Getirnya Mahasiswa Kedokteran Hewan yang Menghilangkan Peliharaan Klien Mojok.co
artikel

Getirnya Mahasiswa Kedokteran Hewan yang Menghilangkan Peliharaan Klien

Waduh, pasiennya kok hilang?

MOJOK.CO – Selama menjalani perkuliahan di Kedokteran Hewan yang terbilang singkat ini, terhitung sudah dua kali saya menghilangkan pasien. Bukan, bukan menghilangkan nyawa pasien (itu juga pernah, sih), tapi menghilangkan sosok dari pasien itu sendiri. Iya, pasiennya yang hilang dan saya bertanggung jawab atas hal itu.

Pertama, ada Tsana. Seekor anjing betina domestik dengan nama pemberian teman saya yang terinspirasi dari nama member suatu girlband Korea. Tsana hilang dua hari setelah dilakukan tindakan ovariohisterektomi alias steril.

Anjing yang masih malu-malu dengan orang asing itu berlari secepat kilat ketika teman sesama anggota kelompok bedah sedang melepaskan sebentar kalung rantainya. Teman saya ini bermaksud memindahkan Tsana ke tempat yang lebih aman.

Alhasil, kami semua pontang-panting mengejar Tsana yang memiliki tenaga dan energi ekstra untuk menghindar. Fakta kalau Tsana baru dua hari lalu terkapar di meja operasi dengan perut terbuka seperti tidak pernah terjadi. Jahitan di kulit bahkan belum tertutup sempurna, tapi Tsana bisa berlari sekuat itu.

Kedua, Telon, kucing mixdom berusia dua tahun dan sudah beranak dua kali, hilang tiga jam sebelum operasi steril. Status Tsana dan Telon berbeda. Hewan peliharaan yang bernama Tsana sudah menjadi hak milik kelompok karena sudah kami beli. Sementara itu, Telon adalah hewan peliharaan orang lain.

Oleh sebab itu, waktu Telon hilang, kami langsung membayangkan wajah kecewa pemilik hewan peliharaan supermanja itu. Makanya sejak pagi, tepatnya tiga jam sebelum jadwal operasi steril, saya pontang-panting mencari Telon.

Pengalaman serupa rupanya tidak hanya menimpa saya. Beberapa kawan seprofesi di Kedokteran Hewan juga memiliki pengalaman yang sama, bahkan terbilang lebih menegangkan lagi.

Seorang kakak tingkat bercerita bahwa dia pernah lupa menutup pintu ruang praktik. Celakanya, di dalam ruangan praktik ada pasien seekor kucing. Pasien kakak tingkat saya di Kedokteran Hewan itu tidak diikat atau dikandangin. Alhasil, kucing tersebut menyelinap melalui celah pintu dan dalam hitungan detik lenyap dari pandangan semua orang.

Semua orang langsung sibuk mencari si pasien. Mereka mencarinya ke setiap sudut yang dapat dijangkau kucing, beberapa yang lain sibuk menyumbang suara saja. Ada yang berteriak, ada pula yang sampai menangis. Namun pada akhirnya, setelah pencarian yang panjang dan melelahkan, dengan berat hati kakak tingkat saya harus mengucapkan salam perpisahan yang ganjil dan menggantung.

Tentu ini bukan kejadian yang bisa dikategorikan lucu atau unik untuk diceritakan. Bayangkan ketika misalnya kamu membawa nenekmu, anggota keluarga yang kamu sayangi, untuk berobat ke dokter. Ketika kamu pulang dan orang di rumahmu bertanya, “Lho, nenek mana?” Kamu menjawab, “Oh, tadi hilang pas di rumah sakit.”

Apa nggak kacau?

Tentu, nenek dan hewan peliharaan bernama Telon adalah dua makhluk berbeda. Namun, hubungan relasi di antara makhluk hidup adalah hal yang tidak dapat dibedakan hanya berdasarkan hubungan sedarah maupun tidak sedarah, sespesies maupun tidak sespesies.

Bagi beberapa keluarga, hewan peliharaan sudah diperlakukan layaknya anggota keluarga sendiri. Bahkan, biaya sehari-hari antara anggota keluarga dan hewan peliharaan tidak jauh berbeda. Di luar biaya hidup yang tidak sedikit, ada hubungan antara manusia dan hewan peliharan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hubungan yang terikat secara emosional tidak bisa digantikan dengan kompensasi apa pun.

Perasaan kami sebagai dokter penanggung jawab yang menyebabkan pasien hilang mungkin campur aduk, tapi perasaan si pemilik hewan peliharaan atau bisa dibilang anggota keluarganya, pasti lebih tidak dapat dideskripsikan lagi. Kami bisa meminta maaf, membayar ganti rugi bila klien menghendaki, kemudian mengambil pelajaran dan beranjak melanjutkan hidup dengan mengobati pasien lainnya. Namun, perasaan yang berbeda dialami oleh anggota keluarga dari hewan peliharaan yang hilang.

Klien saya akan pulang ke rumah tanpa anggota keluarganya sambil menyimpan banyak kesedihan, kebingungan, kecemasan, kemarahan, kerinduan, dan pertanyaan. Apakah nanti hewan peliharaannya yang hilang akan baik-baik saja atau menderita di luar sana, gimana dengan rutinitasnya, atau akan mati mengenaskan tanpa rumah yang nyaman. Kumpulan ketidakpastian yang tidak terjawab ini akan ia simpan hingga waktu yang tidak tahu kapan berakhirnya.

Kesalahan bisa terjadi kepada siapa saja. Hal berikutnya yang menjadi penting adalah kemampuan untuk mau menerima kenyataan dan siap bertanggung jawab karena melakukan kesalahan. Setelah itu, adalah rasa ikhlas menerima rasa bersalah. Bagi dokter dan tenaga medis, menghilangkan hewan peliharaan itu seperti mimpi buruk yang bikin banyak dari kami yang terlalu larut dalam penyesalan.

Tidak ada yang mau berada dalam posisi menyebalkan ini. Pada akhirnya, meski pahit rasanya, kedua belah pihak harus mempelajari kemampuan bertahan hidup yang sama, yaitu ikhlas menerima kesalahan orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *