Menolak Kerja di Dubai yang Bergaji Puluhan Juta demi Temani Ibu yang Sedang Sakit dan Bertahan dengan Gaji UMR Jogja

terpaksa kerja di Jogja dan menolak tawaran kerja di Dubai. MOJOK.CO

Ilustrasi - privilege kerja di Jogja. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Setelah lulus sarjana dari Universitas Pembangunan Nasional Nasional (UPN) Veteran Jogja, Hanif (26) mengaku tak terlalu sulit mencari kerja. Lulus sebagai Jurusan Ilmu Komunikasi membuat Hanif diterima di sebuah perusahaan agensi di Jogja dan mendapat tawaran kerja di Dubai.

***

Melihat kinerjanya yang bagus selama beberapa tahun, Hanif pun mendapat tawaran dari teman sekantornya yang punya klien dari Dubai. Untuk posisi yang dibutuhkan, Hanif berujar tidak bisa dikerjakan secara online sehingga harus menetap di sana. 

“Nah, dari pihak client ini ada posisi kosong dan memang lagi nyari orang buat ngisi, jadi aku di-approach langsung buat ngisi posisi itu. Untuk probation 2 bulan dan setelahnya akan mendapat kontrak kerja tetap,” kata Hanif kepada Mojok, Minggu (16/11/2025).

Pada awalnya, Hanif tak menolak tawaran menggiurkan tersebut. Ia mengaku sudah melakukan tahap wawancara dan hampir diterima, bahkan sudah mendapat penawaran dari perusahaan di Dubai dengan gaji awal Rp25 juta. Namun, Hanif memilih menolak.

“Sebenarnya masih bisa saving juga dan jenjang karier yang menjanjikan. Udah wawancara, tes kerja dan diterima tapi ada pertimbangkan yang pikirkan waktu itu,” ujarnya.

Merelakan gaji besar demi menjaga ibu yang sakit

Alasan utama Hanif menolak tawaran kerja meski mendapat tawaran gaji yang besar adalah karena tempatnya yang jauh dari rumah. Selama ini, ia memang sering mendapat tugas ke luar kota bahkan luar negeri, tapi mentok-mentok hanya satu bulan.

Dari pengalamannya itu, ia merasa berat untuk meninggalkan kehidupannya di Jogja dan jauh dari rumah, apalagi saat itu ibunya divonis sakit diabetes oleh dokter. Hanif pun khawatir jika tidak ada orang yang merawat ibunya di rumah.

Rumah Hanif sebetulnya ada di Klaten, tapi ia ngekos di Jogja untuk bekerja. Biasanya, Hanif akan menyempatkan waktu liburnya seperti Sabtu dan Minggu untuk menyambangi orang tuanya. Di waktu-waktu itulah ia selalu mengupayakan agar terjalin komunikasi di meja makan.

“Itu yang biasa aku lakukan dan aku percaya bisa menjaga keluargaku walaupun lewat hal sekecil itu,” kata Hanif.

Baca Halaman Selanjutnya

Cara kecil membahagiakan orang tua adalah dengan hadir di sisinya

“Aku juga yakin untuk membahagiakan orang tua, nggak melulu soal kirim uang ke rumah. Kadang orang tua cuman ingin kehadiran anaknya di antara mereka,” lanjutnya.

Hanif berujar orang tuanya tak pernah menentang maupun menghambat jalan kariernya. Mereka hanya berpesan agar Hanif mengukur perkiraan pendapatan dan pengeluarannya.

“Kata mereka rezeki nggak melulu dalam bentuk uang yang banyak. Yang harus dicari adalah rezeki yang barokah,” ujarnya.

Lingkungan kerja yang positif di Jogja 

Demi menjalin kedekatan dengan keluarga sekaligus memantau kesehatan ibunya, Hanif akhirnya memilih tetap bekerja di Jogja dan melepaskan tawaran kerja di Dubai. 

Toh, posisi lowongan yang kosong di perusahaan Dubai sebetulnya sama saja dengan pekerjaan dia saat ini. Hanya saja gajinya di Dubai lebih tinggi, sementara kalau di Jogja ia masih di bawah Rp20 juta tapi lebih dari UMR Jogja.

“Kurang lebih jobdesk-nya sama dengan apa yang sudah aku kuasai saat ini, sementara di kantorku sekarang aku dapat kesempatan untuk belajar hal baru dan jobdesk yang belum pernah aku handle sebelumnya,” tutur Hanif yang bekerja sebagai senior video editor dan client acquisition specialist.

Oleh karena itu, jika melihat dari sisi upskilling, Hanif merasa pekerjaannya yang sekarang sudah paling tepat, meski dari lubuk hati yang paling dalam ada kekhawatarin jika dirinya gagal. Namun, alih-alih merasa tertekan, ia ingin tetap berpikir positif. 

“Aku lebih menganggapnya ini sebagai privilege untuk mendorong kita terus tumbuh. Di samping itu, kultur kerja yang supportif juga membuat aku nyaman untuk berproses di sini,” ucap Hanif.

Bagi Hanif, lingkungan kerja yang suportif juga menjadi salah satu nilai plus perusahaannya saat ini sehingga memutuskan kerja di Jogja. Setidaknya, saat tugas-tugas yang diberikan cukup banyak, ia masih bisa menjalankannya dengan gembira.

“Aku bisa tetap fun dan tertawa lepas dengan teman-teman. Nah itu sesuatu yang sulit untuk ditawar sih. Mungkin karena udah cocok juga sama kultur kerja di Jogja yang gotong royong dan rukun,” kata Hanif.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Merelakan Gaji Besar dari Perusahaan di Dubai daripada Mental Rusak karena Tekanan Hidup dan Pilih Slow Living di Gunungkidul atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version