Sejarah Gama Plaza yang bermasalah
Selanjutnya, melansir Tempo, ternyata gedung terbengkalai ini ternyata dulunya proyek Gama Plaza. Sebuah pusat perbelanjaan yang terintegrasi dengan kampus yang berdiri pada 2003 silam. Selain bernama Gama Plaza, beberapa catatan pemberitaan juga menyebut bangunan ini mulanya bernama Gama Bookstore yakni pusat perbelanjaan buku.
Ceritanya UGM melalui PT Gama Book Store yang merupakan anak perusahaan PT. Gama Multi Usaha Mandiri menjalin kerja sama dengan PT. Neocelindo Intibeton selaku investor untuk membangun Gama Book Plaza.
Kontrak antara PT. Gama Book Store dan PT. Neocelindo Intibeton merupakan kontrak BOT (Build, Operate, Transfer) yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor 4312/P/KS/2003 dan Nomor 057/MOU-NI/2003 tanggal 22 Agustus 2003 jo. Surat Perjanjian Kontrak Nomor 5069/P/KS/2003 tanggal 26 September 2003.
Saat itu, UGM bersama PT Neocelindo Intibeton menandatangani kontrak pembangunan gedung enam lantai seluas 2.911 meter persegi di atas lahan seluas 8.361 meter persegi. Berdasarkan kontrak tersebut, PT Neocelindo Intibeton berkewajiban melakukan pembangunan.
Namun, setelah prosesnya rampung ternyata IMB tidak bisa keluar. Salah satu penyebabnya adalah persoalan garis sempadan bangunan yang melewati batas.
Salah satu penelitian mahasiswa menyebutkan secara detail jika bangunan tersebut melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 1990 tentang Peraturan Bangunan dan Peraturan Daerah Propinsi DIY Nomor 7 Tahun 1997 tentang Garis Sempadan Jalan Nasional dan Jalan Propinsi.
Pelanggaran yang dilakukan terkait, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Garis Sempadan Jalan (GSJ) depan Jalan Raya Kaliurang, Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) samping dan belakang.
UGM menang gugatan
Melansir Detik, Prof Agus Dwiyanto yang pada 2005 menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Usaha UGM, mengatakan proses pengajuan IMB telah berlangsung sejak Oktober 2003. Saat itu, UGM masih melanjutkan pembangunan karena beranggapan sudah mendapat persetujuan lisan dari Bupati Sleman, Ibnu Subiyanto pada saat UGM mempresentasikan Rencana Induk Pengembangan Kampus (RIPK).
“Waktu itu dikatakan tidak ada masalah dengan IMB dengan alasan nanti akan diterbitkan setelah RIPK-nya jelas sehingga tidak kacau lagi,” kata Agus kala itu.
Mangkraknya gedung ini sempat membuat PT Neocelindo Intibeton menggugat UGM dengan mengajukan ganti rugi sebesar Rp 67,9 miliar. Namun, pada 2010 UGM berhasil memenangkan kasasi melalui keputusan Mahkamah Agung. UGM dianggap tidak melakukan penipuan seperti yang dituduhkan oleh PT Neocelindo Intibeton.
Kendati begitu, selanjutnya gedung Gama Plaza itu tetap terbengkalai dan tidak terurus. Wacana kerja sama dengan pihak ketiga untuk memberikan bantuan ke UGM guna membayar kepada pemilik gedung sekaligus merobohkan bangunan sempat muncul.
Pada 2017, Rektor UGM Panut Mulyono yang saat itu masih menjabat sempat mengungkapkan bahwa Gama Plaza menjadi salah satu bagian yang masuk ke dalam rencana pembangunan pusat inovasi digital UGM. Namun, wacana itu juga belum terealisasi.
Sampai sekarang gedung Gama Plaza yang mangkrak itu tetap menjadi seonggok bangunan tanpa fungsi dan kepastian di tepi Jalan Kaliurang.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News