Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Malam Jumat

Disembunyikan Kuntilanak Ketika Menginap di Asrama Tua

Moddie Alvianto W. oleh Moddie Alvianto W.
23 April 2020
A A
Jalan-jalan Tak Kasat Mata Bersama Kuntilanak MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Cerita ini terjadi sebelas tahun yang lalu. Membekas dan ada satu pertanyaan yang tak terjawab. Ke mana teman saya pergi bersama kuntilanak itu?

Sore itu kami mendapat undangan bermain di salah satu turnamen futsal di sebuah kota. Rasanya senang sekaligus deg-degan. Maklum, itu untuk pertama kalinya kami berlaga di sebuah turnamen, membawa nama kampus, dan berpeluang meraih piala.

Turnamen yang pada awalnya ditunggu-tunggu dan berakhir dengan sebuah drama. Drama bersama Mbak Kuntilanak yang bikin kami khawatir setengah mati.

Hari itu tiba. Kami pergi lokasi turnamen menggunakan sebuah bus. Di sana kami sudah ditunggu panitia. Mereka yang kemudian mengantarkan kami ke sebuah asrama tempat kami menginap selama tiga hari. Dan di sanalah kami bergelut dengan misteri yang membuat separuh nyawa kami hampir sirna.

Asrama yang kami tinggali apik juga. Ada puluhan kamar, berlantai tiga. Di sebelah kanan dan kiri ada dua gedung fakultas. Di seberangnya terdapat kolam ikan yang sangat besar dan di sekelilingnya adalah sawah. Asri pada pagi hari, namun mistis Ketika malam hari.

Kami ditempatkan di lantai tiga. Setiap kamar berisi dua ranjang, atas dan bawah. Terdapat jendela, yang jika dibuka, pandangan langsung mengarah ke sawah dan sebatang pohon pisang. Semilir pada siang hari, namun bikin khawatir pada dini hari.

Saya memilih ranjang bawah. Mencoba tidur. Mencium bau wangi di permukaan bantal dan seprai. Batin saya, servis yang menyenangkan sekali. Seperti di hotel. Hotelnya kuntilanak.

Saat jam makan siang, saya bertanya kepada panitia. “Sebelum kami datang, siapa yang terakhir memakai lorong lantai tiga?”

“Gak ada, Mas. Lorong ini gak pernah dipakai. Masnya pengguna pertama.”

Batin saya, oh, berarti bantal dan seprainya baru, dan sejak pembelian dibiarkan begitu saja. Mungkin.

Kemudian turnamen berlangsung. Digelar selama tiga hari. Sayang beribu sayang. Tim kami kurang beruntung. Jangankan lolos ke final, melewati penyisihan grup saja nggak bisa. Ambyar pokoknya.

Kami langsung bergegas menuju kamar masing-masing. Tertunduk lesu dan meratapi ketidakberuntungan. Tak lama, lorong hening, suasana senyap, dan kami tertidur.

Pukul 02.30.

“Mod, di atas kayak ada suara-suara aneh, yo?”

Iklan

Saya mendengar sayup-sayup suaranya. Tapi gak begitu jelas.

“Mod, ini suara kucing? Kok kayak menggeret-geret sesuatu? Eh, tunggu dulu. Tapi kok kayak ada suara parau gitu ya?”

Sekali lagi, karena tidak jelas, saya mengabaikannya.

Keesokannya, kami menonton final. Tuan rumah menang. Mereka berpesta, tapi kami lebih berpesta.

Sepanjang lorong, kami menikmati makanan dan minuman. Ada yang beralkohol, ada yang tidak. Tentu saja untuk merayakan hari terakhir di kota ini. Tiba-tiba seorang teman sebut saja M, datang ke kamar saya.

“Mod, tahu gak, dari kemarin ada yang mengintai aku melulu?!”

Saya menjawab sekenanya. “Ya, wajar. Lha situ ganteng, kok. Anak mana?”

“Nih di sebelahku. Ayu, kan?”

Deg. Saya menoleh ke teman yang berada di dekat jendela. Saling bertatapan. Jantung saya berdesir. Mau bertanya, belum sampai terucap, M ngomong lagi.

“Kayaknya aku pacaran sama dia aja, deh,” kata teman saya yang kayaknya nggak sadar kalau itu kuntilanak dan mau “menculiknya”.

Dahi saya mengernyit. Batin saya, mungkin efek mabuk atau menghirup mushroom yang berlebih. Tak lama, M keluar dari kamar. Saya mengikutinya.

“Aku tak ke bawah dulu, yo. Nanti balik sebelum jam 12!” Dia pergi sambil melambaikan tangan.

Pukul 23.00.

M belum balik. Oleh karena ada satu botol yang belum dihabiskan, saya dan seorang teman turun dan bertanya kepada penjaga asrama.

“Maaf, Pak, tadi ada teman saya yang keluar, ndak? Anaknya berambut coklat, putih, tinggi 170an.”

“Maaf, Mas. Dari tadi sepi. Gak ada yang lewat. Mungkin sudah di kamar masing-masing, ya. Ini mau saya gembok dulu pintunya.”

Waduh, ni anak ke mana, ya. Kami putar balik dan mencoba mencari di asrama belakang. Oh, iya, asrama ini terhubung dengan jembatan mirip Petronas, Malaysia. Kok, ya, kebetulan asrama di belakang adalah tempat perempuan. Tambah gawat kalo nyasar ke sana.

Kami mencarinya hingga sudut-sudut asrama, dan itu membuat penghuni asrama agak sedikit kaget. Sayang, hasilnya nihil. Kami kembali ke lantai tiga. Di luar dugaan kami bertemu dengan seorang panitia. Karena bingung, kami menceritakan kegelisahan kami. Responsnya sungguh aneh bin unik.

“Hmm, ternyata jadi, ya.” Dia mengelus jambangnya berulang kali sembari menampakkan raut muka berpikir.

“Jadi, gimana, Mas?”

“Dua hari yang lalu, ada Mbak—dia sembari menyebutkan ciri fisiknya, antara lain berambut panjang, bibirnya sobek, mata kirinya menggantung dan ada sayatan di pelipis kirinya, dan itu membuat kami ngeri, minta tolong ke saya. Carikan anak yang JARANG MANDI DAN SUKA TIDUR LAMA. Apa teman mas memiliki ciri-ciri kayak gitu?”

Kami lemas. Terdiam. Ciri-cirinya memang demikian. Mandi tiga hari sekali. Sekalinya tidur, bisa hampir 20 jam. Memang kacau hidup si M. Lalu, saya menjawabnya pelan.

“Iya, Mas. Terus gimana, Mas?”

“Coba saya tanyakan ke orang pintar, ya, Mas. Takutnya dibawa ke alam lain.”

Waduh. Ini namanya pergi bersama teman, pulang membawa nisan. Saya bergegas mengabarkan berita ini kepada teman-teman. Kami berembug. Mencari akal dan berpikir kemungkinan terburuk kalau dibawa kuntilanak ke alam lain.

Beberapa dari kami mencoba menghubungi orang pintar. Begitu juga dengan saya. Dan jawaban yang saya dapatkan adalah:

“Tenang aja, Mas. Temen sampeyan cuman diselimutin kuntilanak. Nanti abis subuh juga balik.”

Tambah gak tenang. Iya, kalo balik. Kalo nggak, gimana? Karena tak sabar, sekali lagi kami mencari di seluruh tempat di asrama. Dari kamar mandi hingga gudang. Sayang, lagi-lagi hasilnya nihil.

Pukul 03.00.

Kami meminta izin kepada penjaga asrama untuk pergi. Dibolehkan dengan syarat ketika azan Subuh harus kembali. Kami mengiyakan. Mencari lagi dari sawah, kolam, hingga fakultas seberang. Dan lagi-lagi, hasilnya hampa.

Sesuai permintaan penjaga asrama, kami kembali. Menuju kamar masing-masing dan mencoba tidur.

Pukul 06.00.

Seorang teman masuk. Mengabarkan bahwa M telah pergi ke kota B yang kalau menempuh dengan mobil, bisa memakan waktu hingga 6 jam. Jadi, saya pikir nggak mungkin juga ke sana. Dan kalau memang ke sana, gak mungkin juga balik subuh.

Pukul 07.30.

Saya keluar kamar. Dari kamar sebelah, M keluar juga. Astagfirullah.

“Sori, Mod. Tadi abis subuh baru balik.”

Saya ingin memukulnya. Hanya sekadar membuktikan apakah itu adalah manusia atau bukan. Tapi, sebelum kepalan tangan mendarati di pipinya, dia melengos dan menuju ke kamar mandi. Saya memanggil teman-teman dan mengabarkan M telah kembali. Tentu saja semuanya kaget.

Lalu, kami bergegas untuk berkemas. Menitipkan salam kepada panitia karena tidak mengikuti acara penutupan. Kami takut M malah terkena bujuk rayu kuntilanak dan hilang lagi.

Kami pulang menggunakan kereta api. Sepanjang perjalanan, dari asrama ke stasiun, kemudian di kereta api, M tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jika ditanya, hanya mengangguk dan menggelengkan kepala.

Anehnya, setelah melewati perbatasan, M mulai berbicara.

“Kemarin aku diajak pergi. Jalan-jalan gitu. Mau diajak ke tempatnya, tapi belum sampai ke sana, kok aku malah ditarik. Nggak tahu siapa yang narik.”

“Trus pas jalan-jalan, dia ngomong apa?” Saya penasaran dan bertanya.

“Katanya, aku adalah sosok yang selama ini dicarinya.”

“Memangnya dia cari sosok yang gimana?”

“Laki-laki yang jarang mandi dan durasi tidurnya panjang banget.”

“Oh.” Saya hanya menanggapinya pelan. Setelah mendengar cerita itu, kami jadi sering mandi dan tidur nggak lebih dari delapan jam. Namun tidak dengan M. Dia masih tetap begitu, dan tentu saja, menikmati petualangan dengan makhluk halus lainnya.

BACA JUGA Ketika Kuntilanak Menyamar Jadi Santri di Pondok Pesantren atau tulisan goib lainnya di rubrik MALAM JUMAT.

 

Terakhir diperbarui pada 24 Februari 2021 oleh

Tags: cerita horordiculik kuntilanakfutsalkuntilanakMalam Jumat
Moddie Alvianto W.

Moddie Alvianto W.

Analis di RKI. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

futsal uny.MOJOK.CO
Sosok

Aulia, Clutch Player UNY dari Bukit Pinus yang Tak Butuh Sorotan Untuk Bersinar

13 November 2025
futsal uny.MOJOK.CO
Aktual

Satu Malam, Dua Trofi: Tim Futsal UNY Kawinkan Gelar Juara, Putra-Putri Menang Besar di Final

12 November 2025
Campus League 2025: Gol Detik Akhir yang Bawa Dahlan Muda Raih Peringkat Ketiga MOJOK.CO
Aktual

Campus League 2025: Gol Detik Akhir yang Bawa Dahlan Muda Raih Peringkat Ketiga

12 November 2025
Lapangan futsal untuk kompetisi antar kampus atau mahasiswa penuh emosi dan tensi tinggi MOJOK.CO
Ragam

Batu Sandungan di Lapangan Futsal: Emosi Tak Terkendali kala Tensi Tinggi, Bisa Hambat Karier Sendiri

10 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.