. Beberapa teman sudah pulang duluan. Sambil nunggu jemputan, saya ngobrol sama Pak Gundul. Kami membahas kejadian pagi tadi.
“Benar, Mbak, di sini itu banyak hantunya. Saya, lho, tiap malam selalu diganggu,” kata Pak Gundul sambil tersenyum. Nyali satpam satu ini boleh juga.
“Tiap malam, waktu saya jaga, Mbak, sering ada suara gerbang dalam lagi dibuka. Kaya suara gerbang dibuka itu. Berisik banget. Tapi waktu saya tengok, gerbang anteng saja, tetap seperti semula. Itu sekitar pukul 02.00 pagi. Lalu di kantornya Mbak, saya lihat sendiri dari jendela. Ada Api! Api terbang-terbang di dalam kantor.”
“Aduh, bukannya itu yang namanya geni mabor, Pak? Katanya, kalau lihat kita, dia bakal ngejar, terus nempel ke tubuh dan mengisap darah?”
“Iya, Mbak, bener. Katanya seperti itu. Makanya saya nggak berani mendekat. Cuma berani lihat dari pos,” terang Pak Gundul.
“Ada lagi Pak? Selain hantu api itu? Saya merinding, tapi penasaran juga.”
“Ada, Mbak, yang paling bikin saya takut, tapi saya juga nggak bisa lari itu kuntilanak.” Wah ini, nih, yang paling bikin saya takut.
“Jadi waktu tengah malam, waktu saya duduk-duduk di depan pos satpam, tiba-tiba paha saya diraba. Cewek, Mbak, rambutnya panjang, mukanya jelek sekali. Rusak, Mbak. Duh, saya kalau ingat pasti langsung merinding.”
Untung, selesai Pak Gundul bercerita, jemputan saya sudah datang.
“Yah, Pak, jemputan saya sudah datang. Bapak banyakin doa biar nggak diganggu. Nanti saya usulkan ke pimpinan biar nambah satpam lagi. Biar Bapak nggak sendirian,” ucapku sambil meninggalkan rumah hantu itu. Pak Gundul menjawab singkat, “Iya, Mbak. Beres.”
Hari kelima bekerja di rumah hantu
Hari kelima bekerja, saya sudah kebagian jatah lembur. Di lantai dua kantor saya, saya lembur dengan satu orang. Teman kantor yang sudah lama bekerja di sini.
Pukul 05.30, kami ingin menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin. Ketika lagi fokus, pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Kami berdua menyangka Pak Gundul datang. Kami berdua sama-sama menatap ke arah pintu, menunggu ada orang masuk. Namun, beberapa detik kemudian, pintu itu tertutup sendiri. Sontak, kami berdua saling pandang.
“Mbak Tata….” Saya belum selesai berkata, Mbak Tata sudah memotong.
“Mbak Roro, ayo pulang. Kerjaan dilanjut besok!”
“Mbak Tata….” Lagi-lagi belum selesai ngomong, Mbak Tata memotong. Kali ini dengan suara keras.
“AYO MBAK! NDANG BERES-BERES! ENGKO LANGSUNG MLAYU YO MBAK PAS NGLEWATI LAWANG!”
Saya takut bercampur bingung. Saya mengikuti yang Mbak Tata lakukan. Langsung beres-beres berkas di meja. Saya nggak bisa melihat hantu, tetapi memang tiba-tiba hawa di ruangan itu jadi nggak enak. Mbak Tata memberi instruksi supaya saya berdiri di belakangnya. “Siap-siap lari, ya,” kata Mbak Tata.
Kami berdua lari terbirit-birit menuruni tangga. Ketika sampai di pintu keluar, Mbak Tata langsung meraih pegangan pintu. Namun, pintu kantor tidak bisa dibuka!
“Mbak, pintunya!” Teriak Mbak Tata.
Saya tidak bisa mengeluarkan suara karena ikut panik. Mbak Tata lalu menggedor-gedor jendela, memanggil Pak Gundul.
“PAK! PAK! PAK SATPAM! TOLONG PAK, BUKA PAK! BUKA! TOLONG PAK!” Mbak Tata berteriak kencang.
Alhamdulillah, Pak Gundul melihat kami dari arah pos satpam. Dia berlari ke arah pintu. Anehnya, Pak Gundul bisa dengan mudah membuka pintu. Padahal, jelas-jelas slot kuncinya mengarah ke luar. Artinya pintu itu terkunci!
Saya dan Mbak Tata duduk sambil terengah-engah di pos satpam. Sesekali melirik ke arah jendela kantor.
“Mbak, tadi ada siapa?”
Saya tidak bertanya “kenapa”, tapi “ada siapa” karena tahu ada gangguan di rumah hantu itu.
Setelah minum air putih dan agak tenang, Mbak Tata bercerita.
“Tadi, Mbak, hantu perempuan, cantik sekali. Kayak noni Belanda,” kata Mbak Tata.
“Tadi itu saya minta Mbak Roro lari karena hantunya ada di tengah pintu, seperti menghalangi. Ditambah lagi, dia melotot. Saya takut karena sepertinya dia marah. Waktu saya teriak-teriak di pintu, hantu itu mau nyusul kita ke bawah. Jadi saya takut banget. Untung Pak Gundul lihat kita tadi. Waktu kita sudah keluar, hantu itu masih melihat kita dari jendela. Hantunya cantik sekali, pakai gaun, seperti di lukisan wanita Belanda.”
Pak Gundul manggut-manggut. Sepertinya Pak Gundul sudah tahu ada hantu wanita Belanda di rumah hantu itu.
Menurut cerita teman-teman kantor, intensitas gangguan di rumah hantu memang meningkat. Nggak kayak dulu. Pihak kantor berusaha memanggil beberapa “orang pintar” untuk memindah para hantu. Namun, penghuni rumah hantu itu tidak mau direlokasi. Mereka tidak mau dipindah, tetapi berjanji tidak mengganggu pekerja di sana.
Beberapa orang pintar itu menyarankan para pekerja untuk berpikir positif ketika bekerja. Jangan gampang takut atau berpikir jahat. Gimana, ya, bapak-bapak, kalau sudah mengalami gangguan, berusaha nggak takut itu susah sekali.
Buktinya, gangguan masih terus terjadi di rumah hantu itu. Ada penampakan hantu wanita yang jalannya ngesot, ada hantu gundul dengan mata seperti kelereng warna hijau, dan sering terdengar suara aneh dari gudang dalam.
Namun, lama-lama, gangguan memang berkurang. Setelah beberapa bulan, gangguan sudah jarang terjadi. Sesekali masih ada yang melihat api di dalam kantor atau kuntilanak peraba paha datang lagi. Saya yang awalnya takut banget, bisa betah bekerja sampai sekarang. Mau tidak mau, harus berbagi ruang kantor di rumah hantu itu.
BACA JUGA Penampakan Kuntilanak Hantu Goyang di Rumah Pakdhe dan cerita menyeramkan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.