Tips Merokok di 3 Stasiun Ketika Menempuh Perjalanan Bersama KA Sri Tanjung Mojok.co
artikel

Tips Merokok di 3 Stasiun Ketika Menempuh Perjalanan Bersama KA Sri Tanjung

Udud sik, Guys~

MOJOK.CO – Sejak merokok sekitar tiga tahun yang lalu, perjalanan naik kereta api terasa semakin lama bagi saya. Itu karena saya selalu menantikan stasiun-stasiun di mana kereta api berhenti dalam waktu yang cukup untuk sekadar sebatbut alias sesebatan, terus cabut. Saya tipe perokok berat yang bisa habis dua bungkus dalam sehari, kalau lagi ada duit.

Hal itu juga berlaku pada perjalanan terakhir saya dari Jember menuju Yogyakarta menggunakan kereta api Sri Tanjung, dengan rute Stasiun Banyuwangi–Stasiun Lempuyangan. Hari itu, KA Sri Tanjung berangkat dari Stasiun Jember tepat pukul 09.13 WIB. Begitu kereta bergerak, saya mencari rute KA Sri Tanjung di internet untuk mengetahui stasiun mana saja yang durasi transitnya cukup untuk merokok. Maklum, saya baru kali ini menaiki KA Sri Tanjung.

Dari pencarian saya di internet, saya memilih tiga stasiun transit untuk mengisap barang satu dua batang rokok: Stasiun Probolinggo, Stasiun Gubeng, dan Stasiun Madiun.

#Stasiun Probolinggo

Waktu tempuh dari Stasiun Jember menuju Stasiun Probolinggo kurang lebih satu setengah jam. Pukul 10.52 WIB, kereta masuk ke lintasan Stasiun Probolinggo. Di sini, kereta api transit selama delapan menit. Waktu transit di stasiun ini relatif lebih lama, mungkin karena penumpang yang naik dari Stasiun Probolinggo lebih banyak. Itu saya simpulkan karena tempat duduk dalam gerbong yang tadinya kosong menjadi lumayan terisi.

Delapan menit sebenarnya tak cukup untuk menghabiskan sebatang rokok Surya 12 dengan nikmat dan khusyuk. Rokok yang cocok sebenarnya rokok jenis SKM LTLN (sigaret kretek mesin low tar low nicotin) alias mild sebangsa Sampoerna Mild, Class Mild, Surya Pro Mild dan sebagainya. Atau, kalau tidak ya rokok jenis SPM atau biasa disebut rokok putihan macam Marlboro, Camel, dan Lucky Strike. Kedua jenis rokok itu bisa dihabiskan dalam waktu yang singkat, kurang lebih lima sampai sepuluh menitan, tergantung tempo isap.

Perkiraan saya ternyata benar. Ketika peluit terdengar, saya baru menghabiskan setengah batang Surya 12. Dibuang sayang, disimpan anyep, pikir saya. Akhirnya, saya merelakan setengah batang rokok Surya 12 saya, senilai kira-kira seharga Rp999 perak lah kalau ngecer.

Antara Stasiun Probolinggo dan Stasiun Gubeng, sebenarnya ada Stasiun Pasuruan, Bangil, Sidoarjo, dan Wonokromo. Namun, waktu transitnya paling lama lima menit, yaitu di Stasiun Bangil. Jadi, daripada setengah batang rokok terbuang sia-sia lagi, saya sarankan tidak merokok di stasiun tersebut.

#Stasiun Gubeng

Dua jam berlalu, kereta transit di stasiun yang menjadi favorit saya dalam rute ini: Stasiun Gubeng. KA Sri Tanjung berhenti di Stasiun Gubeng pukul 13.00. Saya yang sudah sejak dua jam yang lalu  menahan hasrat merokok disertai penyesalan membuang setengah batang yang belum terisap di Stasiun Bangil, berniat untuk segera melampiaskan hasrat.

Saya turun dan langsung membeli kopi di sebuah warung di sudut stasiun dekat pintu masuk. Di sana saya menikmati kopi dan merokok bersama penumpang lain. Di sini saya berani merokok dan bahkan ngopi karena durasi transit kereta yang cukup longgar, yaitu selama 29 menit. Selain merokok dan ngopi, penumpang lain ada juga yang pergi ke mushola, toilet, atau sekadar menghidup udara segar dengan berdiri di sepanjang peron.

Saya menikmati suasana di Stasiun Gubeng ditemani lagu legendaris Rek Ayo Rek ciptaan Is Haryanto dalam bentuk instrumental. Selain itu, disajikan juga tontonan pergantian lokomotif kereta. Saya baru pertama kali melihatnya. Dulu, ketika kecil, saya selalu bertanya-tanya bagaimana cara kereta berbelok dan berbalik arah.

Di sini, saya baru tahu untuk balik arah, kereta tidak perlu belok atau berbalik laiknya mobil atau truk. Tetapi, cukup lokomotifnya yang diganti. Jadi, ada lokomotif baru yang berjalan mundur dan menyambungkan diri dengan gerbong yang sebelumnya menjadi gerbong terakhir. Proses inilah yang kemudian membuat waktu transit di Stasiun Gubeng paling lama daripada di stasiun lainnya.

Saya baru saja menghabiskan sebatang rokok ketika peluit terdengar, tanda kereta akan segera melanjutkan perjalanan. Itu artinya tadi saya menghabiskan waktu sekitar 29 menit untuk menghabiskan sebatang. Maklum, saya mengisapnya dengan santai sambil ngobrol dan menyeruput kopi. Biasanya, lebih cepat dari itu, sekitar 15-20 menitan.

Saya berkesimpulan Stasiun Gubeng adalah yang paling menyenangkan buat semua perokok, bahkan perokok SKT (sigaret kretek tangan) macam Dji Sam Soe dan Djarum Coklat sekalipun, yang butuh waktu 20-30 menitan untuk menghabiskan sebatang. Perjalanan pun berlanjut. Di kereta, saya memilih menghabiskan waktu untuk tidur.

#Stasiun Madiun

Saya tidur cukup lelap dan terbangun ketika kereta sebentar lagi masuk Stasiun Madiun. Itu artinya saya sudah tidur sekitar tiga jam. Saya terbangun karena kedinginan. AC di dalam kereta menyala terus dalam ruangan yang tertutup dan selama perjalanan ternyata hujan. Akhirnya, ketika kereta api berhenti, saya turun kembali ke peron dan membakar sebatang untuk mendapat kehangatan.

Di Stasiun Madiun, kereta transit selama tiga belas menit, waktu yang pas untuk menghabiskan sebatang rokok Surya 12 atau rokok SKM Filter lainnya. Kalau mau lebih santai dan khusyuk udud-nya, rokok yang cocok ya putihan dan mild. Sambil mengisap rokok, saya ditemani lagu Pecel Madiun ciptaan Lambertus Suwiryo yang menjadi bel kedatangan di Stasiun Madiun.

Rokok tinggal dua-tiga isapan lagi ketika peluit sudah berbunyi. Saya akhirnya mematikan bara rokok, kali ini dengan lebih ikhlas, dan bergegas kembali ke gerbong. Di dalam gerbong, karena tak ada yang bisa dilakukan dan bosan, saya memutuskan untuk memejamkan mata.

Saya baru terbangun kembali sekitar dua jam berikutnya, ketika seorang porter membangunkan saya di Stasiun Lempuyangan. Saya langsung bergegas mengambil tas dari bagasi atas dan berjalan turun dari kereta. Saya lalu mencari area merokok yang biasanya terletak di paling ujung peron.

Setelah ketemu, saya langsung meletakkan tas di kursi, mengambil sebatang rokok dan membakarnya. Saya menikmati kedatangan saya di Yogyakarta dengan isap demi isap rokok ditemani lagu Sepasang Bola Mata ciptaan Ismail Marzuki dan Suto Iskandar yang mengisi suasan stasiun malam itu.

Hampir malam di Jogja ketika keretaku tiba…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *