MOJOK.CO – Keponakan saya punya mata batin. Sudah bawaan sejak lahir. Dulu, dia sering lihat monyet jadi-jadian, lha kok sekarang lain level jadi setan gosong.
Saya percaya ada orang yang mampu melihat makhluk tak kasat mata. Istilahnya punya mata batin. Entah itu bakat turunan atau dilatih secara kontinu. Bicara soal bakat, keponakan saya adalah satu dari sekian orang mata batinnya terbuka sejak lahir.
Sejak balita, terkadang dia suka tertawa sendiri ketika hendak tidur malam. Saat orang tuanya hendak memejamkan mata, dia terkadang tertawa hingga membolak-balikkan badan. Mungkin sedang bercanda main gulat dengan “mereka”.
Orang tuanya tidak begitu yakin mata batin anaknya benar-benar terbuka. Apalagi kita sepakat kalau anak kecil memang sensitif sama makhluk halus. Mereka merasa itu hal biasa. Nanti juga hilang sendiri. Sayangnya, prediksi mereka salah.
Suatu kali, keponakan saya ini diajak main ke luar kota. Malam harinya, ketika melewati jalan aspal dengan pepohonan rindang di kanan dan kiri, keponakan saya ini tiba-tiba bereaksi. Kadang berjoget, kadang tertawa sambil menunjuk sesuatu.
“Lihat apa, Mas?”
“Itu, Bun. Monyetnya lucu. Masak matanya kadang bisa besar, eh, tiba-tiba kecil sekali.” Bundanya yang mendengar hanya bisa mengucap istigfar. Bundanya mulai curiga kalau mata batin si bocah ini memang betulan kebuka. Dia cuma bisa berharap tidak terjadi apa-apa.
Lain waktu, keluarga ini menginap di sebuah kota. Ketika hendak masuk hotel, keponakan saya menangis kencang sekali. Mimik mukanya seperti orang yang sangat ketakutan.
“Ada apa, Mas?” Dia nggak menjawab. Lha wong masih nangis.
Ketika dipaksa diajak masuk hotel, dia meronta-ronta. Rasanya ingin lari dari situ. Alhasil, karena tidak tega, keluarganya pindah hotel. Dalam perjalanan menuju hotel lain, Bapaknya bertanya.
“Tadi kenapa, Mas?”
Dia hanya merengut. Beberapa jam kemudian dia mau cerita. “Tadi itu serem, Pak. Mukanya gosong gitu. Ngeri.”
Kali ini Bapaknya yang mengucap istigfar. Kali ini juga nggak cuma bundanya yang curiga. Bapaknya mulai curiga mata batin keponakan saya betul-betul terbuka. Bapaknya cuma bisa berharap tak terjadi apa-apa di kemudian hari.
Saya jadi ingat ketika menemani keponakan saya ini pergi liburan. Setelah puas jalan-jalan, keluarga kecil ini makan di sebuah restoran yang “ikonik”. Saya bilang demikian karena restoran ini punya sejarah luar biasa. Tapi saya nggak mau bilang nama restorannya.
Setelah selesai makan, kami masuk mobil. Keponakan saya duduk di samping saya. Sebelum mobil bergerak, dia berkata, “Monyetnya bagus, Om. Ekornya emas dan panjang.”
Batin saya, “Jangan cerita ke saya, Malih!” Bikin merinding aja.
Perlu kamu ketahui, di tempat itu, jangankan monyet, tikus berkeliaran saja rasa-rasanya nggak mungkin. Restoran itu bersih banget. Lalu, siapa pemilik monyet tersebut? Gak tahu, dong.
Yang bikin heran adalah, kenapa dia suka melihat monyet, ya? Apakah memang makhluk tak kasat mata kebanyakan adalah monyet?
Entahlah.
Selepas usia balita, dia makin jarang cerita jika melihat “sesuatu”. Ketika dalam perjalanan, dia lebih irit bicara. Saya nggak tahu kenapa demikian. Mungkin karena mata batin yang terbuka itu sudah ditutup.
Ternyata, perkiraan saya salah….
Sekarang ini keponakan saya sudah SMP. Dia punya hobi baru, yaitu foto-foto. Dan foto yang paling menjadi pembicaraan keluarga adalah sebuah foto bangunan di Lawang Sewu, Semarang.
Mulanya, foto tersebut akan digunakan orang tuanya sebagai latar belakang di sebuah situsweb. Ketika berkonsultasi dengan fotografer terkait foto anaknya, si fotografer malah bilang:
“Tau aja malam Jumat ngirim beginian.”
“Lah ini tuh mau nanya fotonya bagus atau nggak?”
“Btw, siapa yang fotoin?”
“Anakku.”
Yang bertanya kaget. Mengerutkan dahi. Kemudian berkata….
“Anakmu punya bakat, Bro.”
“Bakat apaan?”
Si fotografer tersebut menjelaskan bahwa anak itu mampu melihat sesuatu yang tak kasat mata. Mata batin terbuka. Dia menjelaskan bahwa di foto tersebut, terdapat tiga sosok yang terbakar. Mereka gosong.
Bapaknya kaget. Suatu kali, foto itu pernah diunggah keponakan saya ke media sosialnya. Keponakan saya ini pakai kapsyen:
“…Crispy….”
Lebih bikin merinding lagi, sebetulnya itu bukan kepsyen asli. Sebelum diedit, kepsyen awal yang keponakan saya gunakan adalah:
“…Bloody Hollow.”
Setelah monyet jadi-jadian, nggak tahu kenapa dia jadi sering lihat setan gosong. Yah, untungnya, sekarang ini dia irit bicara. Yang paling penting, dia nggak terlalu usil menggunakan “kelebihannya”. Seingat saya, pernah satu kali saya dikerjai sama dia.
Ketika itu, saat menginap di rumahnya. Supaya saya bisa tidur saya nyenyak, segala sesuatu yang terang harus redup, bahkan kalau perlu gelap.
Eh, dia menolak.
“Om, kalo tidur, TVnya jangan dimatikan.”
“Waaah. Kok gitu?”
“Nanti makin berisik. TV jangan dimatikan biar mengimbangi suara mereka. Udah kayak pasar!”
Deg….
Buru-buru TV saya nyalakan. Suara agak saya kencangkan. Dan itu menjadi pengingat kenapa sebagian teman saya jika tidur, enggan mematikan TV.
Mungkin karena ada mereka…
…yang berdiri di sampingmu…
…tapi nggak kelihatan itu.
BACA JUGA Sok-sokan Minta Dibuka Mata Batin Sama Anak Indigo, Habis Dibuka Malah Takut Betulan atau tulisan yang bikin merinding lainnya di rubrik MALAM JUMAT.