Nekat Merantau dari Jakarta ke Solo untuk Bangun Usaha Sendiri, Kini Hidup Jauh Lebih Tenang dengan Gaji Berkecukupan

ilustrasi - Seorang pemuda asal Jakarta yang merantau ke Solo untuk menjadi tukang sayur. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Sebagai lulusan SMK yang lahir di Jakarta, Hilman (28) mengaku susahnya mencari kerja di kota megapolitan tersebut. Sampai akhirnya ia memilih merantau ke Solo dan memulai bisnisnya dengan berdagang sayur. Usaha bersama teman-temannya itu ia namai Depot Sayur Sejahtera dengan harapan membangkitkan ekonomi warga lokal di sana. 

Pundi-pundi rezeki di Solo lebih menjanjikan

Agustus 2024 lalu, Hilman memutuskan pindah dari Jakarta ke Solo, karena dari dulu sudah berkeinginan kuat untuk merantau. Setelah lulus SMK, ia mengaku belum ada kesempatan atau modal yang cukup untuk memulai hidup baru. 

Saat itu, Hilman membuka warung kopi kecil-kecilan di daerah Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Siang sampai malam ia berdagang, tapi penghasilannya pun tak menentu. Dengan biaya hidup di Jakarta yang tergolong tinggi dan gaji yang pas-pasan, Hilman akhirnya tak tahan dan berhasil mengumpulkan modal. Lalu, memutuskan pindah ke Solo.

“Pertama kali pindah dari Jakarta ke Solo saya harus mengubah kebiasaan dan di Solo masih banyak ‘potensi’ yang bisa dikulik karena belum banyak seperti di Jakarta,” ujar Hilman kepada Mojok, Sabtu (17/5/2025).

Maka, setibanya di Solo, Hilman sudah memikirkan beberapa ide mengembangkan bisnis di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tidak bagus. Di tengah keriuhan pikirannya saat itu, bertemulah Hilman dengan tukang sayur di sekitar tempat tinggalnya di Solo.

Depot Sayur Sejahtera. MOJOK.CO
Depot Sayur Sejahtera yang ada di Solo. (Sumber: Instagram/@depotsayursejahterasolo)

Temannya itu mengajak Hilman berjualan sayur. Tanpa pikir panjang, ia mengiyakan karena memang suka berbisnis dan melihat peluang dari berjualan sayur.

Pola hidup jadi terbalik 180 derajat

Sebagai salah satu pendiri Depot Sayur Sejahtera di Solo itu, Hilman harus sudah bangun pukul 03.50 WIB. Selanjutnya, ia bergegas ke pasar induk lokal untuk belanja kebutuhan di toko, serta ke beberapa outlet yang mereka suplai.

Setelah itu, Hilman dan teman-temannya baru membuka toko pukul 05.00 WIB. Hingga pukul 06.00 WIB, mereka mulai merapikan sayuran yang ada, lalu bersiap mengirim barang-barang yang sudah dipesan.

Pukul 10.00 WIB, mereka mulai mengirim sayuran ke masing-masing outlet atau resto. Pengiriman itu biasanya selesai sampai pukul 12.00 WIB, sehingga mereka bisa beristirahat di toko hingga pukul 13.00 WIB. Dan akan buka kembali pada pukul 15.00 WIB sampai 20.00 WIB.

“Di sela-sela waktu itu kami juga melihat barang-barang yang ditolak dan tidak layak jual, tapi masih bisa di kosumsi.

Baca Halaman Selanjutnya

Gelagapan di awal kerja

Jujur saja, jam kerja tersebut membuat Hilman gelagapan di awal-awal kerja. Bagaimana tidak, jam kerjanya jadi berubah total sebelum ia pindah ke Solo dari Jakarta. Jam tidurnya pun tidak seperti dulu.

“Sebagai pendatang dari Jakarta-Solo, pola hidup gue benar-benar terbalik. Yang sebelumnya jaga warung kopi, terus tidur menjelang pagi. Ini harus bangun pagi dan ke pasar belanja,” kata Hilman.

Jika ditotal, gajinya sendiri tak jauh beda saat ia bekerja di Jakarta yakni sekitar Rp300 ribu per hari. Kalau untung banyak, ia bisa dapat Rp2 juta per hari. Begitupun di Jakarta tapi, kata Hilman, lebih baik kerja di Solo dengan biaya hidup yang lebih murah. 

“Gue sadar akan kekurangan gue. Jadi buat ganjel mata supaya bisa bangun pagi, gue hadapi dengan realita. Semangat kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari,” ujarnya.

Ingin menyejahterakan petani dan pembeli di Solo

Ke depannya, kata Hilman, Depot Sayur Sejahtera di Solo bertujuan menjadi model koperasi pekerja yang mandiri, dinamis dan replikatif. Ia berharap depot tersebut bisa menjadi bagian dari ekosistem ekonomi alternatif di Solo dan sekitarnya. 

“Kami ingin membangun jaringan koperasi produksi dan distribusi pangan rakyat yang saling terhubung dan saling menguatkan satu sama lain. Lebih jauh lagi, kami bermimpi menciptakan sistem ekonomi berbasis komunitas-federasi,” kata Hilman.

Depot itu sendiri berfokus membangun jaringan pasokan langsung dari petani lokal, agar hasil buminya bisa dibeli tanpa perantara. Dengan begitu, harganya jauh lebih layak dan mereka pun dapat untung. 

“Sayuran yang kami sediakan itu hasil keringat petani yang kami beli dari pedagang kecil. Tujuan kami menciptakan ruang kerja yang berkeadilan, di mana setiap pekerja memiliki suara yang setara dalam pengambilan keputusan, sehingga mendapat akses atas manfaat ekonomi secara merata,” tutur pemuda asal Jakarta tersebut.

Selain itu, Hilman menjelaskan Depot Sayur Sejahtera sejatinya bukan sekadar tempat berjualan, melainkan ruang bagi petani dan pedagang kecil mewujudkan masa depan yang lebih adil. Di mana solidaritas, keberanian, dan kerja kolektif menjadi fondasi untuk memunculkan keberanian tersebut.

“Melalui ini, kami ingin memperpendek rantai distribusi dan menciptakan pasar yang lebih adil, baik bagi produsen maupun konsumen,” kata Hilman.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Pulang Kampung ke Wulunggunung Magelang dan Jadi Tukang Sayur Keliling, Keputusan Terbaik Mas Kris Pergi dari Jakarta yang Panas atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version